4

657 95 4
                                    

"Joong, kau kenapa?. Joong..." Dunk menggelengkan kepalanya dengan kuat, dia memeluk erat lelaki itu. namun Joong hanya mengusap rambutnya "Joong.. kenapa begini?"

"Aku baik-baik saja"

Bagaimana bisa ini di sebut baik-baik saja? Wajahnya memar dengan bekas membiru di sepanjang lengan kiri, Dunk nyaris kehabisan kata-kata. "siapa yang melakukan ini pada Joong?"

"Serius, aku terjatuh di sepeda.."

Persetan dengan semua kebohongan, Dunk habis kesabaran. dia menarik lengan temannya menuju ruang guru. "Dunk.. mau kemana?"

Masuk dalam sana dengan wajah sembab, Dunk menghampiri wali kelas mereka. dia masih sesegukan "dia di pukuli"

Pria paruh baya disana menatap Joong yang menunduk, sejenak mereka terdiam hingga sebuah kalimat membuat Dunk terperangah "mengapa masih memaksakan dirimu?, Sejak awal tak ada persetujuan wali resmi darimu, bagaimana kau akan membayar uang sekolah?"

"Pak saya janji secepatnya akan melengkapi berkas dan izin dari orang tua saya" Joong mengangguk cepat "secepatnya pak.."

Dunk mendorong Joong ke belakang tubuhnya, meski sudah jelas lelaki itu jauh lebih besar darinya tak ada masalah. kini tatapannya meminta penjelasan pada sang guru "saya melaporkan tindakan kekerasan pak, saya tidak meminta data pelunasan uang sekolah, anda tuli?"

"DUNK.." sang guru berdiri dari posisinya menggeram

"Dunk.. hentikan, apa yang kau lakukan?"

Tak habis pikir, dia masih tak ingin mengalah tentang ini "di otak bapak hanya uang, uang dan uang, bagaimana jika teman saya mati pak?, Lihat ini" dia menunjukkan bekas membiru di leher hingga lengan Joong "bapak tak akan bertindak apapun?"

"Siapa yang melakukan itu?, Orang mengeroyok mu?, Kau mencuri?"

Dunk menatap nyalang, dia menendang meja sang guru dan menunjuk wajahnya. "jaga ucapan mu pak, Joong punya pekerjaan kenapa dia harus mencuri?"

"Hah?, Pergi dari sini, jangan ikut mata pelajaran apapun hingga surat sampai di rumah kalian"

Dunk tersenyum miring, dia kembali menendang meja dengan kasar. meninggalkan ruang guru tak lupa membanting pintu "ayo pergi, tidak berguna.."

Mereka keluar dari ruang guru dengan Dunk memasang wajah dongkol "dia tak pantas menjadi seorang guru.."

"Dunk.. sudah yah, jangan marah-marah seperti tadi. lihat sekarang, Orang tuamu akan dipanggil"

Masa bodoh lah dengan ancaman sang guru tadi, Dunk tak peduli. dia menarik lengan sahabatnya berlalu dari sana, hingga keduanya sampai di tempat parkir. Dunk menyodorkan tas mereka "ayo bolos saja.."

"Aku tidak mau.."

"Ckk.. aku yang akan mengendarai sepeda, pegangkan tas kita." lelaki manis itu mengambil alih kendaraan besi, dia naik dan menatap Joong. "cepat.."

"Dunk... Jika orang tuamu-

-diamlah... Cepat naik" tak ingin memperkeruh suasana, Joong naik di atas boncengan sepeda besi miliknya. membiarkan Dunk melaju tanpa berkata sepatah katapun, dia tau sahabatnya sedang marah. entah padanya atau pada wali kelas kentara sekali lelaki manis itu menahan emosi

"Joong, ayo pindah ke rumahku."

"Hah?"

"Jadi saudaraku saja, aku akan bicara pada ayah dan ibuku."

"Tidak Dunk, tak usah mengkhawatirkan ku. aku memang salah semalam, wajar ayah melakukan ini.."

Dunk menghentikan sepeda di sisi jalan yang sepi, tak ada satupun kendaraan di sana berhubung ini adalah jalan masuk ke dalam perkampungan arah rumah Joong. "Joong sendiri yang mengatakannya, Tak boleh ada kekerasan di usia kita ini. kita layak mendapatkan pendidikan dan kasih sayang, apakah luka di tubuhmu ini termasuk kasih sayang?" Lelaki tegap itu menunduk, tak berani lagi menatap wajah manis di depannya. "Joong jangan begini, jangan membuat dirimu tersiksa. Dunk tidak suka..."

Our Little World [Joongdunk] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang