"Jadi dia mengusirmu ? Berani-beraninya anak sialan itu !" Suara menggelegar Mama ampuh membuat Neva yang masih terkantuk-kantuk karena kedatangan sang Mama yang terlalu pagi melek seketika. Padahal tadinya dia sudah mencoba-coba posisi yang nyaman untuk melanjutkan tidurnya diatas sofa dan membiarkan Mama dengan unek-uneknya yang takkan ada habis-habisnya akan perkara tadi malam.
"Kamu pun kenapa jadi perempuan lemahnya kebangetan. Mereka itu nggak bisa dibiarin"
Selalu begini, pada akhirnya Neva-lah yang akan menjadi kambing hitam.
"Ma, mereka keluarga kita. Apa pantas memusuhi mereka ?", tanyanya.
"Sama Mama kamu aja cuek begitu, kenapa jadi sok perhatian sama mereka", Mama pun menyindir akan sikapnya.
"Aku nggak perhatian sama mereka. Tapi aku nggak mau terus-terusan cekcok sama mereka. Udah itu aja"
"Iya, terus kamu diinjak-injak terus sama mereka"
"Neva nggak merasa terinjak, Ma"
"Terus apa maksudnya kamu diam aja waktu mereka mengataimu macam-macam"
"Neva nggak mau ngelawan. Entar mereka juga capek sendiri. Lagipula selama ini mereka nggak pernah merugikan diri Neva"
"Iya, tapi bikin kamu cerai sama Bian"
Lama Neva terdiam karena ucapan Mamanya. Sesak itu datang lagi. Apalagi mengingat fakta masa lalu yang membuat dia terikat pada Bian kemudian terlepas lagi.
"Kalau Mama nggak ngejodohin aku sama Mas Bian, mana mungkin aku bisa nikah sama Mas Bian, padahal Mama tahu Mas Bian itu pacarnya Mbak Sasha. Bukan salah mereka kalau aku sama Mas Bian cerai. Karena kami emang nggak jodoh", ucapnya pelan, dan menghayati betapa pedihnya mengatakan hal itu. Teringat akan kenyataan bahwa Bian tak pernah berniat menikahinya, tapi kemudian Sasha mendapat tawaran go internasional dan meninggalkan Bian. Terus Mama memanfaatkan keadaan itu untuk membujuk keluarga Bian menjodohkannya dengan Bian. Jika tidak begitu takkan ada pernikahan.
"Ujung-ujungnya kamu nyalahin Mama. Padahal itu semua Mama lakukan karena Mama tahu kamu cinta sama Bian"
Neva menatap Mamanya dengan tatapan muram. "Makasih, Ma. Neva tahu. Dan Neva bahagia udah dapat kesempatan memperjuangkan cinta Neva"
Di dengarnya helaan napas Mama yang mengakhiri debat mereka. "Kamu nggak usah balik ke Paris lagi. Disanapun kamu nggak dapat laki-laki buat dijadiin menantu Mama"
Kali ini Neva yang menghela napas. Rupanya belum berakhir.
"Neva belum mau nikah Ma".
"Terus kapan mau nikah ? Sampai Sasha udah punya anak 3 ?", hardik Mama kesal. "Banyak yang mau sama kamu. Kalau kamu memang mau berkarier cari laki-laki yang nggak bakal nentang karier kamu"
"Bukan masalah karier, Ma. Neva masih belum siap gagal lagi"
"kenapa ? Pernikahan itu kalau saling cinta dan nggak ada yang selingkuh nggak akan gagal, Neva. Kamu tinggal cari laki-laki yang cinta mati sama kamu"
"Neva belum bisa mencintai orang lain"
Mama mendesah. "Bian terus yang kamu fikirin. Sementara dia nggak pernah mikirin kamu"
Ngena, pernyataan Mama sungguh mengena dihati Neva. Menyayatnya kecil-kecil. Menyakitkan. Karena sebuah kenyataan tak sesuai keinginan.
***
Pratama sudah berada di Cafe tempatnya berjanji untuk bertemu dengan Neva, sebenarnya tidak hanya Neva tapi juga Lilian. Dan seperti dulu, selalu dialah yang pertama datang, mengingat dua sahabatnya yang punya kecenderungan jam karet. Mengingat hal ini, Pratama merasakan dadanya menghangat. Moment-moment yang nyaris hilang tak berbekas setelah dia dan sahabat-sahabatnya lulus kuliah kembali lagi. Lilian sudah menikah, dengan suami yang cukup mencemburui Pratama. Neva berada di luar negeri sejak bercerai dari suaminya. Mereka meninggalkan Pratama sendiri, dengan pertemuan mungkin beberapa bulan sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Don't You Love Me
RomanceSebelum dicampakkan lebih baik aku menyerahkan ? Cinta tak bisa memaksa, cinta tak bisa berjalin sepihak. Aku tidak bisa memaksakan tempat yang bukan untukku. Ibarat sebuah rumah kosong yang ku sewa. Aku tinggal disana tanpa kepemilikan. Dan saat pe...