"Past Tense"
*****
Seperti sebuah angin berhembus tanpa henti dan tanpa lelah mencari ketenangan yang tiada arti, namun harus berhenti kala masa sudah tak menginginkannya. Dia jatuh dan akhirnya berdamai dengan semua itu...
Everest menutup buku itu. Merasa heran dengan isinya. Lalu dering telepon di meja mengalihkannya. Alis Everest berkerut ketika melihat nama yang tertera di layar panggilan. Selama beberapa detik dia terdiam. Tak lama mengangkat telepon itu.
"Ya?"bicara Everest dingin mendekatkan handphone ke telinga.
Sementara itu bergeser jauh ke tengah-tengah pusat kota dimana saat ini Qin berada. Dengan langkah malas ia memasuki Japanese resto dekat distrik Fararel terkenal itu.
Ayahnya ngebet banget ingin agar ia segera bertunangan dengan Lucy sampai membodohi dirinya dengan mengatakan makan bersama di restoran ini. Tapi, pada kenyataannya ini hanya akal-akalan nya saja. Berangkat bersama tapi saat Qin sudah turun dan masuk resto ayahnya malah kabur dengan mobilnya.
"Sial."pekik Qin sebal. Ingin rasanya dia melempar mobil itu dengan batu besar.
Sedangkan di salah satu tempat terlihat Lucy menunggu dengan tenang, tampaknya belum menyadari kedatangan Qin di resto. Maka dari itu, Qin menampilkan senyum miring. Iblis di hatinya berbisik agar melarikan diri.
"Kak Qin!"
Baru saja ancang-ancang untuk pergi suara cempreng Lucy terdengar. Sontak Qin mengusap wajah dan membalikkan badan bersama dengan senyum manis dipaksakan. Namun bagi Lucy senyum palsu itu lebih indah dari matahari terbit.
"Aku sudah menduga kak Qin pasti datang."kata Lucy berbinar-binar matanya.
Aku datang karena di tipu si tua bangka menyebalkan itu.
"Kak Qin tidak senang bertemu denganku?"tanya Lucy sedih. "Kalau begitu lebih baik aku pulang saja."Lucy tiba-tiba bangkit. Tentu Qin menghentikannya.
"Eh! Jangan-jangan."kata Qin menahan tangannya.
"Kenapa? Bukankah kak Qin tidak senang bertemu denganku? Daripada membuat kak Qin badmood mending aku pulang."
Menyaksikan raut sedih gadis itu benar-benar membuat Qin merasa bersalah. Qin menghela napas.
"Kembalilah duduk. Aku minta maaf atas sikapku ini."
Lucy belum juga duduk. Qin menengadahkan wajah.
"Jika kau tidak ingin kembali duduk. Ya sudah sana pulang saja."ketus Qin.
Mendengarnya hal itu Lucy mendengus dingin dan kembali ke kursinya sambil cemberut. Qin terkekeh, bocah ini mesti dikasari dulu baru nurut.
"Kak Qin ini tidak romantis sekali sih jadi pria."
Karena aku bukan pria.
"Seharusnya kak Qin itu membujuk aku seperti lelaki lainnya agar wanitanya tidak marah. Bukannya malah bicara ketus, huh! Giliran sama wanita lain saja bicaramu selalu lembut sedangkan kepadaku ketus dan membentak."sindir Lucy, keras.
"Kapan aku mengakuimu sebagai wanitaku?"sahut Qin membuat Lucy geram. Mendengus dan membuang muka kesal.
"Kak Qin seharusnya bersyukur jika bukan karena aku kak Qin akan dicap gay oleh orang-orang."
"Aku tidak keberatan."
"Kau... Argh. Menyebalkan!"
Mengobrol dengan Qin memang membutuhkan ektra kesabaran. Selain menyebalkan pria ini juga bisa menaikkan tensi darah tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionaire Romance
Romance[on going] Cewek nyamar jadi cowok, menguasai bisnis, pandai merayu wanita! Dialah tuan muda keluarga Marques, Qin Marques As Daniella Qin Marques. Selama 11 tahun penyamarannya belum ada yang tahu. Namun saat Qin memiliki hubungan kerja dengan tuan...