Obfuscate 〜 07

467 72 42
                                    

- ʜᴀᴘᴘʏ ʀᴇᴀᴅɪɴɢ -

Terkadang hati kita sendiri, kita tak bisa menebak kemana dia berlari.

- ᴏʙꜰᴜꜱᴄᴀᴛᴇ -

Carvon menghela napasnya begitu dosen keluar dari ruangan. Cowok itu membereskan meja, sebelum kemudian beranjak bangkit. Langkah kakinya membawa ke arah parkiran kampus.

Telihat parkiran tak terlalu ramai, hanya terlihat beberapa anak yang berkumpul di beberapa titik, salah satunya adalah teman-temannya.

"Baru kelar?"

Pertanyaan itu yang pertama Carvon terima begitu mendekat. Cowok itu lantas berujar, "ya."

Manik biru Carvon bergulir pada Cavella yang duduk di atas kap mobilnya. Gadis itu terlihat asik bermain ponsel seraya memakan es krim di tangannya.

Mungkin merasa ditatap, Cavella mendongakkan tatapannya yang seketika membuatnya bersitatap dengan Carvon. Gadis itu lantas mengulum senyum cerahnya.

"Udah selesai?" tanya Cavella.

Carvon mengangguk. Cowok itu mengulurkan tangannya, mengusap lelehan es krim di sudut bibir gadis itu. "Bocah."

Cavella hanya tersenyum konyol. Gadis itu menyodorkan es krimnya pada Carvon. "Mau? Manis loh," ujar gadis itu.

Carvon menggelengkan kepalanya. "Habisin." Cowok itu lalu menatap teman-temannya yang sibuk ngumpati satu sama lain. Vino yang kesabaran setipis tisu dihadapkan pada Deon yang suka mencari masalah.

"Anjing!" umpat Baron begitu kakinya tak sengaja diinjak oleh Deon. "Bocah goblok. Sakit, anying."

Deon meringis. "Vino tuh!" Alih-alih meminta maaf, ia justru menyalahkan Vino, membuat Vino mengumpat kasar seraya kakinya bergerak menendang kaki Deon.

Deon yang mendapat tendangan itu meringis. "Sakit, Anjir." Cowok itu mengelus kakinya dengan bibir yang terlihat mencebik.

Baron tertawa melihat itu. Apalagi saat melihat Elva yang memukul bibir Deon yang mengerucut hingga menimbulkan suara yang tak pelan. Sudah ia tebak, pasti itu sakit.

Carvon mendengkus pelan. Cowok itu menaikkan alisnya. "Rangga gak ke sini?"

"Rangga? Udah balik duluan, Thera ngajak beli kue katanya. Biasa ngidam," ujar Baron menjelaskan.

"Asu, jadi inget." Vino mendengkus mengingat malam di mana mereka harus menuruti keinginan Thera. Keinginan yang mau tak mau harus mereka turuti.

Baron yang paham maksud Vino seketika tertawa. "Anjing, nasi goreng kebelet kawin."

"Deon, anjir. Goblok bener," kesal Vino. Cowok itu memang tak bisa masak, tapi rasanya ia tak akan memberi garam empat sendok makan hanya untuk sepiring nasi goreng.

Deon melipat bibirnya ke dalam. "Gue kira gak bakal asin kek gitu," cicit cowok itu.

Vino yang mendengar itu mendelik. Gak bakal asin katanya? "Gak bakal asin bapak kau kayang!"

"Bapak gue kayang yang ada encok," sahut Deon lempeng.

Vino berdecak mendengarnya. "Ra ngurus wes," ujar cowok itu yang membuat Deon spontan "hah?".

Baron tertawa pelan. "Gak ngerti lagi." Cowok itu menggelengkan kepalanya.

"Gak ngerti lagi," ulang Carvon. "Termasuk sama goreng telur bareng cangkangnya," lanjut cowok itu yang seketika membuat Vino mengumpat.

𝐎𝐁𝐅𝐔𝐒𝐂𝐀𝐓𝐄 : 2CTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang