Bab 13

1.1K 25 8
                                    

Selang tiga hari setelah kejadian di restoran, Bram dan Marko sempat menjaga jarak. Sama sekali tidak ada kontak antara mereka baik secara langsung maupun tidak langsung. Keduanya saling menghindar akibat rasa malu dan canggung. Tidak ada yang berani melihat wajah satu sama lain. Karena ketika saling memandang, akan teringat pada kejadian malam itu.

Untung saja hal itu tidak berlangsung lama. Pada hari keempat, keduanya saling bertemu dan menyelesaikan masalah kecanggungan pada mereka berdua.

Keduanya kini telah kembali ke keadaan semula. Bahkan bisa dibilang lebih dekat. Apalagi semua hal tidak ada lagi yang disembunyikan. Sekarang bertambah satu lagi kesamaan dalam hobby mereka, yaitu eksib. Marko yang seharusnya hanya menemani Bram eksib bersama selama satu bulan, kini terus saja melakukan hal itu dengan Bram di beberapa tempat seperti jalanan di kompleks rumah masing-masing sampai lapangan voli di sekolah mereka.

Saat ini mereka sudah memasuki tahun ajaran yang baru. Artinya mereka kini sudah duduk di kelas XII. Keduanya tampak selalu bersama apalagi mereka kembali menjadi teman sekelas. Mereka jadi seperti tidak terpisahkan seperti kembar siam saja. Dengan paras, bentuk tubuh, dan keahlian yang dimiliki, mereka berdua tentu saja menjadi siswa yang disukai oleh seisi sekolah.

"Eh, liat tuh, Kak Bram sama Kak Marko makin ganteng aja yah."

"Iya, ganteng banget. Mana badan mereka sexy banget lagi, tinggi banget kayak model-model di majalah."

"Pasti perut mereka juga penuh dengan roti sobek. Sixpack ato eightpack gak sih."

Mereka berdua yang mendengar bisik-bisik dari para siswa yang mereka lewati hanya tersenyum saja dalam hati. Ada perasaan bangga tentu saja dalam diri mereka ketika mendengar hal itu. Maka dari itu, keduanya juga sengaja memakai seragam yang agak ketat dengan maksud memamerkan otot-otot mereka kepada sebagian besar siswi di sekolah bahkan juga siswa-siswa gemulai di sekolah mereka.

Bram dan Marko yang berjalan berdampingan akhirnya berpisah di samping lapangan sekolah. Marko bergabung dengan beberapa siswa yang sementara bermain basket. Sementara Bram berjalan menuju ke aula sekolah tempat di mana orientasi siswa baru dilaksanakan.

Bram sebagai ketua panitia diberikan kepercayaan untuk memandu jalannya acara pembukaan MPLS di hari pertama masuk sekolah itu. Dengan penuh percaya diri Bram melangkah ke tengah panggung dan memberikan sambutan. Dirinya langsung saja menjadi pusat perhatian saat itu.

"Selamat pagi, adik-adik kelas X sekalian, perkenalkan nama saya Bram Davintho, selaku ketua panitia penyambutan siswa baru. Selama 3 tahun belajar di sekolah ini, saya berharap adik-adik dapat memperoleh pengalaman baru yang menyenangkan, mengenal teman-teman baru, para guru, karyawan, seluruh komponen sekolah beserta norma budaya dan tata tertib yang berlaku di dalamnya. Dan yang paling utama adalah mengenal lingkungan sekolah sebagai wawasan wiyata mandala tempat kalian belajar selama tiga tahun ke depan. Semoga kegiatan ini dapat menjadikan adik-adik sebagai pribadi yang beriman, disiplin, dan unggul. Selamat mengikuti MPLS, sukses untuk adik-adik."

Demikianlah kata-kata pembuka yang disampaikan oleh Bram mewakili panitia dan juga OSIS. Siswa-siswa baru sangat antusias dalam mendengar pidato dari Bram ini. Ada yang terpesona dengan ketampanan wajah Bram, tetapi ada juga gagal fokus dengan ketatnya seragam putih abu-abu di tubuhnya Bram. Seragam itu seperti tidak mampu untuk menutupi otot-otot yang ada di tubuh Bram. Apalagi pentil yang menyembul dari balik lambang OSIS yang ada di saku dada bagian kanan Bram, ditambah dengan jendolan yang ada di balik celana abu-abunya.

Setelah sambutan dari Bram, dilanjutkan dengan penyampaian dari Kepala sekolah sekaligus dengan perkenalan dari semua guru dan staf yang ada.

Bram dan MarkoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang