1

6 0 0
                                    

Besoknya perempuan itu datang kekantor kejaksaan di prance dengan pakaian ribbon tweed dress-nya yang terlihat sangat anggun.

Sapaan demi sapaan ia dapatkan, serta ucapan selamat datang dari teman-teman karibnya yang ada disana.

Ia memasuki lift lalu menekan tombol 12, setelah sampai ia langsung memasuki ruangan bawahannya.

Perempuan itu mengetuk pintu yang ada didepannya, disana tertera nama "elvan xxx" yang bertanda bahwa itu adalah ruangan nouval.

Satu ketukan-tiga ketukan ia lakukan, tetapi sama sekali tidak ada jawaban dari dalam sana.

Karena penasaran dan kesal, perempuan itu membuka pintu tersebut.

Di lihat tidak ada kehidupan disini, bangku yang kosong, hanya ada berkas-berkas tertumpuk disana.

Karena tidak mau lama-lama disana ia kembali keluar dari ruangan bawahannya, dan memilih menuju ruangannya.

Saat ia menutup pintu itu, dan berbalik. Ia di kagetkan dengan adanya ledakan party popper yang hampir meledak di wajahnya.

"Selamat datang kembali nyonya wina!"

Seru elvan yang berada didepannya, dia memberi sebuah paper bag yang berisi makanan.

Lalu salah satu manusia dibelakangnya memberi satu botol wine, yang ia tebak pasti dari laki-laki tengil yang ada didepannya.

"Kau mengagetkanku wahai tuan muda"

Dia bergumam sambil menyeringai, lalu mengambil paper bag dan wine yang diberikan manusia didepannya, lalu melanjutkan perjalanann yang menuju ruangannya

"Kau kenapa lama sekali bertugas-

Elvan mengikuti langkah Wina.

-aku sudah hampir gila karena tugas yang kau berikan oleh mu padaku"

Wina membuka pintu ruangannya lalu masuk, dan tentu saja diikuti oleh pemuda itu.

"Pada awalnya kau bilang hanya 1bulan lebih-

Pemuda itu menduduki sofa yang ada didalam sana.

-tapi nyatanya 3bulan, huh"

Pria itu mendengus, Wina hanya menggelengkan kepalanya.

"Dan kalau boleh jujur a-

Wina menyela pembicaraan nouval, dengan cara memegang kedua pipinya elvan.

"Bisa berhenti bicara tuan?"

Tanyanya dengan datar.

Elvan menghempas tangan Wina lalu dirinya malah balik memberikan pertanyaan.

"Kasus orang itu belum terkuak juga kah?"

Wina menyenderkan badannya ke sofa, lalu menghela nafas.

"Benar, orang itu tidak mau memberikan penjelasan, bahkan tidak ada pengacara yang ingin membantunya untuk menyelesaikan masalah ini"

Elvan memandang Wina dengan miris, atasannya ini sangat terlihat lelah sekali, ketara dari kantung mata yang agak menghitam, tetapi tidak menghilangkan kecantikannya.

Dengan tiba-tiba pintu terbuka, dan memperlihatkan sesosok laki-laki paruh baya namun masih terlihat sangat muda, dan berjalan kearah dua manusia yang sedang terduduk disana.

"Selamat siang anak muda, maaf mengganggu-

Wina dan elvan berdiri lalu membungkuk kearah laki-laki itu.

-aku mendapatkan informasi yang menarik dari bawahanku"

Wina mengerutkan dahinya, lalu berjalan mendekat kearah laki-laki itu.

"Bisa jelaskan dengan jelas letnan?"

Laki-laki itu memberikan sebuah berkas yang langsung diambil oleh Wina.

Dia membuka satu persatu berkas yang ada ditangannya, sambil mencerna yang ada didalam berkas tersebut.

"Kami sudah menemukan kejanggalan yang ada dalam kasus besar itu-

Ia kembali melangkah kearah luar ruangan. Setelah itu kembali menoleh kepada Wina.

"Data lainnya akan aku kirimkan lewat internet, jadi tunggu saja-

Dia kembali melangkah, setelah itu kembali menengok kearah Wina.

-aku butuh dia untuk menemani Intel yang akan bertugas besok"

Katanya sambil menunjuk ke arah Elvan.

Elvan yang ditunjuk langsung melototkan matanya, dan menunjuk dirinya sendiri dengan terheran-heran.

"A-aku? Apa tidak apa-apa aku ikut serta dalam kasus yang satu ini?"

Letnan itu mengangguk, lalu kembali berbicara.

"Tidak masalah, kami butuh salah satu orang untuk tugas yang satu ini, karena akhir-akhir ini ada laporan penemuan mayat di timur kota prance, jadi kami kekurangan orang untuk menyelidiki kasus yang itu"

Wina mengangguk paham, setalahnya laki-laki paruh baya itu benar-benar meninggalkan ruangannya.

Wina dan elvan kembali terduduk di sofa, mata perempuan itu terfokus kepada berkas yang ada di genggamannya

Namun, pria yang ada didepannya ini sedang memikirkan bagaiman kalau dirinya terjun kedunia lapangan para-para Intel.

Memikirkannya saja sudah membuatnya hampir gila, baru dia merasa lega karena tugasnya akan kembali ringan, eh malah ditambah tugas berat satu ini.

Sepertinya tuhan tidak mengizinkan dirinya untuk bersantai-santai.

-

Elvan tengah duduk di bangku penumpang, dirinya akan berangkat kesalah bar yang ada di prance.

Sesuai informasi yang ada, katanya disana adalah tempat yang sedang diselidiki diam-diam oleh para Intel yang sedang bersamanya .

Dan ada satu orang mencurigakan yang sering mendatangi bar tersebut, dia sangat di hormati oleh pendiri bar, bahkan gelas-gelas yang ia pakai tidak boleh dipakai oleh orang lain.

Sehingga pas diselidiki lebih lanjut oleh para Intel, ternyata orang tersebut ada sangkut pautnya oleh narapidana yang sedang hangat diperbincangkan oleh manusia-manusia yang ada di negara ini.

-"kau tidak perlu takut dan bingung-

Suara Intel itu menyadarkannya dari lamunannya.

-kami akan arahkan kamu,dan jika kau menemukan sesuatu informasi kau harus berikan itu pada kami"

Elvan hanya mengangguk, lalu kembali melihat jalan yang sedang dilewatinya.

Setelah sampai dirinya didandani layaknya seorang wanita, kata salah satu Intel disana dirinya didaftarkan sebagai pelayan di bar yang akan mereka selidiki.

Bahkan salah satu dari Intel itu ada juga yang bekerja disana, sebagai keamanan disana.

Selebihnya menunggu dimobil dan mengawasi hasil kerja partnernya.

Elvan diarahkan atasnya tentang apa yang harus ia lakukan, dan diberitahu ruangan-ruangan mana saja yang dilarang dan hanya diperbolehkan orang-orang tertentu saja yang boleh masuk.

Dirinya mencerna itu dengan baik, namun, dirinya sangat tidak nyaman dengan pakaiannya yang dipakai sekarang.

Bahkan, dirinya dipakaikan rambut palsu dan make up.

Ini sangat membuat dirinya tidak nyaman.

Kalau bukan untuk pekerjaan, dirinya tidak akan sudi memakai pakaian serta pernak pernik yang disuruh oleh intel-intel itu.

"beberapa menit lagi bar ini akan dibuka, jadi persiapkan dirimu dengan baik aku tak mau di hari pertama ini kau membuat suatu masalah"

Elvan hanya mengangguk, ketua pelayan itu memberi nametag yang tertulis "Azenna Robinson".

Setelahnya ketua pelayan itu meninggalkan dirinya, dia menatap nametag tersebut dengan tatapan jijik.

Sejak kapan nama ku jadi menjijikkan seperti ini.

darkness within the devilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang