"peluk aku yang erat ibu, peluk aku"
Ibunya menatap Elvan dalam-dalam, lalu timbul senyuman dari bibir indahnya.
Setelah timbul senyuman itu, tubuh sang ibunda ditarik oleh pria dibelakangnya.
Di sayat leher sang ibunda, di depan mata kepala Elvan, didepan tubuh lemah Elvan.
Dirinya hanya menangis dan menangis.
Tiba-tiba satu dari pria tersebut menghampirinya dengan perlahan, sambil membawa senjata tajam kearahnya.
Elvan terus memberontak, semakin dekat pria itu semakin kencangnya juga ia memberontak.
Sehingga ujung senjata itu mengenai bagian jantungnya....
Elvan terbangun sambil terus tersengal-sengal nafasnya, ia memegang bagian dadanya, sesak sekali rasanyaa.
Tanpa ia sadari pipinya sudah dibasahi oleh air mata yang keluar, ia kembali menangis kedua tangannya mengusap air matanya yang terus jatuh.
Sehingga rasa sakit nan perih muncul pada tangan kirinya, ia menatap tangan kirinya yang sudah dibalut oleh perban.
Setelah melamun sambil menatap tangannya, barulah ia tersadar bahwasannya dirinya sedang dalam ruang lingkup orang yang tadi memaksanya untuk ikut dengannya.
Dengan kesadaran penuh, ia bangkit dari duduknya lalu berjalan kearah pintu.
Ia memegang kenop pintu itu dengan hati-hati, lalu sedikit menarik pintu nan besar itu.
Ternyata pintu itu tidak terkunci, pikirannya langsung berjalan pada saat itu juga.
Dirinya membuka perlahan, setelah itu Elvan mengeluarkan setengah kepalanya keluar, untuk mengintip apakah ada orang yang berjaga.
Ternyata tidak ada orang di luar sana, saat hendak mengeluarkan satu kakinya, tiba-tiba dari arah selatan ia mendengar suara langkah kaki yang mendekat.
Dengan cepat Elvan bersembunyi dibelakang guci besar didekat pintu.
Ia berjongkok sambil mendekap mulutnya sendiri, dan membiarkan seseorang memasuki kamar tersebut.
Ia melihat gerak-gerik manusia yang sedang membawa nampan itu tampak kebingungan, seperti sedang mencari sesuatu.
Lalu dengan cepat tapi pasti ia mengambil kesempatan itu untuk keluar dari kamar nan suram itu.
Elvan berlari ke asal arah rumah besar ini, ia lari mengikuti arah langkah kaki manusia tadi.
Lalu dia melihat ada sebuah tangga disana, ia lari kearah tangga dan menuruni setiap anak tangga.
Setelah ia hampir menginjak anak tangga terakhirnya, kakinya di jegal oleh seseorang.
Badannya yang hampir terjatuh menimpa lantai kini ditarik oleh orang yang tadi menjegalnya.
Yang ditarik bukan tangan ataupun badan, melainkan rambutnya.
"Harus pakai cara apa supaya kau menurut, dan tidak mencoba kabur dari sini"
Berapa sakitnya pada saat rambutnya diangkat, dan diseret kearah sofa yang ada didekat situ.
Dilempar badannya, hingga menempel dengan sofa empuk itu, walaupun empuk dirinya tetap merasakan sakit.
"Dengan tindakan mu yang seperti ini, kau bisa melenyapkan seseorang tau"
Gumam Ares santai, sambil mengeluarkan pisau kecil dari sakunya.
Elvan terus menahan tangis dan sakitnya, sambil menunduk.
"Panggil pelayan yang tadi menghantar makanan anak ini kemari"
Perintahnya kepada pria yang senantiasa berdiri dibelakangnya.
Tidak berselang beberapa menit, manusia yang ia lihat di dalam kamar yang amat suram itu ikut datang dan terus menunduk kearah Ares.
"Mendekatlah"
Nadanya yang amat menuntut.
Laki-laki itu mendekatkan dirinya kepada Ares, dengan sepat tangannya meninju wajah pelayan itu.
Pukulan demi pukulan yang Ares beri kepada pelayan itu membuat jantung nouval berdegup kencang, dan tubuh yang semakin melemas.
Pada saat ares ingin menancapkan pisau kecil itu ke bagian dada pelayannya, Elvan pun beranjak dan menahan tangan besar itu.
"Tidak, jangan lagi-
Tangis Elvan keluar, dengan kedua tangannya yang terus menggenggam tangan Ares.
-sudah cukup untuk memukulnya, hiks"
Tangan Ares tetap ingin mencoba menancapkan benda kecil nan tajam itu ke bagian dada pelayannya.
Lagi-lagi kedua tangan nouval menahannya.
"Sudah cukup! Itu sangat menyakitkan! Disini aku yang salah, bukan pria ini"
Elvan yang masih bersih kukuh untuk menahan tangan Ares sambil menatap wajah Ares.
Setelah itu Ares melepaskan pisau kecil itu, lalu melepaskan genggaman tangan Elvan
"Singkirkan pria ini"
Suaranya kembali menjadi dingin, Ares menatap Elvan yang masih terisak-isak.
"Katakan sekali lagi"
Tatapan Ares kini terkunci oleh mata Elvan
"Hiks, a-aku yang salah, jadi tolong b-berhenti"
Ares melangkah mendekat kearah Elvan, lalu menatapnya lekat.
"Bagus, aku suka pria yang sadar diri"
Ares berbalik, setelah 5 langkah kakinya ia pijakan, Ares kembali menoleh kearah Elvan
"Kembalilah ke kamarmu, dan jangan melakukan sesuatu yang menyusahkan"
Setelahnya ia lanjut berjalan kearah luar rumah besar ini.
•
"Aku tau kau hanya ingin mengambil hakmu, tapi jangan sekarang"
Bhalendra menatap bawahannya, lalu melempar Putung rokoknya ke asal arah.
"Kenapa tidak sekarang? Aku tidak akan Sudi apa yang menjadi hak ku di sentuh oleh manusia sialan itu"
Ucapnya santai, lalu bangkit dari duduknya dan menatap citylight lewat jendela jendela besar yang ada di ruangannya.
"Separuh hidupku ada dirinya, bagaimana aku tidak mau buru-buru untuk membawanya pulang dan kembali kepelukanku"
Mata bhalendra terus menatap jalanan yang ramai oleh kendaraan yang sedang lalu lalang, dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Kemungkinan nouval dibawa ke tempat tinggalnya Ares, karena kita semua yang ada disini mencoba untuk melacak keberadaannya, namun nihil"
Mata bhalendra masih senantiasa melihat kearah jalanan yang ada dibawah gedungnya.
"Aku akan menemukannya, pasti"
Bhalendra mengangkat wajahnya sedikit, lalu berbalik dan meninggalkan ruangannya.