Sebangku

10 12 20
                                    

Bunga menghela nafas dalam saat memasuki sekolah karena mulai hari ini akan duduk dengan Rangga yang dia panggil dengan sebutan ‘cowo alay’ di bangku belakang dekat jendela, dari kertas yang di berikan Arsean kemarin Bunga hari ini tidak memakai parfum favoritnya dan lebih memilih menggunakan parfum lain dengan aroma buah yang segar. Bukan karena sesuatu yang penting sebenarnya, Bunga hanya menghindari membuat masalah di sekolah barunya ini, apalagi sampai masuk ke dalam ruang Bk hanya karena aroma parfumnya. Sebenarnya waktu masih terlalu pagi untuk berangkat sekolah, jika saja kakak tersayangnya tidak buru buru berangkat ke kampus pasti sekarang Bunga masih bisa menikmati sarapannya dengan tenang. Saat memasuki kelas Bunga menatap heran ke arah bangkunya, ternyata Rangga sudah ada di sekolah bahkan sekarang dia sedang tertidur di bangkunya dengan telinga yang terpasang headset di ke 2 sisinya.

Baru saja duduk di sebelah Rangga, Bunga terkejut karena Rangga tiba tiba membuka matanya dan menatap nya tanpa ekspresi. Rangga sedikit menguap dan meregangkan tubuhnya sebelum bangun dan keluar kelas, Bunga hanya menatap Rangga yang pergi keluar kelas begitu saja. Tatapan Bunga fokus kearah buku Rangga yang tebuka di atas meja, di buku itu tergambar dengan jelas 2 tempat lengkap ada nama Malioboro, Yogyakarta, dan Braga, Bandung di bawah gambarannya. Tidak lama Rangga kembali ke kelas dengan wajah yang lebih segar, setelah duduk Rangga menatap buku nya yang terbuka dan Bunga bergantian, seperti memikirkan sesuatu hingga akhirnya mata Rangga melotot dan menatap Bunga yang ada di sebelahnya.

“lo cewe bunga kemaren kan?! Kok lo di sini? Kan yang duduk sebelah gue si Sean?” Tanya Rangga dengan ekspresi yang di lebih lebihkan, Bunga hanya menatap malas sebelum menjawab pertanyaan Rangga.

“jadi cowo alay banget sih lo, dan lagi gue bukan cewe bunga tapi emang nama gue Bunga. Paham lo cowo alay.” oke sepertinya Bunga harus bisa bersabar lagi menghadapi ‘cowo alay’ di sebelahnya ini.

“apa? Cowo alay? Mau marah tapi emang gue alay, gimana dong. Eh kok gue malah introspeksi diri, lo juga belum jawab pertanyaan gue ya, jawab dulu.”

“lo ga denger apa kata guru kemarin? Gue duduk sebangku sama lo, Cuma karena kemaren alergi lo kambuh jadi gue duduk di depan tapi balik lagi hari ini.” penjelasan yang singkat dan jelas dari Bunga.

Rangga hanya mengangguk paham dan memilih untuk melanjutkan sketsa gambar di bukunya, Bunga hanya melihat sekilas sebelum mengambil novel yang dia bawa dari rumah. Saat Bunga fokus membaca tiba tiba Rangga memberikan sebungkus roti di meja nya, Bunga menghentikan bacaannya dan menutup novel sebelum menatap Rangga meminta penjelasan. Tidak ada penjelasan sama sekali dari Rangga, membuat Bunga menatap teman sebangkunya itu dengan kesal. Ini masih pagi dan ‘cowo alay’ yang jadi teman sebangkunya sudah membuat dia kesal untuk ke 2 kalinya, merasa di perhatikan sesorang membuat Rangga tidak nyaman dan menyelesaikan kegiatannya sebelum kembali menghadap ke arah sampingnya lagi dengan wajah bertanya.

“maksud lo kasih gue roti buat apaan?” tanya Bunga langsung saat melihat Rangga yang melihat ke arahnya.

“buat lo makan lah, lagian ini masih terlalu pagi buat ke sekolah tapi lo udah berangkat. Pasti lo belum sarapan kan? Yaudah gue kasih roti, tenang gue tadi beli 5 bungkus di kantin. Dan lagi kita belum kenalan secara langsung kan, jadi kenalin gue Rangga Putra Aditya biasa di panggil Rangga. Inget nama gue Rangga bukan cowo alay meskipun kelakuan gue emang alay sih.” Rangga mengulurkan tangan kanannya ke arah Bunga.

“Bunga Ayu Amanshita, lo bisa panggil gue Bunga. Jadi lo juga berhenti mmanggil gue cewe bunga.” Bunga membalas jabatan tangan Rangga sebagai perkenalan mereka.

“novel yang lo baca bukannya udah ada seri  ke 2 ya? Kenapa lo masih baru baca yang pertama?” lanjut Rangga dengan kembali fokus ke sketsa gambar di bukunya.

“lo tau soal novel ini? Lo baca juga?” Bunga bertanya penasaran yang hanya di balas anggukan , karena sepengetahuannya jarang ada cowo yang mau baca novel fiksi romance seperti ini.

“lo suka novel fiksi genre romance?” yang balas gelengan kepala Rangga.

“jawab Rang, gue pengen tau asli. Karena baru kali ini gue ketemu sama cowo yang baca novel fiksi genre romance kek gini.” Tanya Bunga yang begitu tertarik dengan pembahasan mereka.

“gue emang baca novel itu. Karena gue suka bagian sedihnya, gue ga akan baca itu kalau ga ada trust issue, mental illness, atau permasalahan kompleks lainnya.” Jawaban Rangga membuat Bunga yang tadi semangat bertanya menjadi diam.

“m… sorry, pasti ada story lo tersendiri yang berhubungan dengan genre yang lo suka.” Sungguh sekarang Bunga merasa tidak enak membahas isi novel yang di bacanya kepada Rangga.

“biasa aja kali, gue suka sama genre yang gue sebut tadi karena lebih bisa masuk ke nalar gue aja. Lagian tokoh utama di novel yang lo baca bego sih, udah tau cewe yang dia suka belum selesai sama masalalunya tapi effort dia besar banget buat itu cewe. Ya meskipun akhirnya tu cowo pinter dikit dengan ngelepasin si cewe buat masalalunya dan berakhir si cewe balik lagi ke dia karena sadar kalau rumah yang sebenarnya ada di tokoh utama”

“iya sih, eh tunggu… RANGGA NYEBELIN! KENAPA LO MALAH SPOILER SIH, GUE BELOM SELESAI BACA INI NOVEL.” Buku novel bacaannya yang cukup tebal, Bunga pukulkan beberapa kali kea rah tangan dan punggung Rangga.

Suara Rangga meminta Bunga berhenti, dengan wajah di tekuk dan bibir yang mengeluarkan umpatan untuk teman sebangkunya, Bunga meletakkan novel nya di atas meja dengan sedikit kasar. membuka bungkus roti dari Rangga dan memakannya dengan tatapan mata yang masih memandang Rangga di sebelah nya dengan sinis.  Memilih untuk tidak mengganggu Bunga yang sudah terlihat menyeramkan menurut Rangga, tetapi Rangga juga bingung karena tadi yang mengajaknya untuk membahas isi novel tadi Bunga sendiri. Kenapa sekarang marah saat Rangga menjelaskan ending dari novel tadi? Darimana salahnya? Memang perempuan susah di tebak, sejak awal mereka bertengkar sudah ada seseorang di balik tembok dekat pintu masuk kelas yang melihat interaksi mereka.

Merasa heran saat melihat mereka sedekat itu layaknya seorang teman yang sudah kenal lama, apa yang dia lewatkan? Kemarin juga mereka masih seperti orang asing, kenapa sekarang terlihat seperti teman dekat? Tidak ingin berfikiran buruk dan lebih memilih untuk tidak menghiraukan rasa penasarannya berakhir dengan memilih segera masuk dalam kelas.

.........

AccismusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang