05: Setan di Adzan Magrib

6 0 0
                                    

Eman baru kembali dari kebun dan membawa singkong yang seukuran pahanya, lalu diberikan pada istrinya agar digoreng.

"Pak, minyak kan abis, singkongnya mau di kukus saja?"

"Astagfirullah Bu, ya..beli lah minyaknya, mana nikmat singkong di kukus doang."

Ibu menadahkan tangannya. "Mana duitnya?"

"Memang Ibu ndak ada simpenan dulu? Bapak nggak ada uang receh kalo sekarang."

"Ya..gausah receh, seratus ribu juga gapapa nanti bakal dikembaliin sisanya."

"Tapi Bapak juga ndak pegang kalo seratus ribuan."

"Yaudah Bapak adanya berapa?"

Lalu Eman buru-buru menghampiri kamar Tami.

"Ada apa Pak?" tanya Tami terlihat bersantai memainkan ponselnya.

"Uang dari warnet tadi siang mana? Ndak kamu abisin semua kan?"

"Sudah habis Pak, kenapa nagih duit yang udah dikasih deh, Bapak nanti borok sikut tau rasa!"

"Ibumu mau beli minyak, Bapak nggak ada receh sekarang selain uang yang Bapak kasih ke kamu."

"Coba liat lagi di peci siapa tahu nyelip kayak tadi siang." balas Tami.

"Ndak ada, tadi terlanjur ngasih anaknya tetangga."

"Siapa Pak?" istri Eman melotot tajam pada suaminya.

Eman mengerjap, bagaimana ia akan menjelaskan didepan istri dan anaknya soal pertemuannya dengan anak janda depan gang yang keliatan sekali ingin jajan bersama teman-temannya. Saat melihat kemirisan itu ia tanpa ragu mengeluarkan uang dua puluh ribu dari selipan peci dan diberikan pada anak itu seolah anaknya sendiri, jajanlah dengan teman-temanmu yang lain. Ungkapnya.

Lalu bayangan itu segera pudar begitu suara langkah kaki Cahyo dengan tempo cepat masuk kedalam rumah, dia berlarian seperti tikus yang kabur begitu melihat sapu lidi, keningnya dipenuhi peluh seperti pekerja bangunan, bau badannya seperti lumpur babi.

Pasti abis main bola lagi. Tebak semuanya.

"Kamu kenapa?" tanya istri Eman.

"Kebelet Bu.." lalu Cahyo melengos masuk ke kamar mandi.

"Terus ini gimana singkongnya Pak? Mau kukus saja?" istri Eman menatap suaminya.

"Yasudah kukus juga ndak apa-apa, jangan lupa kasih garam sedikit, walau ndak ada krispinya tapi jangan hambar juga."

"Mana enak singkong dikukus doang, Tami ke rumah si Baros saja Pak pinjam minyaknya sedikit." usul Tami keluar dari kamarnya.

"Mana ada istilah pinjam minyak, minyak itu menyusut, kalo habis ya..harus ganti." tegur Ibu.

"Ndak akan dipinta lagi kok Bu, si Baros kan nggak perhitungan."

"Nggak kayak si Johar itu ya? Yasudah, coba kamu bilang ke dia kalo kita pinjam minyak sayurnya sedikit." Eman setuju.

"Iya Pak.."

Family(e)man Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang