8 END

1.3K 109 37
                                    

"dulu kau sudah berjanji kan pada ayah?, Kau tak akan pernah melaporkan ini pada siapapun?" Lelaki paruh baya itu berdiri dari posisinya, sangat lelah dia menarik lengan anaknya mendorong ke dinding kayu "kenapa keras kepala sekali?"

"Ayah.. maaf, aku benar-benar tak tau-

-TAK TAU BAGAIMANA BODOH, KAU MEMBAWA ORANG-ORANG SOK TAU ITU MENGEROYOK KU, BAHKAN MENGANCAM AKAN MEMENJARAKAN KU? KAU TAK TAHU DI UNTUNG"

Joong memundurkan tubuhnya, berkali-kali sang ayah mendorong hingga tersungkur. tak puas dengan itu, bahkan tendangan bertubi-tubi dia terima.

Jujur sakit sekali, seluruh tubuhnya cukup lelah bahkan untuk merasakan nyeri. belum berakhir yang dia dapatkan di pasar tadi, sekarang sang ayah memberinya bonus berkali-kali lipat.

Tulang belakangnya kehilangan rasa, tak ada lagi getaran apapun saat sang ayah menginjak tubuh tegapnya. bahkan berulang kali dia berusaha berbicara tak ada suara apapun yang keluar, cukup kering tenggorokannya ini hampir selesai.

Hembusan nafasnya melemah, bahkan saat tubuhnya dibalik, Joong tak merasakannya lagi, sudah cukup. dia harap ini injakan yang terakhir di bahunya, sakit sekali tulangnya nyaris patah "ayah.. maafkan aku.. aku mohon" hanya lirihan pelan, nafas itu nyaris tak berhembus, sekarang dia mengantuk hebat. Joong menutup kelopak matanya dengan harapan bisa tertidur pulas.

.
.

Di tengah sunyi jalan bebatuan Dunk mengayuh sepedanya sekuat tenaga, jalan yang tak bagus menjadi tantangan tersendiri di daerah itu. sekotak obat di gantungnya pada setir sepeda yang dengan laju memasuki desa tempat Joong tinggal.

Tiba di pekarangan rumah, dia membuka pagar kayu dengan cepat, ditangannya sekotak peralatan obat dia genggam kuat.

Dunk naik di atas teras kayu, mengetuk dengan sopan namun tak ada respon apapun. lelaki manis itu mencoba mendorong pintu rumah, perasaannya tak kunjung lega. terlebih suara hantaman kuat memasuki indra pendengarannya "Joong..."

Sahabatnya tergeletak mengenaskan dengan lelaki paruh baya menginjak punggung Joong, namun tatapan pria disana nampak tak senang dengan kehadiran Dunk "Dunk..." Lenguhan panjang, lelaki manis itu merasakan sakit yang teramat gila di hatinya. "Dunk.. pergi dari sini"

"APA YANG KAU LAKUKAN PADA JOONG... SIALAN?"

"Dunk.. pergi.."

Sekali hentakan, Joong memeluk kaki ayahnya. pria itu pasti berusaha mendekati Dunk dan dia tak akan membiarkan hal itu terjadi "DUNK.. PERGI.."

"Joong.., tunggu aku.. aku akan memanggil bantuan..."

Ayah Joong menginjak tangan sang anak, hingga Joong berteriak histeris. tangannya terasa akan patah, menyaksikan sang ayah berjalan menenteng pisau ke arah sang sahabat. dia menyeret tubuh setengah mati.

"DUNK.."

Namun terlambat, bercak darah membludak. Dunk merasa tubuh itu telah membeku, cipratan darah memenuhi wajahnya. sedikit demi sedikit perisai kokoh yang melindunginya terjatuh, dia hilang kewarasan, tangannya menyentuh bahu Joong. "Joong.." nafasnya tercekat "Joong..."

Sudah habis, tak ada pergerakan apapun, Dunk menatap pisau yang tertancap di perut sahabatnya. "AKKKHH..." Dengan membabi-buta dia mencabut pisau itu,

Berlari kesetanan menghampiri ayah Joong dan menusuk tubuh lelaki itu berkali-kali, tubuhnya serasa dirasuki. tak ada iba dan manusiawi.. separuh hidupnya telah pergi "AKHHH..KEMBALIKAN JOONG KU..."

.
.

kerumunan orang-orang ricuh, semua berusaha melewati penjagaan ketat di sekeliling rumah nuansa kayu yang nyaris rubuh menampung banyaknya tim penyidik.

Langit malam memekat, bulan menghilang tiba-tiba. bunyi sirene berlabuh nyaring di sekitaran tempat kejadian, dengan tubuh lunglai Dunk duduk di pinggiran teras kayu. semua orang nampak saling berdorongan berusaha melewati garis polisi.

Hingga seorang pria tua menghampiri salah satu tim penyidik, Dunk menatap kosong. wajahnya lesuh membiarkan borgol besi bertengger manis di kedua tangannya "pak.. dengarkan aku, mohon dengarkan aku.."

"Ada yang bisa saya bantu?"

"Tadi siang pemuda itu kedapatan mencuri, aku menyelamatkan nya dari amukan massa" tak dapat mengimbangi segukan dan semangat nya untuk menjelaskan, pria itu menggeleng brutal "dia mencuri agar bisa lari dari rumahnya, aku telah memberikan Joong separuh uang untuk menetap di kota lain. dia berencana pergi, tapi malam ini bajingan itu merenggut hidup nya yang berharga, ayahnya pantas mati. Tak bisa kau menghukum pemuda yang membela Joong..."

"Baiklah.. kami akan membawa anda ke kepolisian untuk memberi penjelasan lebih lanjut, karena kami perlu melakukan otopsi-

-SEMUA ORANG TAK MEMILIKI HATI" Dunk menatap nyalang, tangannya bergetar hebat. menangis tak berhenti dia mulai merasa nyawanya sudah tak berada di tubuhnya "SEKARANG KALIAN MAU APA?, KALIAN MEMBIARKAN JOONG TERLANTAR, SETIAP MALAM IBLIS ITU MENYIKSANYA, NAMUN SEMUA ORANG MENUTUP TELINGA, SAAT DIA TELAH PERGI, KALIAN BERKERUMUN MENATAPNYA SEAKAN IBA, KENAPA TAK DARI DULU, KENAPA?"

dunia tak pernah adil, bahkan saat lelaki kesayangannya pergi. semua orang masih tak berani membela dah memberikannya keterangan, Dunk membunuh, katakanlah seperti itu. dia bangga, telah membunuh iblis yang membuat hidup Joong kesusahan "sekali saja, bahkan untuk yang terakhir kali" Dunk menundukkan kepala, orang-orang menyimaknya "kalian tak pantas melihat wajah Joong, kalian semua adalah pembunuh sebenarnya"

.
.
.
.
.
.
.

"Bahkan tempat ini mengubur diri setelah kepergian mu"

Tujuh tahun telah berlalu, teras kayu tempat mereka selalu duduk hampir runtuh. tak lagi ada kehidupan, tempatnya menapak kaki nyaris tertelan bumi.

Dia mengantongi gantungan kecil di jaketnya "aku akan kembali lagi secepat mungkin" langkahnya menuntun meninggalkan pekarangan dengan rumput menjulang tinggi,

"Ada legenda yang mengatakan orang-orang yang mati dalam penyiksaan akan berubah menjadi malaikat"

"Dunk mengada-ada, itu hanya legenda antah berantah"

"Aku membacanya di buku"

"Baiklah.. aku akan menjadi malaikat untuk Dunk.."

"Aww.. Joong memang malaikat untukku"

"Kenapa kau terus datang ke tempat ini?, Tubuhmu sangat kurus, Dunk.. aku akan pergi sebentar lagi. jangan kesini lagi yah." Lelaki manis nampak berjalan meninggalkan jalan bebatuan, dengan wajah tirus. pipi gembil kesayangannya telah menghilang "sampai jumpa lagi, Dunk jaga kesehatan yah.."

Punggung kurus yang dulu masih pas dalam pelukan, rambut yang mulai memanjang menutup dahi. hingga pandangan kosong sosok di depan sana, akan abadi dalam ingatan. sejenak semua terasa hampa, namun lama kelamaan menjadi tragedi yang tak terlupakan.

Dunk tersenyum kecil, tangannya di sembunyi di dalam jaket. lagi-lagi hamparan gunung di belakang tempat favoritnya, sampai jumpa lelaki tampan di ujung dunia, beristirahat lah dengan tenang "kau telah mengingkari janjimu, dan aku tak akan mengabulkan permohonan mu. aku tak akan hidup dengan damai, dan aku tak akan pernah mencari kebahagiaan selain dirimu"

.
.
.
.
.
.
.

ENDING

Our Little World [Joongdunk] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang