Bab 8

1.5K 27 3
                                    

"Bapak Ibu guru, saat ini kita akan mengutus siswa kebanggaan kita Bram Davintho untuk mengikuti Olimpiade Fisika tingkat Propinsi. Bram tidak hanya menjadi utusan sekolah kita melainkan juga utusan dari kota kita." Kata Kepala Sekolah sambil menunjuk kepada Bram yang saat ini sedang berdiri di hadapan para gurunya di ruang guru. "Untuk itu Bapak Ibu, mari kita dukung siswa kita ini dengan tulus ikhlas dan berharap dapat mengikuti perlombaan dengan baik. Apapun hasilnya nanti, kita hanya bisa mensyukurinya." Lanjut Kepala Sekolah.

"Saat ini kita akan mendoakan siswa kita Bram beserta dengan Pak Steven sebagai pendamping. Doa akan dipimpin oleh Pak Candra, kepada Pak Candra dipersilahkan." Kata Kepala Sekolah meminta Pak Candra selaku guru Agama untuk memimpin doa di pagi itu. Pak Candra pun maju ke depan ruangan dan mendoakan Bram sebagai utusan sekolah agar dapat mengikuti olimpiade dengan baik dan bisa meraih hasil yang terbaik, juga mendoakan Steven sebagai pendamping. Tak lupa juga Pak Candra mendoakan perjalan keduanya mulai dari keberangkatan hingga pulang nanti.

"Baiklah, Nak Bram selamat berlomba, dan semoga sukses." Kata Kepala Sekolah menyemangati Bram kemudian disambung juga oleh guru-guru Bram yang lain.

Setelah memastikan kembali barang-barang yang harus dibawa, Bram dan Koko Steven berangkat ke hotel tempat penginapan bagi seluruh peserta yang menjadi utusan dari seluruh kota/kabupaten yang tersebar di propinsi mereka. Mereka menggunakan taxi dalam perjalanan mereka menuju hotel tersebut. Selama di dalam taxi, Koko Steven memberikan nasihat-nasihat kepada Bram yang akan mengikuti lomba.

Akhirnya setelah memakan waktu satu jam, mereka sampai juga di hotel tempat penginapan mereka. Mereka berdua segera turun dan juga menurunkan koper mereka yang berisi kebutuhan selama lima hari mereka akan menginap di tempat ini. Waktu mereka masuk ke lobby rupanya sudah ada peserta lain yang berasal dari sekolah dan daerah lain. Pesertanya lumayan banyak karena Olimpiade ini bukan hanya untuk pelajaran Fisika saja tetapi masih ada pelajaran lain seperti Matematika, Kimia, Biologi, Ekonomi, Geografi, Astronomi, dan Komputer.

Lagi-lagi Bram menjadi pusat perhatian seperti di sekolahnya. Alasannya tentu saja karena wajahnya yang tampan dan tubuhnya yang tinggi dan kekar. Berbeda dengan peserta lainnya yang rata-rata berpenampilan layaknya seseorang yang terlalu banyak belajar dan lupa untuk berolahraga. Bram menyadari hal ini tetapi dia tidak bereaksi apa-apa. Tidak hanya Bram, Koko Steven juga tak luput dari perhatian. Wajah orientalnya dengan kulit yang putih dan masih sangat muda. Tidak seperti guru pendamping lain yang kebanyakan sudah berumur.

Tibalah saatnya untuk penempatan kamar. Setiap kamar akan ditempati oleh tiga orang siswa peserta lomba. Biaya penginapan para siswa ini ditanggung oleh dinas pendidikan di propinsi. Sementara untuk para guru pendamping biayanya ditanggung oleh pihak sekolah yang mengutus. Bram mendapat kamar di lantai 2 nomor 203 bersama dengan dua peserta yang belum diketahuinya dan Koko Steven mendapat kamar di lantai 3 nomor 311.

Setelah pembagian kamar, Bram menuju ke kamarnya di lantai 2. Rupanya dua peserta yang akan menjadi roommate-nya selama lima hari sudah tiba lebih dahulu. Ternyata salah satunya sudah dikenali oleh Bram karena berasal dari kota yang sama sekaligus bidang lomba yang sama yaitu Fisika. Namanya Jovan. Sewaktu seleksi di tingkat kota Bram mendapat posisi satu dan Jovan kedua. Waktu Bram masuk, Jovan melihatnya dengan tatapan yang agak memusuhi dan ditambah juga ada rasa iri hati di dalamnya. Sementara satu orang lainnya bernama Amir berasal dari kota lain dengan bidang Geografi. Amir yang melihat Bram masuk sedikit terkejut sekaligus juga senang karena bisa sekamar dengan orang yang menjadi pusat perhatian tadi waktu masih di lobby.

Karena tidak ada yang bersuara, Amir mengambil inisiatif dengan menanyakan mengenai posisi tidur nanti. Mengingat di ruangan ini terdapat dua ranjang dan satu ranjang tambahan yang ukurannya lebih kecil. "J-jadi, bagaimana? K-kalian mau tidur di ranjang yang mana?" Kata Amir gugup. Tidak ada yang bersuara. Bram dan Jovan kemudian mengambil tempat di dua ranjang yang lebih besar. Amir yang melihat hanya tersedia satu ranjang tambahan akhirnya mengalah.

Bram dan MarkoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang