Eman dan Cahyo bersiap pergi ke masjid, sebentar lagi adzan magrib juga akan selesai, jadi Eman buru-buru sekali karena ingin tiba tepat waktu, walau tanpa sadar sandal jepitnya juga beda sebelah.
"Bapak duluan aja deh nanti biar Cahyo ambil sandal sebelahnya terus nyusul." usul Cahyo.
"Udah gausah, ayo buruan nanti magribnya selesai!"
"Nanti Bapak abis shalat diketawain Pak RT dan Bapak-Bapak lain memangnya Bapak ndak malu gitu? Sudah sandal jepitnya rombeng kebalik juga lagi, mendingan juga kan Cahyo balik sekarang terus ambil sandal benernya kan?"
Eman menatap sandalnya, rasa malu menghampiri dirinya. Bagaimana jika si RT rese itu melihat? Habis aku bakal diledek habis-habisan nanti.
"Yasudah tapi jangan mangkir sholat di masjid, Bapak bakal pantau kamu pokoknya!" tegas Eman.
"Iya."
Eman pergi ke masjid duluan, sementara Cahyo ngibrit lagi ke rumahnya, begitu menemukan sandal Eman yang tertukar ia lekas kembali ke masjid, herannya saat melihat rumah tetangganya, jendela kamar Baros terbuka. Lalu buru-buru ia menegur.
"Bang..? Bang Baros!" teriak Cahyo.
Baros dan Tami yang masih berciuman melonjak kaget mendengar suara familiar mendekat, lalu mereka jadi kocar-kacir sendiri karena ketakutan.
"Itu Cahyo..!" bisik Tami.
"Iya aku tau.."
"Dimana dia? Kenapa suaranya bisa kenceng banget? Dia nggak mungkin tau aku lagi disini kan?"
"Bentar biar kulihat," Baros merapikan rambutnya yang berantakan, lalu mengecek jendela. Cahyo terlihat berdiri disana, jika melihat penampilan anak itu yang belum melepas sarung sepertinya baru akan pergi ke masjid.
"Ada maling masuk ya Bang?" tanya Cahyo.
Seketika pandangan Baros menuju Tami yang sedang duduk di sudut ranjang dengan menyembunyikan wajah, dia sangat ketakutan sendiri kepergok adiknya walau pakaiannya masih utuh.
"Nggak ada, emang kenapa? Kok tumbenan belom ke masjid?"
"Abang sendiri kenapa jam segini belom ke masjid?"
"Aku banyak kerjaan, sholat di rumah saja."
"Kerjaan apa jam magrib gini sampe jendela kamar aja lupa ditutup gitu?"
"Oh..itu tadi abis buang sampah, udah sana buruan ke masjid jangan ngerecokin orang mulu!"
"Kirain beneran ada maling masuk kesana, O ya Bang, mau tau sesuatu gak?"
"Apa?" Baros mengernyit.
"Si Tami kayaknya punya pacar baru,"
Tami melotot, ia beranjak dari ranjang. "Apa katanya? Si Tami? Beraninya dia memanggil namaku tanpa hormat.
"Sepertinya pacarnya itu perawat magang, sepertinya mereka juga dari kampus yang sama, sepertinya mereka terlibat cinlok, masalahnya aku sering melihatnya pergi kesana setiap hari Kamis buat nganterin makanan."
Mata Baros memicing tajam kearah Tami, ia sama sekali tidak mengharapkan mendengar ini setelah ciuman mereka sebelumnya yang begitu panas dan memabukkan.
"Mulut cabe itu!" Tami ingin sekali menampakkan wajahnya, menampol wajah adiknya karena bercerita seenaknya pada orang asing, karena walau bagaimanapun tetangga juga hanya orang asing, bahkan suami-istri saja dulunya orang asing, mereka tidak terlibat tali darah atau sejenisnya.
***
Eman melirik janda gang sebelah yang mengobrol dengan tukang sayur depan rumahnya, walau hanya depan jendela kamar tapi itu cukup membuatnya senyam-senyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Family(e)man
General FictionEman hanya petani, tapi istrinya yang seorang ibu rumah tangga rupanya menyimpan rahasia soal jati dirinya, putrinya Tami berhasil kuliah keperawatan selalu terjebak dalam romansa gila, juga Cahyo putra bungsunya yang mencintai bola namun isi kepala...