[10] end

91 11 3
                                    

semua telah usai.

perang telah usai.

hogwarts hampir hancur, mungkin yang masih berdiri tegak hanya seperempat bangunan. bongkahan kerusakan membanjiri sekeliling gedung sekolah ini.

mayat-mayat pendosa milik pelahap maut bertebararan dengan mengerikan, beberapa diantara mereka bahkan berwajah gosong sehingga tak bisa dikenali, beberapa lagi hancur lebur menjadi abu; seperti voldemort.

sementara pihak cahaya—banyak diantara mereka yang selamat, baik dengan keadaan sadar sepenuhnya maupun lemah tak berdaya. namun, tak sedikit pula yang gugur, seperti cravey dan fred weasley. 

luna sedih dengan fakta itu.

ia semakin sedih saat netranya menemukan tubuh yang selama ini selalu mendekapnya penuh kehangatan, sedang terbujur kaku disana. luna jatuh terduduk. ia hanya mampu diam sebab otaknya masih menolak untuk merespon semua yang terjadi dengan tangisan.

"luna.."

sebuah suara lembut yang luna yakini adalah milik hermione tak mampu ia sahuti, tubuhnya dipeluk dengan sayang oleh gadis rambut coklat itu. namun rasa sayangnya tak sampai pada luna yang sedang berduka.

"luna.." hermione memanggilnya, lagi.

luna masih diam.

"luna, draco melakukan hal hebat. dia sangat hebat, lun." suara hermione bergetar hebat saat mengatakannya, "kau harus bangga padanya."

luna tahu itu. ia mendengar bagaimana di detik-detik terakhir suara merdu draco memenuhi indera pendengarannya, lelaki itu begitu bangga mengatakan bahwa dia bukanlah bagian dari pelahap maut. meskipun tanda sialan itu menjadi pemilik tetap lengan kirinya. 

ia melihat langsung bagaimana cahaya hijau itu menembus ke relung hati suaminya, luna melihat langsung bagaimana draco jatuh dan hilang kendali atas dirinya sendiri.

luna melihatnya.

tapi ia tak mampu untuk sekedar berteriak histeris. ia tak berdaya.

"tinggalkan aku sendiri, hermione." suara luna kecil mengatakan itu, jika hermione tidak memeluknya, bisa dijamin suara luna tak akan terdengar. "aku ingin berbicara padanya."

hermione tersenyum tipis, kemudian melepaskan pelukan dan menjauh dari posisi luna yang masih bersimpuh dihadapan draco yang memejamkan matanya dengan damai.

luna mengulurkan tangannya, mengambil tubuh draco dengan menyeretnya lembut untuk bersandar padanya. luna melihat wajah damai itu, wajah yang tak pernah draco tunjukan pada siapapun kecuali luna di beberapa waktu belakangan.

pada akhirnya draco memang melepas luna. pada akhirnya, rencana mengambil kesempatan bersama yang luna bicarakan—tidak pernah datang.

tidak pernah ada.

sedikit banyak, ia menyalahkan dirinya sendiri. bagaimana bisa ia begitu lancangnya mengajak draco untuk mencoba memulai semua ini disaat ada banyak ketakutan dari pemuda itu yang tertinggal di relung hatinya.

luna terlalu naif. ia melihat ketakutan draco, tapi ia menepis semua itu.

bahkan luna telah lancang membayangkan sebuah rumah tangga harmonis yang berisi canda tawa di dalam rumah mereka kelak.

lucu sekali.

"setidaknya kita menang." luna tersenyum, jari kecilnya membelai pipi dingin suaminya itu, "kau menang. kau tidak kalah, dray.."

sejujurnya ada banyak sekali hal yang ingin luna sampaikan. ada banyak hal yang ingin ia tuntut dari draco. lelaki itu belum puas memanggilnya princess, lelaki itu belum sempat memamerkan perpustakaan malfoy manor padanya, lelaki itu belum sempat mengenalkannya pada kawanan slytherinnya, lelaki itu belum sempat mengunjungi the burrow, lelaki itu belum sempat luna kenalkan pada hewan-hewan gaib yang menjadi temannya, lelaki itu belum sempat dengan benar berbaikan pada harry potter, lelaki itu belum sempat mengucap selamat tinggal padanya.

lelaki itu,

belum sempat tahu bahwa luna sedang hamil benihnya.

"bolehkah?"

"boleh apa, luna?" draco balas bertanya lembut.

"bolehkah kita bermimpi tentang ini?" setelah keduanya berhenti berciuman, mereka berbicara lagi. dengan menyatukan dahi seperti ini.

draco mengangguk, membuat kepala luna ikut merasakan pergerakan lelaki itu.

"dengar luna, meskipun pada awalnya aku menolakmu—aku cukup bersyukur dengan hukuman itu. atau aku akan gila karena membiarkanmu terus terkurung di ruang bawah tanah sendirian, dengan semua kenangan buruk itu. aku senang karena tak semuanya buruk, apa aku salah?"

"tidak sama sekali." luna tersenyum manis. amat manis. sepertinya ini senyum paling manis yang pernah draco lihat.

luna cantik hari ini.

"setelah ini selesai.." draco mengantung ucapannya. ia terkekeh saat binar polos luna menyapanya karena penasaran akan kalimatnya selanjutnya. "mari kita pindah, ke rumah yang baru. tanpa kenangan menyakitkan, diakhir pekan kita bisa mengunjungi the burrow dan mendengarkan mereka membagi cerita unik seperti yang biasa kau ceritakan. lalu.. mari kita punya anak."

"hum?"

"anak, luna." draco mengulang dengan gemas.

"b-berapa banyak..?" luna bertanya dengan malu-malu. ia ingin mengatakan hal yang disimpannya dengan rapat dua hari terakhir saat mengetahui keadaannya, namun sepertinya ini tidak tepat. setelah perang berakhir, "laki-laki atau.. perempuan?"

draco tertawa keras mendengarnya. demi merlin, ia kira hanya dirinya yang menginginkan buah hati. mengingat luna tak pernah membahasnya, draco ingin mengingat momen di menara astronomi ini dengan sebaik-baiknya.

" satu saja, lun. aku tidak ingin merepotkanmu jika kita punya banyak anak. dan dia, eum—laki-laki, keturunan malfoy.. biasanya laki-laki." katanya, wajahnya memerah membayangkan bongkahan kecil tampan berada dalam rengkuhannya yang nyaman. "tapi jika perempuan juga tak masalah."

"siapa namanya?"

"hm? scorpius malfoy untuk laki-laki, jika—"

"aku suka!" luna memotongnya.



luna menghela nafas dengan berat. ia bawa tangan pucat pasi itu ke perutnya yang masih rata. ia bantu tangan tak berdaya itu untuk mengelus perutnya dengan sayang.

"baby.. ini tangan ayahmu.." bisiknya bergetar, "dan draco.. ini scorpius, anak kita."

tak peduli bayi itu laki-laki atau perempuan, luna akan menamainya dengan nama yang telah dipilihkan draco.

"draco, meskipun tak abadi.. terimakasih karena kau pernah ada. dilain waktu, bolehkah kita mengambil kesempatan itu lagi?" bisiknya kembali, "take a chance with me, will you?"

meskipun hanya hening yang menyapa, diam-diam luna berharap draco yang entah dimana jiwanya berada, memberinya jawaban positif.




















































"i'll, luna."

tak ada yang tahu, draco mendengar semua kesedihannya.


fin.


**

note:

mau bonchap ngga?

Take a Chance with Me, Will You? ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang