Janji

2 0 0
                                    

Berangkat sekolah menggunakan sepeda menjadi pilihan Rangga sekarang karena lebih cepat dan bisa lebih mudah melewati gang gang sempit jika ada kemacetan, Dani adik Rangga memaksa untuk berangkat bersamanya meskipun sudah di arang keras oleh orangtua mereka. Dani menolak untuk sarapan bahkan berbicara dengan orangtua mereka jika masih tidak memperbolehkannya untuk berangkat dengan kakaknya, dengan sedikit ancaman dan rengekan dari Dani akhirnya orangtua mereka memperbolehkan Dani berangkat di antar Rangga menggunakan sepeda dengan di ikuti sang ayah memakai motor dari belakang sampai di sekolahnya nanti. Dani berdiri dengan kaki yang bertumpu pada besi yang Rangga pasang di kanan kiri ban belakangnya dengan tangan yang berpegangan di bahu Rangga, sepanjang perjalanan Dani tidak ada berhenti bercerita membuat Rangga tersenyum karena gemas dengan tingkah adiknya yang seperti anak TK padahal sekarang sudah kelas 1 SMP. Rangga bersyukur masih bisa mengantarkan adiknya untuk bersekolah meskipun harus mendapatkan makian dan ancaman dari orangtuanya terlebih dahulu, Rangga memarkirkan sepeda nya tepat saat sampai di pintu gerbang sekolah Dani dan membantu adiknya untuk turun.

"sekolah yang bener kamu ya, biar bisa jadi tentara kaya bapak," Rangga memasangkan topi dan dasi Dani yang berantakan terkena angin tadi.

"pasti dong, lihat aja nanti Dani pasti bisa jadi tentara kaya bapak dan bang Wafri terus Dani bisa lebih tinggi dari mas Rangga juga," ucap Dani sambil menjulrkan lidahnya untuk mengejek Rangga.

"udah sana masuk, mas juga mau lanjut ke sekolah nih. Nanti mas telat lagi ke sekolahnya karena nungguin kamu masuk kelas doang"

"iya iya mas cerewet, dani masuk dulu ya. Jangan lupa jemput Dani ya nanti, harus bisa pokoknya. Dani tungguin mas Rangga sampai jemput Dani pulang, ayo janji sama Dani," Dani mengulurkan jari kelingkingnya kearah Rangga.

"janji" Rangga menautkan kelingking mereka dan tersenyum tulus kearah Dani.

Dengan senyuman bahagia Dani masuk ke dalam sekolahnya dengan tangan yang melambai kearah Rangga, setelah benar benar meihat Dani masuk ke dalam sekolahnya, rangga menoleh kearah ayahnya di belakang lalu menunduk sebentar untuk berpamitan berangkat sekolah meskipun hanya di balas tatapan datar dan melanjutkan untuk berangkat ke sekolahnya sendiri.

.................

Khawatir itulah yang di rasakan Rangga sekarang, tiba tiba mendapat panggilan dari nomor sang adik dan pemberitahuan jika adiknya terlibat dalam kecelakaan motor di jalan pulang. Sean mengantarkan sahabatnya ke puskesmas tempat adiknya di rawat, sampai di parkiran puskesmas Rangga langsung loncat turun dari motor Sean yang belum sempat di matikan. Masuk ke dalam puskesmas dan bertanya kearah resepsionis dimana ruang rawat adiknya, sampai di lorong rawat adiknya Rangga sudah melihat ada ke 2 orangtuanya di depan ruang rawat Dani adik nya. Menatap sinis Rangga yang baru datang dengan nafas tak beraturan dan pakaian yang berantakan, Rangga mendekat kearah orangtuanya dan langsung mendapatkan pukulan di kepala serta tamparan yang cukup kencang sampai ujung bibirnya sobek mengeluarkan sedikit darah.

Hanya diam yang dilakukan ayah nya, membiarkan sang istri memukul dan meluapkan kemarahannya pada anak tengah mereka. Sudah terbiasa mendapatkan hal seperti ini dari orangtuanya sejak kecil sampai sekarang, hanya bisa diam dengan menahan tangis yang dilakukan Rangga. Membiarkan sang ibu untuk meluapkan segala amarahnya tanpa bantahan sedikit pun, puas mengeluarkan semua emosi dan amarahnya sang ibu enggan menatap Rangga dan masuk ke dalam ruang rawat Dani. Menatap sekilas sang ayah yang memperlihatkan tatapan sinis dengan wajah yang dingin menatapnya tanpa melakukan apapun sebelum masuk ke dalam ruang rawat anak bungsunya meninggalkannya berdiri di lorong puskesmas. Sean melihat semuanya dan tidak menyangka perlakuan orangtua sahabatnya yang melakukan kekerasan pada Rangga di tempat umum seperti ini, bukan 1 atau 2 kali Sean melihat sang sahabat terluka atau di sakiti orangtuanya sendiri tapi semua yang dia lihat di lakukan di dalam rumahmereka bukan di tempat umum seperti Ini.

Menghampiri sahabat yang hanya terdiam menundukkan kepalanya tanpa berniat untuk masuk ke dalam ruang rawat adiknya, Sean menyentuh pundak Rangga yang membuat sahabatnya itu menatap ke arahnya. Melihat wajah keruh itu membuat nya hanya menghela nafas kecil dan menarik paksa tangannya ke klinik di pintu masuk mereka tadi, tidak menghiraukan bagaimana sahabatnya yang menolak karena belum melihat adiknya. Dengan sedikit drama tarik menarik akhirnya dengan terpaksa Rangga mau di obati karena ancaman dari sahabatnya itu, keluar dari klini dan duduk di ruang tunggu dengan menyandarkan punggung di tembok dengan mata terpejam. Sean melihat gurat lelah di wajah Rangga dengan sangat jelas, lelah fisik atau batin terlihat sama dimatanya mengingat bagaimana perlakuan orangtua sahabatnya tadi dan beberapa waktu lalu.

"lo kok di sini? Lo tadi bilang sama gue mau lihat keadaan si Dani," pertanyaan Sean hanya dibalas Senyum paksa tanpa jawaban

"jawab lah, gue mana paham kalau lo udh nunjukin sikap joker begini"

"kata mama gue gaboleh ketemu atau dekat dekat Dani lagi, gue gamau buat mereka makin benci sama gue Sean. Gue masih bisa kok jagain Dani dari jauh meskipun ga deket sama dia," Rangga menjawab masih dengan mata yang terpejam

"Rang tapi lo ga salah, ini emang kecelakaan yang gabisa di hindarin ade lo. Ga etis kalo di sini lo yang di salahin padahal lo sendiri juga sibuk." benar benar tidak habis fikir dengan pemikiran sahabatnya yang sangat pasrah dengan perlakuan keluarganya

"gue janji mau jemput Dani tadi, mangkanya dia nungguin gue tapi gue malah lupa dan lihatin lo latih anak anak lomba tadi"

"lo bohong lagi kan? Kenapa lo bohong gini sih, lo selalu ngerendahin diri lo dan bilang kalau ini semua itu emang salah lo. Gue kenal Dani gimana, dia sayang sama lo dan gamau lihat lo di sakitin fisik orangtua lo sendiri. Kalau Dani tahu gimana? Lo ga mikir gimana kecewanya dia saat tahu kalau lo mas kesayangannya di hajar karena dia? Coba lo mikir gimana kecewanya dia sama diri sendiri" terdiam sejenak memikirkan ucapan San yang benar adanya sebelum menjawab

"ya jangan sampai dia tau, kalau dia nanya lo jawab aja gue habis tawuran sama anak sekolah lain"

Tidak habis fikir Sean mendengar jawaban sahabatnya itu, kebohongan lagi? Bagaimana bisa hidup dalam sebuah kebohongan hanya untuk membahagiakan seseorang yang di sayang? Dia akui apa yang dilakukan Rangga ada benarnya tapi tidak terus menerus seperti itu, Rangga juga harus sedikit egois untuk mendapatkan kebahagiannya sendiri. Memilih untuk diam tidak membalas ucapan sahabatnya yang semakin membuat emosi meningkat setiap mendengar nya, percuma berdebat dengan orang yang keras kepala karena tidak akan pernah selesai. Bagaimana bisa dia mau berteman dengan Rangga selama ini, sama sama keras kepala tapi mereka bisa bertahan dalam sebuah persahabatan sejak bangku SMP.



............

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 04, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AccismusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang