Bab 11

1.1K 21 10
                                    

"Bram, kita mau ke mana sih?" tanya Marko kepada Bram di sampingnya yang sedang mengendarai mobil.

"Udaaah, ikut aja, nggak usah banyak tanya." Jawab Bram sambil tersenyum tipis.

Marko hanya mendengus mendengar jawaban sahabatnya lalu menyandarkan punggungnya ke kursi mobil. Begitu dia bersandar, kulit punggungnya langsung merasakan jok mobil Bram. Yup, kondisi sekarang Marko tidak memakai bajunya bahkan celananya. Seluruh pakaiannya ditinggalkan di rumah Bram. Berbeda dengan Marko yang sudah telanjang, Bram masih memakai pakaiannya lengkap.

"Bram, masih lama nggak? Dari tadi lu nggak mau kasih tau kita mau ke mana." Tanya Marko. Dirinya masih was-was karena ini pertama kalinya dia mengelilingi kota kelahirannya di tengah malam dengan tidak berpakaian.

"Ssstt, sudah deket kok." Jawab Bram.

"Iya, tapi ke manaa." Marko tetap bertanya kepada Bram.

"Oke deh. Kita bakalan ke restoran bokap gue." Kata Bram akhirnya memutuskan untuk memberitahu tujuannya sebelum Marko mengoceh.

"Ngapain?" Ternyata Marko tetap saja bertanya.

"Duh, diam aja dulu. Sebelum gue turunin di sini. Mau lu?" Kata Bram membungkam Marko. Daripada diturunkan di jalan dalam keadaan telanjang akhirnya Marko memilih diam.

Suasana di dalam mobil itu menjadi hening. Bram yang sibuk menyetir dan Marko yang hanya diam sambil melihat-lihat ke luar mobil. Tidak dapat dipungkiri bahwa dia juga sedikit menikmati situasinya saat ini.

Tidak lama kemudian Bram memecahkan keheningan itu dengan berkata, "Ko, gantian dong. Lu yang nyetir. Capek nih."

Marko menoleh kepada Bram kemudian menjawab, "Loh, kok gantian sih. Lagian lo capek kayak apa sih. Pasti ini bagian dari rencana lo buat ngerjain gue kan?"

"Tuh tau." Kata Bram sambil tertawa.

"Okay, lu turun gih, kita tukeran tempat." Sambung Bram sambil melepaskan seatbeltnya.

"Aduh, kok gue sih yang turun? Lu aja, biar gue aja yang bergeser ke kanan." Protes Marko tidak terima.

"No, no, no. Pokoknya lu yang turun. Ingat yah ini akibat dari taruhan itu." Bram mengingatkan tentang perlombaan renang beserta taruhan itu lagi.

"Iyaaa. Anj*** lo." Marko menoleh ke sekitarnya untuk memastikan ada tidaknya orang yang lewat. Dirasanya sudah sepi, dia keluar pelan-pelan dari mobil. Marko kembali merutuki Bram yang menghentikan mobil tepat di bawah lampu jalan. Dengan ini tubuh bu9*lnya akan semakin jelas terlihat apabila ada orang lewat.

Dari dalam mobil, Bram tertawa-tawa melihat tingkah Marko yang setengah berlari sambil memegang kont*lnya dengan kedua tangannya. Dirinya bahkan belum bergeser ke kursi penumpang di sebelah kiri.

Marko segera membuka pintu mobil Bram bermaksud untuk masuk. Namun dirinya langsung kesal karena Bram belum bergeser dari kursi pengemudi.

"Cepetan geser sebelum ada orang lewat." Kata Marko sambil mendorong bahunya Bram.

"Sabar dong." Jawab Bram dengan terkekeh kemudian berpindah tempat.

Pintu mobil pun ditutup dan perjalanan kembali dilanjutkan setelah perdebatan singkat.

"Wah, ternyata gini yah rasanya disupirin sama supir telanjang." Kata Bram yang tertawa lebar. Sementara yang diejek hanya diam namun mukanya sudah memerah seperti tomat. Perasaannya saat ini malu, khawatir, kesal, dan ada rasa senang di dalamnya. Tunggu-tunggu, rasa senang? Apa mungkin dia sudah mulai tertular virus teman di sebelahnya atau ini mungkin sudah nalurinya yang terpendam dan baru muncul sekarang? Marko berusaha keras membuang pikirannya itu. Tanpa disadarinya, kemaluannya perlahan-lahan mulai memperlihatkan eksistensinya. Yang awalnya menggantung ke bawah namun berangsur-angsur terangkat menentang gravitasinya.

Bram dan MarkoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang