"Ada kalanya dunia tidak membaik, dunia selalu saja jadi tempat merepotkan untuk isi kepala yang berisik, sudahlah, lebih baik diam dan renungi saja. "
***
Tiba-tiba dunia diserang krisis hebat setelah bertahun-tahun. 2020 guncangan itu bukan disebabkan tsunami yang merobek bumi, atau gempa dengan kekuatan dahsyat, atau banjir yang jadi langganan Indonesia, apalagi tanah longsor walau itu tak bisa disangkal terjadi di beberapa kota, tapi ini bukan hanya krisis satu wilayah melainkan satu Indonesia, bahkan dunia, korban yang meninggal juga semakin hari bertambah banyak.
Diawali dari kota Depok dimana salah satu warga disana baru selesai berlibur dan langsung terjangkit, orang itu juga mengeluhkan beberapa gejala diantaranya; Batuk, sakit pernafasan, mual, dan demam. Saat itu pemerintah Indonesia yang ketar-ketir berusaha memasang pertahankan kuat, tapi masalahnya ini tidak bisa dilawan oleh TNI walau otot-otot mereka berkelakar.
Virus. Virus yang disebarkan angin dan menyerang setiap orang yang menghirup. Tak ada aba-aba apapun, Indonesia bahkan kelimpungan begitu mengetahui kabarnya, terutama berita di TV mengabarkan dimana virus itu bermula, Wuhan China. Dan negara mereka memberlakukan lockdown, itu pencegahan sementara, akibatnya ekonomi yang sibuk ketar-ketir, semua menjadi waspada.
Eman berhenti berpikir, mukanya menegang. Jika virus itu juga tiba di Kediri artinya pasar juga bisa ditutup, lalu bagaimana hasil taninya bisa dijual? Cabe sebentar lagi siap dipetik, apalagi tomat. Jika dibiarkan tanpa dijual akan sia-sia, rugi juga pula.
Bu Eman mendekati suaminya dengan sepiring sukun goreng hangat, ada secangkir kopi juga tapi sudah dingin.
"Ada-ada saja ya Pak, ini zaman udah edan sekarang, mau kiamat aja pake ada virus muncul, bikin pusing."
Sementara Eman tak merespon, dia terus menatap televisi untuk mengetahui berita update lainnya mengenai penyebaran virus itu, jangan sampai masuk ke Kediri. Bisa mati nanti pekerjaannya ikut dimakan virus juga.
"Tadi masa ada yang tawuran Pak di gang depan.." seru Tami, anak perempuan Eman yang baru masuk kuliah keperawatan, usianya baru 19 dan sedang masa pubertas.
"Dimana?" tanya Eman.
"Gang depan, ada yang bawa cerulit juga."
"Oh ya?"
"Iya, ngeri banget Pak.."
"Udah edan kali anak-anak jaman sekarang pegang cerulit tangannya nggak gemetar." seru Ibu.
"Si Cahyo mana?" tanya Eman menyebut anak keduanya.
"Kenapa?" tanya Bu Eman.
"Takutnya yang bawa cerulit itu malah si Cahyo lagi."
"Kok bapak nuduhnya gitu sih?" tanya Tami.
"Wong dia suka nyuri cerulit Bapak kok makanya suka ilang-ilangan padahal selalu disimpennya dibelakang, coba mana anaknya sekarang? Ikut tawuran itu tuh pasti." Eman merasa yakin.
"Terus kalo si Cahyo beneran ikut tawuran anak-anak itu kok Bapak ndak nyusulin dia buat nyeret pulang ke rumah? Kalo kenapa-napa gimana?" tanya ibu.
"Ndaklah, anak laki juga. Biarin aja."
Bu Eman tercengang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Family(e)man
Fiction généraleEman hanya petani, tapi istrinya yang seorang ibu rumah tangga rupanya menyimpan rahasia soal jati dirinya, putrinya Tami berhasil kuliah keperawatan selalu terjebak dalam romansa gila, juga Cahyo putra bungsunya yang mencintai bola namun isi kepala...