Rumah

10 14 16
                                    

Rumah? Tempat untuk pulang dan mendapatkan kasih sayang dari keluarga, itulah penggambaran rumah bagi Rangga selama ini. Sayangnya itu semua hanya penggambaran tentang angan yang hanya bisa menjadi impian dalam harapannya, sebuah keluarga yang adil kepada setiap anak anaknya, keluarga yang bisa menerima kekurangan dan kelebihan anaknya tanpa membandingkan dengan orang lain juga saudara saudaranya, bukan bermaksud untuk bersikap egois dengan meminta seluruh perhatian hanya untuknya. Rangga hanya ingin orangtuanya memberikan kasih sayang yang sama seperti kakak dan adiknya, sedari kecil Rangga mencoba untuk menjadi terbaik bahkan jauh melampaui kemampuan saudara saudaranya hanya untuk mendapatkan pengakuan dari orangtuanya. Tetapi mau sebanyak apapun dia berusaha tetap saja tidak merubah apapun, bagi kedua orangtuanya masih terlihat sama karena belum bisa melebihi sang kakak yang selalu mendapatkan nilai terbaik di setiap bidangnya.

Rangga hanya seorang anak yang juga ingin mendapatkan kasih sayang dari orangtuanya, kasih sayang sama besarnya seperti kakak dan adiknya. Mungkin terdengar egois saat Rangga meminta untuk lebih di perhatikan oleh orangtuanya melebihi saudara saudaranya yang lain, bukankah wajar saat seseorang anak ingin di perhatikan oleh orangtuanya sendiri? Di saat kecil Rangga lebih banyak di titipkan kepada kakek neneknya, dengan alasan ada kakak nya yang menemani di sana. Tumbuh di bawah asuhan kakek nenek nya terkadang membuat Rangga iri saat melihat teman, tetangga, atau saudaranya sendiri bersama keluarga mereka seperti keluarga sempurna tanpa masalah yang selalu menghabiskan waktu bersama di setiap waktunya. Hingga Rangga tumbuh dewasa selalu sama yang di rasakannya, merasa masih menjadi tidak terlihat bahkan lebih terabaikan dari sebelumnya, baginya rumah hanya tempatnya untuk tidur beristirahat sesaat di saat orang lain menganggap rumah sebagai tempat pulang yang hangat dengan kasih sayang keluarga.

Rumah bagai sangkar emas dan Rangga yang menjadi merpati di dalamnya, seorang anak abdi Negara yang keras dalam pendidikan nya tidak memandang laki laki atau perempuan karena semua di anggap sama. Tapi Rangga bersyukur dengan didikan keras sang ayah yang bisa membuat nya kuat bertahan sampai saat ini dengan keadaannya, Rangga tidak lagi merasa lemah dan sendirian karena ada Arsean yang menjadi sahabat terbaiknya sejak SMP. Rangga bukanlah anak extrovert yang mudah untuk berteman dengan orang lain, memiliki teman dekat baru di rasakan nya saat di bangku SMP. Arsean yang menjadi teman sebangkunya juga butuh waktu untuk bisa dekat dengan Rangga, usaha tidak pernah mengkhianati hasil ternyata benar.

Berawal dari taruhan dalam permainan basket akhirnya mereka bisa menjadi sahabat sampai saat ini, Rangga mulai terbuka dan mendapatkan teman lainnya berkat bantuan Arsean. Rangga masih ada di lapangan basket sekolah dengan memainkan bola basket di tangannya sebelum melakukan shoot yang sudah pasti masuk ke dalam ring, dengan seragam basah terkena keringat dan nafas pendek Rangga duduk kelelahan di tengah lapangan yang sepi. Karena terlalu kelelahan dia tidur di tengan lapangan basket dengan tangan kanan menjadi bantal nya, pandangan nya memandang jauh ke arah langit jingga sore hari yang indah, Sampai wajah sahabatnya muncul mengagetkannya. Rangga yang terkejut langsung duduk membuat kepalanya tidak sengaja menghantam hidung Arsean , posisi Arsean berdiri tepat di atas Rangga dengan kepala menunduk di atas wajah Rangga.

"anjing lo semut rang rang! hidung gue sakit nih" masih dengan memegangi batangan hidungnya yang terasa berdenyut sakit, Arsean duduk di sebelah sahabat nya dengan berbagai kata kata mutiara yang keluar dari mulutnya

"elah lebay amat, biasanya juga gue aniaya pake kamus 3 bahasa selow lo" Rangga terkekeh pelan melihat sahabat kesakitan karena kecerobohannya

"anak setan lo, tapi tumben lo masih ada di sekolah jam segini? Biasanya udah balik lo"

"lagi males jalan gue, lo kan sahabat sehidup semati gue dari zaman purba nih, gendong gue dong sampe rumah" dengan wajah polos tanpa dosa Rangga menatap Arsean yang langsung di hadiahi pukulan penuh cinta di kepalanya

"anjing sakit goblok" umpat Rangga kepada Arsean dan berakhir dengan mereka yang tertawa bersama

"udahlah ga akan selesai kalo nanya lo yang lagi mode sengklek begini" ucapan Arsean hanya di balas Rangga dengan senyum jenaka

"ga kerasa ya Sean, kita udah sahabatan dari SMP sampai SMA tingkat akhir ini, gue gatau gimana nasib gue kalo ga temenan ama lo sekarang. Lihat gue sekarang, gue bisa punya temen, bisa jadi tim inti basket, dan dapet beasiswa karena lo sahabat gue yang selalu support gue. Gue gabisa bayangin nanti kalau kita udah lulus gimana? Lo bakal jadi temen gue atau malah lo lupain gue dengan temen temen baru lo" Rangga berkata tulus dengan wajah tersenyum memandang langit jingga tanpa awan yang indah

"lo ngomong apaan? Lagi gelantur? Gue mukul lo ga kenceng kok, ya kali lo sampe gegar otak Rang"

"gue serius Arsean, kayanya gue ga akan ambil beasiswa itu. Gue bakal ikutin kemauan orangtua gue buat daftar jadi tentara, percuma juga kan gue kuliah kalo ga ada restu mereka buat gue" Arsean bisa mendengar keseriusan sang sahabat dalam ucapannya

"Rang lo masih inget kan apa kata gue? Lo udah sejauh ini buat dapetin beasiswa ini, lo udah dapetin itu sekarang, harusnya lo bisa yakinin dan buktiin itu ke orangtua lo" hanya sebuah tawa pelan yang bisa di berikan oleh Rangga sebagai jawabannya

"gue pengen egois lagi tapi gue gabisa Sean, ade gue lebih butuh buat masa depannya. Kalo gue berhasil jadi tentara nanti gue bisa bantuin orangtua gue, ya meskipun pangkat gue rendah dan gaji gue ga seberapa kan masih bisa bantuin mereka. Udah cukup gue egois sekarang dengan pengen mereka lebih merhatiin gue daripada saudara gue lainnya, abang gue udah nikah dan tinggal gue harapan mereka. Jadi gue akan ambil jalan yang udah di pilihin orangtua gue, gue yakin itu jalan terbaik juga buat gue" tanpa beban dan penyesalan, Rangga mengeluarkan kalimat itu dengan senyuman tulus

"udahlah cape gue ngomong sama orang keras kepala kek lo, ayo balik keburu pak kumis tutup itu gerbang depan"

Arsean bangun dari duduknya dengan menarik tangan Rangga sampai ikut berdiri, Rangga hanya pasrah saat sahabatnya mulai cerewet seperti ini. Rangga paham maksud sahabatnya dengan baik tapi jika dia melakukannya, bukankah akan terlihat sangat egois? Prinsipnya jika dia tidak bisa menjalani kehidupannya sesuai degan apa yang dia inginkan, maka adiknya harus bisa bebas menjalani kehidupan dengan jalan pilihannya sendiri. Arsean berjalan lebih dulu di lorong utama sekolah meninggalkan Rangga yang hanya diam melihat sahabatnya pergi dengan sebuah senyum tulus Rangga berikan untuk sahabatnya, melihat Arsean yang hampir jauh membuat Rangga mengambis tas dan bola basketnya dan berlari kearah Arsan. Rangga merangkul pundak Arsean yang di balas tatapan datar, biarlah masa depan nanti persahabatan mereka menjadi kenangan indah yang akan selalu di ingatnya, tetapi 1 hal yang pasti persahabatan mereka akan selalu Rangga ingat hingga tubuhnya masuk dalam tanah nanti.

........

AccismusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang