Weekend biasanya waktu yang tepat buat olahraga, tapi tidak bagi pemuda gembul yang sekarang dirinya masih terbungkus selimut.
"HANANTA KELUAR NGGAK LO"
Helaan nafas keluar dari bibir tipisnya "hi dunia, musibah apa lagi yang akan di bawa jerry hari ini?"
Hanan turun dari ranjang sedikit sempoyongan, karena memang dari kemarin pusingnya belum juga berkurang.
"Kok sakit ya"
Hanan menekan perutnya sedikit kuat "shhh apa sih ini perasaan nggak makan-makanan yang sala deh"
Hanan menggeleng, setelah siap berberes ia membawa langkahnya keluar kamar
"Dek muka mu pucet banget, sakit"
"Masa? ini mah bukan pucet mas ini namanya glowing tah"
Jovan menggeleng" mau ikut nggak"
"Kemana, kalau jajan ikut kalau nyari betina Hanan nggak mau"
Jovan mendengus "siapa juga yang nyari betina"
"Mas sama jerry, alasan doang lari pagi nggak tau nya nyari betina"
"Bacot sekali kamu pak, ikut aja nanti gue jajanin"
Hanan tersenyum kesenangan, ia berlari kecil ke kamarnya mengganti baju nya dengan pakaian olahraga.
"Ayo aku udah siap"
Jerry mengerling malas "soal makanan aja gercep"
"Aku denger lo jer"
Jerry menggidikan bahunya acuh, berlari duluan disusul jovan dibelakangnya.
Terhitung sudah 20 menit mereka berlari, pusingan ke tiga hanan tidak melanjutkan larinya. Tiba-tiba saja kepalanya terasa pusing, ia duduk di bawah pohon napasnya terengah-engah
"Ya Allah kaki Hanan meleleh" Hanan meluruskan kakinya yang terasa kerbas
"Kok pusing nya mangkin menjadi" tangannya beralih memijit pelipisnya
Tepukan dipundaknya membuat hanan terperanjat"astaga mas ngagetin aja, kalau Hanan punya riwayat jantung gimana hayoo .... Mas mau gak punya adik ya"
"Mulutnya dek, mas dari tadi nyariin kamu tau nya disini"
Ringisan kecil terdengar "maaf deh capek tadi"
"Lain kali jangan gitu, ayo makan tadi kan belum sempet sarapan"
Hanan mengangguk bangkit dari duduknya belum sempurna berdiri tubuh Hanan limbung kedepan "ADEK"
Jovan panik buru-buru ia mengambil handphonenya menghubungi Jerry "jangan merem dek bentar lagi Jerry dateng sabar ya"
Kernyitan muncul didahi Hanan, keringat membanjiri pelipisnya "ma-mas sakit"
Hanan meremat perutnya rasa mual mengguncang perutnya di tambah rasa pusing "sebentar jangan tidur"
Sampai akhirnya kernyitan di dahi Hanan menghilang serta rematan diperutnya mengendur
Hanan pingsan
----
Jovan sedari tadi bergerak gelisah maju mundur seperti setrika, membuat jerry yang melihatnya jengan sendiri
"Duduk dulu pusing gue liat lo mondar mandir "
Jovan berdecak "gak bisa hanan di-
Jerry geregetan pemuda itu menarik secara paksa jovan agar terduduk disampingnya "tau gue, lo duduk disini jangan buat gue tambah pusing"
Jovan menghela nafas, meluruhkan tubuhnya pada sandaran kursi "gue takut jer"
"Berdoa aja semoga hanan gak kenapa-napa"
Jovan mengangguk "semoga"
Pintu bercat putih itu terbuka menampilkan pemuda dengan pakaian putih serta snely dokternya "Keluarganya siapa"
"Saya dok" Jovan bangkit menghampiri dokter muda tersebut " pasien sudah boleh dijenguk"
Setelahnya dokter mudah itu berlalu dari sana tidak lupa jovan mengucapkan terimakasih
"Masuk sana gue beli makanan dulu"
Jovan membuka pintu bercat putih itu pemandangan pertama yang ia lihat adiknya terbaring disana "mas hehe"
Jovan mengernyit "kamu kenapa ketawa"
Hanan meringis "ya gak papa sih"
Jovan menatap hanan yang masih tersenyum "dek yang sakit apanya"
"Hah? Gak ada kok cuman kepalanya agak pusing dikit banget mas"
"Dikit-dikit, masuk rumah sakit"
"Ya kan gak tau mas tapi beneran deh Hanan pusing sikit doang"
Jovan mendengus "dek kalau sakit tuh ya bilang, mas mu ini bukan cenayang loh, jadi gak tau kamu sakit nggak nya. Mas khawatir hanan "
"Maaf udah buat mas khawatir"
*****
Hi aku kembali setelah sebulan lamanya 🙂
Ada yang baca? Gak ada ? Ya sudah
Kalau gitu aku pamitt bintangnya jangan lupa ♥️Komen coba Weh biar lapak disini tuh gak sepi-sepi banget, jujur yang buat aku mood nulis ya komen kalian dahlah bye -🐿️
KAMU SEDANG MEMBACA
Hananta | Jeno Haechan |
FanfictionAnak adalah anugrah yang tuhan berikan, tapi bagaimana jika anugrah itu tidak diharapkan. Hanan cowok yang mempunyai sejuta alasan untuk tersenyum harus menelan pahitnya kenyataan kalau ibu yang telah melahirkannya tidak menginginkan kehadirannya di...