Bian bukan orang yang akan tertarik mengurusi kehidupan orang lain. Waktunya terlalu sedikit untuk hal-hal sepele seperti itu, dan di jam makan siang seperti ini yang bisa dia nikmati sendiri di Restoran favoritnya tidak bisa dibayar dengan apapun. dia jarang mendapatkan waktu untuk dirinya sendiri, apalagi dia punya tunangan yang tidak keberatan mengganggunya setiap hari.
Tapi suara pada bilik disamping biliknya membuat dirinya risau, tak mampu menghiraukan suara itu. sesuatu telah terjadi, sesuatu yang buruk, menurutnya. Dan jiwa laki-lakinya muncul begitu saja. Keluar dari biliknya, dan membuka bilik tepat di samping biliknya. Hah, mungkin suatu saat Bian akan mengutuk kelakuan heroiknya ini.
Wanita itu tersudut di dinding, dengan seorang pria yang menurut Bian tak lebih tua darinya mencoba menghimpit tubuh molek itu. wanita itu tertunduk saat menatap wajahnya, Bian tak tahu kenapa, yang pasti Bian tahu wanita itu tak baik-baik saja dengan air mata mengalir di pipinya. Hah,
"lepaskan dia !", ada gunanya juga sikapnya selalu mampu menumbuhkan ketakutan di diri orang lain. Pria yang menghimpit tubuh wanita itu menjauhkan dirinya, tapi menatap Bian dengan sorot yang entahlah, mungkin mencoba menyelamatkan harga dirinya daripada langsung kabur meninggalkan bilik ini.
"jangan ikut campur, bung !", bahkan suara laki-laki itu terdengar tak yakin dengan gertakannya.
Sayangnya Bian memang tidak suka berkelahi apalagi sampai menunjukkan keahliannya di dalam restoran yang akan mengundang perhatian orang lain. Hah, sekarang saja dia sudah menjadi perhatian orang-orang yang tak malu-malu melongokkan kepalanya mencari sumber suasana tak lazim ada di restoran seperti seharusnya.
Bian hanya mendesis sinis. Tatapannya kemudian menunduk pada wanita yang masih menundukkan kepalanya di sudut ruangan. "keluarlah dari sini", suara Bian berubah rendah. Dengan menekan jauh-jauh rasa tak sabar dia menunggu wanita itu keluar dari bilik. Dan see, laki-laki yang mencoba berbuat senonoh itu tak menyergah sama sekali. Membiarkan wanita yang coba dia lecehkan pergi begitu saja.
Keluar dari bilik itu sang wanita hanya tertunduk. Sementara Bian membalikkan tubuhnya untuk kembali biliknya sendiri. Makanannya masih utuh, dan selera makannya sudah hilang.
"Mas Farrel, jemput Neva sekarang ya ?"
Bian masih bisa mendengar ucapan sang wanita yang baru saja dia selamatkan tadi bersama dengan isakannya. Neva. Mantan istrinya.
Beberapa detik kemudian, wajah itu hadir dihadapannya, walaupun hanya di pintu bilik. Mata itu menatapnya penuh terimakasih, "Makasih, Mas. Sudah bantuin Neva", ucapnya yang tidak perlu Bian nilai ketulusannya.
Dan hanya Hem, yang keluar dari mulutnya. Tak berbicara apapun lagi sampai Neva meninggalkannya.
***
Farrel terlihat marah saat turun dari mobilnya. Setelah dengan tegas menyuruh adiknya yang masih terlihat shock karena kejadian yang luput dari perhatiannya untuk tidak turun dari mobil saat dia ingin membuat perhitungan dengan orang yang telah menjerumuskan adiknya. Bergegas dia masuk kedalam rumah tanpa mengindahkan adab bertamu. Persetan. Sekalipun rumah ini adalah sarang mafia dia tidak akan gentar jika hal itu sudah menyangkut adiknya. Adik yang dia jaga sepenuh hati sejak kecil. Melebihi kasih yang mampu orang tuanya berikan. Farrel menyediakan semua cinta yang adiknya butuhkan sejak dia tahu adiknya tidak diterima di keluarganya, dari sekumpulan orang-orang yang menyimpan begitu besar iri dan dengki dihati mereka,
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Don't You Love Me
RomanceSebelum dicampakkan lebih baik aku menyerahkan ? Cinta tak bisa memaksa, cinta tak bisa berjalin sepihak. Aku tidak bisa memaksakan tempat yang bukan untukku. Ibarat sebuah rumah kosong yang ku sewa. Aku tinggal disana tanpa kepemilikan. Dan saat pe...