6

638 83 7
                                    

"Kenapa baru mengatakannya pada ibu sekarang?"

Dunk menunduk dalam, air matanya tak terbendung lagi. semua perlakuan buruk nya seminggu terakhir di ceritakan, dia telah berjanji pada Joong untuk kembali masuk sekolah. tak akan mungkin diingkari lagi, terlebih lelaki itu sangat percaya padanya.

"Maafkan Dunk.. Dunk tidak mau ibu kecewa, tapi guru itu kurang ajar saat kami melaporkan kekerasan yang Joong terima"

"Tapi tetap saja nak, kau tak bisa seenaknya berbicara dan berlaku kasar kepada gurumu"

Wajahnya sembab, dia menatap sang ibu penuh penyesalan "lalu bagaimana dengan Joong?, Dia terluka parah. tak ada orang yang peduli padanya"

Wanita paruh baya itu mendekap sang anak, dia mengusap kepala Dunk sangat sayang. dia sendiri berusaha mengerti situasi memuakkan ini "kenapa Dunk tidak bilang pada ayah dan ibu saja?, Ini sudah tidak benar. kita harus mengambil langkah, kasihan temanmu"

"Joong takut ibu terbebani dengan masalahnya"

"Kenapa harus terbebani, dia sahabat Dunk kan?, sudah pasti dia seperti anak bagi kami juga"

Dunk mengadahkan kepala, kini harapan terpancar kuat, dia mencoba tersenyum "ibu janji, kita akan mencoba untuk menghentikan ayah Joong"

"Iya sayang, ibu dan ayah akan bicara padanya. setelah itu semuanya akan baik-baik saja"

Tak dapat di pungkiri, dia senang bukan kepalang, tangannya melingkar kuat memeluk sang ibu. sudah lama sejak dia ingin mengatakan semua ini, dia mengutuk dirinya yang sempat ragu. bukankah dari dulu dia tau ayah dan ibunya orang baik, "terima kasih ibu.."

"Humm, lain kali jangan rahasiakan hal seperti ini, nanti jika ayah pulang bekerja ibu akan mengatakannya.  jadi malam ini kita akan ke rumah Joong"

Secercah harapan membuat perasaan nya jauh lebih lega, Dunk buru-buru berjalan meninggalkan rumah. yang ada di fikirannya saat ini adalah Joong, lelaki itu harus tau tentang rencananya. Joong harus tau ayah dan ibunya akan bicara pada ayah lelaki itu, dia tak sabar demi apapun. sahabatnya harus tau berita baik ini.

Di kayuh lah sepeda miliknya menyusuri jalan berbatu menuju pemukiman tempat Joong tinggal, karena daerah ini masih termasuk pedalaman di kaki gunung, agak sulit akses kendaraan masuk kesana.

Kakinya tak lelah, dengan wajah sumringah penuh kebahagiaan dia terus mengayuh. hingga sampai di depan rumah sahabatnya, tak ada pergerakan sama sekali, bahkan sepeda milik Joong tak berada di tempat biasanya.

"Apa dia ke pasar?, Keras kepala sekali sih..." Sambil merengut, Dunk kembali mengayuh sepeda menyusuri bebatuan. sepanjang jalan hanya tersuguh rumah-rumah yang sangat jarang, ditambah pemandangan gunung menjulang di sisi kiri dia masih asik memandang jalan.

Sekitar enam menit mengayuh, dia turun dari sepeda menuntun kendaraan besi nya menuju emperan toko. matanya menangkap seorang lelaki tegap yang membopong sebuah karung beras di pundak, Dunk memarkir sepeda, langkahnya lebih cepat menuju ke sana "Joong.."

"Dunk.."

"Sudah kubilang jangan bekerja dulu"

Lelaki itu hanya tersenyum, masih susah payah membopong muatan di punggung. hingga sampai di mobil pickup sekarung beras dinaikkan ke atas sana "tunggu aku di depan toko itu yah"

"Tapi Joong masih sakit, kenapa memaksakan bekerja?"

"Aku harus mengumpulkan lebih banyak uang dalam waktu cepat, agar kita bisa leluasa bertemu, okay?"

"Joong.."

"Hey.. bodoh, cepat angkat barangnya"

Joong tersenyum renyah, dia mengusak rambut lelaki manis itu dan segera berlalu. sebelum dia menerima lebih banyak makian dari orang yang membeli jasanya, lebih baik cepat menyelesaikan pekerjaan.

Dunk menahan perih di hati, dia mengikuti instruksi Joong. duduk di emperan toko menunggu lelaki itu selesai bekerja, bahkan tak jarang Dunk merengut kesal saat orang-orang disana memukul kepala Joong. matanya memanas, bibirnya bergetar kuat, tak tahan dengan situasi itu. orang-orang berlaku seenaknya.

Namun tak ada balasan apapun, Joong hanya terus bekerja sambil tersenyum bodoh. dia tak berhenti mengangkat barang-barang naik keatas mobil, guratan senyum tak lepas dari wajah kelelahan itu.

Jika orang-orang berkata bosan dengan hidup mereka, punya keinginan menempuh hidup lain dengan jalan cerita yang berbeda. akankah ada seseorang yang mau mencoba hidup menjadi dirinya?, Sekuat apa bahu kokoh itu menahan beban berat. sekuat itu pula hatinya menahan makian dan hinaan orang-orang.

Tak pernah adil, dan Dunk selalu ingin mencekik orang-orang yang berlaku tidak adil pada lelaki yang dia sayang. dia melirik pada kedua tangan kecilnya, mata itu memanas tak karuan. Dunk menunduk "Joong kenapa membiarkan orang lain menyakitimu sih?"

Dengan kesal dia berdiri dari posisinya, bergegas menghampiri Joong yang masih bekerja "Joong.. ayo pulang.."

"Dunk... Duduk di sana saja dulu, sebentar lagi aku akan selesai"

Dia tak mendengarkan, tangannya menarik paksa lelaki itu. percuma saja berbicara dengan Joong, tak akan mau menurut.

"Cepat.. kita pulang"

Orang-orang disana menatap aneh pada keduanya, namun persetan dengan segala penghakiman mereka. Dunk tak peduli, dia akan menggila jika terus melihat Joong di posisi seperti tadi. tak sanggup lagi, dia tak bisa.

"Dunk.. tenangkan dirimu"

Dunk menaiki sepeda "ayo cepat, kita pulang.. ini aku sudah membawakan makan siang"

"Dunk.. aku belum selesai berkerja"

"Aku punya kabar bahagia" wajah berseri itu sangat jelas, Joong akhirnya menaiki sepedanya juga "Joong mau dengar kan?"

"Mau.."

Tanpa menunggu lagi, keduanya mengayuh sepeda sangat semangat menyusuri jalan ke rumah Joong. suasana angin sepoi-sepoi berbeda dari biasanya, hari ini semua terasa sangat menyenangkan. Dunk menunggu kabar baik tentang orang tuanya yang akan berbincang dengan ayah Joong.

Harapan yang sangat besar, dia tak ingin lelaki kesayangannya itu mengemban tugas yang berat setiap hari, harus bekerja tak tau waktu dan tak mengingat kesehatan. Dunk tak mau lagi, yang seharusnya Joong dapat adalah pendidikan baik dan dukungan besar dari orangtuanya, Bukan kerja paksa.

Tak habis pikir lagi, guratan wajah lelah itu masih tersenyum lebar. rambut legam Joong tertiup angin memperlihatkan bekas luka membiru di dahi yang selalu berusaha di tutupinya, selama ini mungkin masih sepertiga yang Dunk lihat. dia belum tau pasti seberapa banyak lebam membiru di sekujur tubuh tegap itu.

Dua Sepeda terparkir di depan rumah Joong, mereka beriringan duduk di atas teras kayu. Joong masih menetralkan nafasnya, agak lelah seharian di bawah terik matahari mengangkut banyak macam barang di pasar.

Sebuah botol mineral di berikan, dia tersenyum kecil. matanya menghilang, Satu kali tegukan saja air itu habis, lelaki manis disampingnya tertawa bahagia sembari membukakan kotak bekal untuk ia makan.

"Nah cepat makan.."

"Berita apa yang ingin Dunk katakan tadi?"

"Penasaran yah?"

Joong mengangguk, dia sibuk mengunyah makanan "beritahu padaku, cepat"

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Jangan lupa tinggalin jejak kak🙏🏻😭, maaf yah masih berantakan

Our Little World [Joongdunk] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang