luna menggosok tangannya, merasa dingin. sedari tadi ia tidak bisa tenang. draco masih disana, entah disuruh melakukan apa. atau mungkin saja dihukum lagi. lelaki itu bisa terancam nyawanya jika terus menerus terkena cruciatus dalam waktu yang lama.
orang tua neville, contohnya. mereka di siksa begitu lama oleh kutukan sialan itu, menyebabkan neville diingat pun tidak oleh kedua orangtuanya. raganya masih ada.. tapi jiwanya sudah hilang.
dan luna, tidak mau draco mengalami hal yang sama.
meskipun luna sendiri tahu orang-orang membenci kesombongan draco, meskipun luna sendiri tahu orang-orang mulai berani membicarakan kejelekannya, meskipun luna sendiri tahu draco menjadi suaminya karena sebuah hukuman, meskipun luna sendiri tahu ia belum mengenal draco, tapi...
rasanya tidak pantas kalau ia tidak mengkhawatirkan lelaki itu. draco kan, suaminya. walaupun luna yakin betul, setelah semua ini selesai kemungkinan besar draco akan menceraikannya.
bukan hanya karena mereka tidak saling cinta. tapi juga karena luna bisa lihat sendiri tiap kali lelaki itu menatapnya, yang draco perlihatkan hanyalah rasa bersalah. seakan-akan lelaki itu sudah memberi kode keras bahwa terus bersama draco hanya akan semakin menghancurkan hidup luna. semakin mengubur masa depannya.
luna menarik nafas dalam, tertawa miris setelahnya. pandagannya memburam seiring dengan munculnya satu-persatu kenangan kelamnya dulu. luna kemudian sadar satu hal saat setetes air matanya tumpah ke pipinya.
bahwa ia sudah hancur jauh sebelum ia terkurung di tempat ini, jauh sebelum ia menjadi istri draco malfoy, jauh sebelum ini. lalu untuk apa ia menangis saat draco menikahinya? untuk apa air matanya pada hari-hari yang lalu? untuk apa ia merasa dirinya jadi orang paling menyedihkan di dunia ini hanya karena statusnya kini sudah berganti? benar, untuk apa luna. pikirnya.
ia menunduk, mencoba menarik nafas yang tadinya memberat. menghembuskannya perlahan dengan perasaan yang kian lama meringan.
mum, kau punya menantu sekarang. dari keluarga malfoy. batinnya.
luna tersenyum geli, ia memang sudah menerima kenyataan ini. tapi baru beberapa detik ini ia merasa benar-benar sudah merima.
senyum gadis itu hilang saat tiga pemuda di depannya muncul setelah di dorong dengan kasar oleh pelahap maut. luna terbelak dan bergegas menghampiri draco yang dipapah oleh harry dan ron di kedua sisinya. cruciatus lagi, luna mengepalkan tangan.
mengapa sih mudah sekali mereka mengeluarkan kutukan itu? seakan-akan kewarasan seseorang tidak ada artinya. menjijikan sekali.
"LUNA?!"
"bloody hell, luna! kau disekap disini!"
luna tidak menjawab keduanya. ia menghampiri draco dan memeluk lelaki itu, membuat harry dan ron yang tentu saja masih bingung jadi menjauh. draco meringis saat luna memeluknya terlalu erat.
"maaf." cicit luna, melupakan fakta bahwa draco baru saja merasakan tulangnya dipatahkan dari dalam. "harry, ron, bisa bawa draco untuk berbaring disana? yang ada selimutnya."
"iya, luna." harry menjawab cepat, takut kalau ron nyeletuk yang tidak-tidak. bukan saatnya untuk baku hantam dengan malfoy saat ini, terlalu banyak kebingungan. "selimutnya hanya satu, luna. tubuhnya atau kepalanya?"
"tubuhnya."
setelah selesai, harry menghampiri luna dan ron yang tentu saja lelaki itu menatap luna penuh pertanyaan. luna meringis, tidak tepat sebenarnya untuk menjelaskan apa statusnya dengan draco.
"jadi kau disekap bersamanya? hanya berdua? bloody hell"ron menggelengkan kepalanya, pusing. "tidak habis pi—HERMIONE!"
teriakan hermione membuat luna membeku. harry terperangah, dan ron yang sudah keringat dingin. atensi ketiganya jadi berpindah pada hermione yang terus menjerit. sesakit apa dia diatas sana? suara teriakannya melengking sekali sampai ke ruang paling bawah malfoy manor. terdengar sangat jelas.
"bagaimana ini?" tanya luna. ia benci suara teriakan kesakitan, amat sangat membenci itu. "hermione bisa mati, bellatrix orang gila. dia tidak akan segan untuk membunuh hermione."
ron mengangguk buram, "ya, bagaimana harry?"
harry mengusak kasar wajahnya. ia tersentak, diatas sana tadi dia melihat dobby... jika perkiraannya benar...
"DOBBY!" teriaknya tiba-tiba.
"ya, sir?"
luna melihat draco yang masih terpejam dengan kening berkerut. mereka punya kesempatan untuk bebas.
*
"ini ramuannya, berikan padanya."
luna mengangguk penuh syukur, "thankyou, fleur!"
setelah perdebatan panjang ron yang tidak sudi malfoy ikut dan luna yang tidak mau meninggalkan draco, akhirnya ron mengalah karena harry memukul kepalanya keras karena berdebat terlalu lama sementara hermione masih berteriak kesakitan diatas sana.
dobby membawa mereka kerumah kakak tertuanya ron, bill weasley. atas perintah ron tentu saja, ron mengobrol dengan bill di ruang tamu. harry sedang berduka bersama hermione sebab dobby terkena belati tajam milik bellatrix sesaat sebelum mereka ber-apprate. luna dan fleur ada di ruang tengah, fleur punya banyak persediaan ramuan dan memberikan luna ramuan pereda nyeri untuk draco.
"draco, ini ada ramuan pereda nyeri." luna menghampiri lelaki itu di kamar kosong lantai atas. "minumlah."
draco mengangguk, luna mendekat dan duduk di tepi kasur. draco masih setia berbaring, tubuhnya lelah. terkena cruciatus hampir setiap hari, siapa yang tidak akan lelah? rasa sakitnya berangsur memudar saat ramuan itu ia teguk.
"ini rumah siapa, lovegood?"
luna tersenyum, "rumah bill. anak sulung keluarga weasley, tadi istrinya bill yang memberikan ramuan itu. fleur, ingat? yang pernah datang ke hogwarts saat turnamen triwizard."
"fleur... delacour?" draco mengingat-ingat.
"betul, sekarang sudah weasley." kata luna, "aku tidak pernah menyangka bill akan berakhir dengan fleur. mengingat pada awalnya molly.. tak terlalu suka padanya." suaranya mengecil di akhir.
"molly?"
"ah, ibunya bill dan ron." luna merapikan selimut draco, dengan gerakan pasti ia menyapu dahi lelaki itu. mengelus pucuk kepalanya saat draco tidak menepis tangannya atau melakukan protes apapun. "aku dekat dengan ginny, jadi ya begitulah.. aku sering berkunjung kesana."
draco mengangguk, merasa nyaman dengan usapan lembut dari istrinya. "bagaimana mereka mendapatkan restu?"
luna tertawa. senang mendengar draco tertarik dengan ceritanya. gadis itu bergumam, mencoba mengingat-ingat apakah ginny pernah cerita soal yang satu ini.
"ah, itu!" seru luna. ia tertawa lagi, "molly pernah menyindir fleur yang tidak akan menerima bill yang saat ini punya cakar, kau lihat sendiri kan bagaimana wajahnya. demi merlin, dia weasley paling tampan! itu sebabnya ketika wajahnya tidak sempurna lagi, molly mulai meragukan fleur, tapi dia marah. dia bilang cintanya pada bill tidak hanya terletak pada ketampanannya, selain itu ada banyak hal yang fleur lakukan untuk menarik hati molly."
"hm? apa saja yang dia lakukan memangnya?"
luna berseru, "banyak!" ia melanjutkan, "nanti, kapan-kapan kita pergi ke the burrow. kau rasakan sendiri sensasinya."
"pasti akan seru." draco tersenyum menanggapi.
eh?
tunggu dulu. ini—
keduanya tersadar. luna membuang muka. sebentar... sebentar... apa yang baru saja ia katakan pada draco? mengajak lelaki itu berkunjung ke the burrow? APA KATA DUNIA?!! batin luna menjerit.
sementara draco juga tak jauh beda. ikut membuang muka meski lelaki itu tahu saat luna berbalik, luna juga akan melihat wajahnya.
wajahnya yang kini memerah dengan senyum tipis menawan.
"err.. draco, kau istirahat saja!" luna buru-buru berdiri, "kalau kau butuh sesuatu panggil saja aku."
selanjutnya ia keluar, bahkan sebelum sempat mendengar apa-apa lagi dari mulut suaminya.
draco tertawa kecil.
"ada-ada, saja."
*
KAMU SEDANG MEMBACA
Take a Chance with Me, Will You? ✔
Fanfictiondraco gagal menjalankan misinya, sebagai hukumannya dia harus menikahi luna lovegood. [karakter milik J.K Rowling]