•the silent treatment ended in delight•

1K 125 8
                                    


Taehyung mendengus, menghela napas, lalu melirik singkat ke arah Yoongi yang cuek dengan dirinya. Seperti tidak biasanya Yoongi jadi sediam dan setenang ini. Jujur Taehyung benar-benar tidak paham apa yang membuat mood orang ini berubah tiba-tiba.

"Lo sariawan? Kok tumben diem?" tanya Taehyung yang kebetulan hendak ke dapur. Ia menelisik wajah Yoongi yang masam namun fokus laki-laki itu ke arah televisi yang menyala. "Yoongi?" panggil Taehyung sekali lagi. Jangankan bicara, dilirik pun tidak. Akhirnya Taehyung memilih pergi ke tujuan awal ia keluar kamar tengah malam begini.

"Apa sih, nggak jelas banget!" dumel Taehyung sembari membuka lemari es dan mengambil botol air minum. "Cuek banget. Gue kek ngobrol sama tembok," dengusnya sembari tuang air ke dalam gelas lalu meminumnya dengan rakus. Taehyung awalnya tidak mau ambil peduli dan tidak mau memikirkanny, tapi ini benar-benar keterlaluan. Taehyung seperti merasa bersalah pada Yoongi, atau hanya perasaanya saja? Yang jelas perasaan Taehyung mengatakan ada yang salah.

Tapi bukankah seharusnya Yoongi yang membuat semuanya harus jelas? Karena laki-laki itulah yang membuat dirinya jadi serba salah begini. Ia tidak mengerti salahnya ada di mana dan seharusnya Yoongi lah yang memberitahu, mengingat Yoongi lebih dewasa daripada Taehyung.

"Kalau bukan—"

"Bukan apa?" tiba-tiba Yoongi sudah berdiri di sebelahnya dengan wajah datar nan masam. Ia menggeser tubuh Taehyung dan membuka lemari es untuk mengambil satu botol air putih lantas meminumnya. Taehyung masih bergeming, enggan untuk berpindah sebab pemandangan di depannya sulit untuk dilewatkan. Bagaimana seksinya Yoongi menenggak air itu, bahkan tumpahan air yang mengalir dari sudut mulutnya menurun menuju jakunnya, tampak begitu indah di mata Taehyung.

Taehyung menghela napas sebelum dengan berani bertanya sesuatu tentang keadaan Yoongi yang hari ini terlihat masam. "Gue punya salah, ya, Gi?" Meski Yoongi adalah dosennya, tapi dia juga suami Taehyung. Taehyung hanya belum terbiasa memanggil sebutan khusus untuk yang lebih tua. Yoongi melirik, menatap bagaimana rambut Taehyung berantakan lalu ke wajah Taehyung yang nampak mengantuk. 

Yoongi menghadap tubuhnya ke arah Taehyung, berjalan selangkah demi selangkah hingga membuat bokong Taehyung mentok pada wastafel dapur.

"Y-Yoongi, jangan liatin gue kayak gitu."

Yoongi masih mengamati wajah Taehyung, namun kini dalam jarak yang hanya sejengkal. Wajah Taehyung nampak manis, matanya berbinar seperti bintang di langit dan bibirnya ... Yoongi berhenti sejenak, menatap lamat dua labium itu dengan tatapan ingin. Taehyung meremat kedua tangannya di antara tepian wastafel yang ia pakai untuk menopang tubuh. Ia jelas tahu arti tatapan itu. Kedua tangan Yoongi menyelip di antara tangan Taehyung, mengunci tubuh Taehyung hingga Taehyung sendiri tak mampu berkutik.

"Boleh gue nyoba?"

"Nyo-nyoba a-apa?" gugup Taehyung kian mendera. Yoongi menatap matanya, menelisik ke dalam mata Taehyung hingga semakin terbuai.

"Bibir lo," katanya. Taehyung terdiam. Keduanya saling bertatapan untuk beberapa detik.

"B-boleh. Eh maksudnya—" Terlambat. Bibir Taehyung sudah lebih dulu disambar dan dilumat begitu rakus. Atas dan bawah, berirama tanpa jeda. Otak hendak menolak tapi mulut berkata lain, Taehyung menyumpahi dirinya bodoh dalam hati.

Dada Yoongi dipukul ringan tanda bahwa Taehyung telah kehabisan oksigen. "Yoongi lo mabuk?" Ada aroma dan rasa Wine dari mulut Yoongi.

"Sebotol wine nggak akan pernah bikin gue mabuk, Taehyung." Tangan Yoongi mengusap bibir Taehyung yang mengkilap dan sedikit membengkak itu. "I did it consciously," imbuhnya dengan senyum tipis. Kepanikan melanda di wajah Taehyung, ia mencari pegangan dari balik punggungnya tapi justru membuat kran air itu patah. Air menyembur dan Taehyung berbalik untuk menutupi kran air. Seluruh tubuh bagian atasnya basah, Taehyung ingin menangis atas sikap bodohnya.

Yoongi terkekeh di belakang. Kedua tangannya memegang pinggang Taehyung. "Rileks, Tae," bisik Yoongi lembut. Sumpah demi Tuhan, kaki Taehyung lemas rasanya. Tubuh Taehyung di balik, Yoongi kembali terkekeh geli. Wajah Taehyung merengut dan nampak malu karena terlihat bodoh saat ini.

Yoongi mengangkat tubuh Taehyung, menjauhkannya dari wastafel dan mendudukannya di atas meja pantri. "Yah, basah deh," ledek Yoongi.

"Gara-gara lo!" sahut Taehyung jengkel. Alis Yoongi terangkat sebelah, tangannya yang kiri sibuk merapikan rambut Taehyung yang basah berantakan.

"Lagian lo panik banget. Kayak mau diapain aja," goda Yoongi lagi-lagi. Taehyung tidak mau makin terlihat bodoh, ia hendak ingin lari namun kedua tangan Yoongi lebih sigap mengunci pergerakannya. "Untuk sikap gue hari ini, gue mau minta maaf."

"Kenapa minta maaf?"

"Karena ingin aja."

"Yoongi ..."

"Oke, fine. I worry too much about you, I'm overreacting." Taehyung menatap lurus ke dalam mata Yoongi.

"Khawatir?" Dan Yoongi mengangguk. Taehyung mengulas kembali ingatannya dan menemukan momen di mana ia pulang begitu larut kemarin malam. "Ah ... yang itu. Maaf, Yoongi. Kemarin gue lagi ngadem aja dan sampai lupa waktu."

Yoongi menggeleng. "Udah nggak usah dibahas lagi." Taehyung mengangguk. "Boleh dilanjut lagi?" Dan Taehyung mengangguk sebagai jawaban.

"Eh, maksudnya ap—" Lagi-lagi Taehyung mengerang atas terlalu cepatnya ia memberi respon. Yoongi tersenyum dalam ciumnya. Menikmati rasa manis dari bibir Taehyung tanpa henti, atas dan bawah bergantian. Kedua tangannya aktif, menelusup dalam kaos basah milih Taehyung. Menyentuh dan meraba setiap inchi dari kulit mulus suaminya hingga menuju puting. Memilin lalu meremasnya. Taehyung melenguh, kedua tangannya berlari memeluk leher Yoongi. Napas keduanya beradu lalu membisu bersama sunyinya ruang dan waktu.



....




Hoseok melambai ceria begitu Taehyung masuk ke dalam ruang kelas. "Taehyung, gue kangen banget. Lo gimana? Udah sembuh?"

"Udah kok, Seok. Tenang," jawab Taehyung.

Hoseok mengangguk, ia sibuk membenarkan riasan wajahnya pada cermin. "Pak Yoongi kemarin nanyain tuh, kenapa lo absen. Ya, gue jawab aja lo lagi sakit kaki. Kan kata lo kemarin pas gue chat bilangnya kepleset di kamar mandi," cerocos Hoseok.

Taehyung mendengus dalam hati. Kan yang membuat Taehyung sampai tidak bisa berjalan seharian juga dirinya, lihat aja nanti.

"Tapi kaki lo beneran udah nggak apa-apa?"

"Udah kok, Seok. Udah langsung gue pijetin kemarin. Tukang urutnya juga top banget, kaki gue langsung sembuh," jawab Taehyung ngelesnya udah pro banget.

"Wih, keren juga tuh tukang urut. Kapan-kapan boleh lah gue nyoba."

"Iya, Seok. Hehe."

Suara ruang kelas yang tadinya berisik kini berubah hening begitu sosok Yoongi memasuki kelas. Tampilannya seperti biasa, casual dan penuh intimidasi.

"Selamat pagi," sapa Yoongi yang dibalas antusias oleh siswi perempuan. Yoongi mengamati anak didiknya itu dan melihat Taehyung ada di antara mereka.

"Taehyung, kakinya sudah baikan?"

Taehyung mendengus. "Puji Tuhan, Pak. Berkat tukang urut andalan keluarga saya," jawab Taehyung dengan senyum miring di wajahnya. Yoongi terkekeh, timbulkan pekikan ringan dari siswi perempuan. Ya, 'kan, jarang-jarang gitu loh Pak Yoongi beramah-tamah gitu ke mahasiswanya.

"Nice. Siapa tahu kalo besok-besok kepleset lagi, tukang urutnya bisa dipanggil lagi."

Taehyung menggeram sambil mendengus ke arah Yoongi yang kini nampak santai mengabsen mahasiswa-mahasiswinya. Sementara Hoseok melihat interaksi keduanya dengan pandangan aneh.

"Lo sama Pak Yoongi kenapa deh? Curiga gue."

Taehyung memilih abai.


Mas DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang