6 : Meminta Anak-Anak Memancing Lobster dan Udang

174 29 18
                                    

Kini mereka bertiga sudah sampai di rumah. Rasa lelah menyergap ketiganya. Bahkan si kecil Alvin tertidur di pangkuan Ameera.

Felix mengambil alih Alvin untuk dipindahkan ke kamar. Sedangkan Ameera menurunkan beberapa belanjaan dan bumbu untuk jualan besok.

"Bu, Pak. Kami pulang," Felix menyahut dan masuk ke dalam. Ameera menyusul di belakang. Bapak dan Ibu yang memang sedang duduk di depan rumah menunggu ketiganya pulang.

"Kalian udah pulang. Gimana Nak penjualannya laku?" tanya Bapak sambil membantu Ameera mengangkat beberapa belanjaan dan betapa kagetnya ia melihat ada daging dan beras di dalamnya.

Perasaan senang bisa makan dengan daging membuat kedua sudut bibirnya menyunggingkan senyuman bahagia.

"Nak, kalian beli daging sama beras apa nggak sayang uangnya?" Ibu bertanya dengan cemas. Pasalnya hutang pada si Codet saja belum di bayar.

"Ibu nggak usah khawatir soal itu. Lagipula ini belum jatuh tempo kok. Masih banyak waktu. Besok kita pasti bakalan dapet uang banyak. Kedepannya kita juga makan enak terus," Ameera menenangkan Ibu nya yang terlihat khawatir.

"Gapapa toh Bu. Anak kita ini kan cerdas. Belum lagi bisa menghasilkan uang," akhirnya Ibu bisa merasa tenang. Kemudian Ameera melihat kakanya keluar dari kamar.

"Kak, setelah makan kita ke sungai yuk buat cari udang sama lobster. Kayaknya jualan jagung sama ubi rebus nggak terlalu bagus kedepannya," Ameera ingin berdiskusi dengan Felix masalah jualan untuk besok.

"Oh ya Bu. Ini hasil penjualannya, aku ambil sedikit buat modal. Sisanya bisa Ibu simpan," Ameera menyerahkan dua ratus ribu kepada Ibunya. Sebagian sudah ia belikan daging, beras dan bumbu masak untuk berdagang besok. Sementara sebagian lagi ada keperluan yang akan ia gunakan nanti.

Setelah makan siang yang terlewat Felix dan Ameera pergi ke sungai untuk memancing ikan. Ameera berpikir tidak ada salahnya membuat sup ikan. Itu akan bagus bagi orang sakit yang kehilangan nafsu makannya.

Sesampainya di sungai, banyak anak-anak seumuran Rani. Mereka juga sedang bermain-main di sana. Ameera berpikir untuk menghampiri mereka.

"Adek-adek," panggil Ameera kepada anak-anak tersebut. Mereka berjumlah sepuluh orang anak.

"Ada apa kak Ameera?" tanya Rere, salah satu dari mereka.

"Gini, kalian mau dapet uang nggak?" tanya Ameera langsung ke pokoknya.

"Emang gimana kak caranya?" kata Bayu, bocah dengan perawakan sedikit gemuk.

"Nah, kalian tau kan udang sama lobster kecil? Kalau kalian bisa dapetin itu, kakak akan bayar kalian. Satu kilo untuk lobster kecil harganya seribu sembilan ratus. Kalo untuk udang sekilonya seribu delapan ratus, gimana?" jawab Ameera.

Mata anak-anak itu membulat. Mereka sangat antusias ketika akan mendapatkan uang.

"Kalo kalian mau, nanti anterin aja ke rumah kakak. Nanti kakak akan bayar langsung di tempat," Ameera mulai merayu mereka.

"Mau-mau kak," suara itu saling bersahutan.

"Kak Ameera, waktu itu aku ada liat lobster besar. Kira-kira kakak terima juga nggak?" tanya Rere dengan malu-malu. Rere termasuk keluarga yang sangat miskin. Jadi mendengar jika akan mendapat uang dengan menangkap udang dan lobster ia sangat bersemangat.

"Itu mah boleh banget. Tapi kalo untuk udang usahain yang besar-besar yah," setelah Ameera mengatakan itu, anak-anak langsung berlomba-lomba untuk menangkap udang dan lobster.

Di sisi lain Felix sudah menangkap beberapa ikan. Setelah di ajari kemarin oleh Ameera, Felix sekarang sudah ahli memancing. Bahkan ember usang itu sudah di penuhi oleh beberapa Ikan.

Ameera menghampiri Felix dan mulai membantu memancing ikan. Beberapa saat kemudian, Ameera merasa cukup dengan hasil tangkapan mereka. Kemudian ia dan Felix pulang untuk menyiapkan dagangan.

"Kak, gimana caranya buat makanan tetap panas?" tanya Ameera.

"Maksudnya gimana?" Felix bertanya dengan bingung.

"Gini lho, rencananya aku mau dagang udang balado sama lobster yang kayak kemaren itu. Kayaknya kalo kita jualan makanan kayak gitu bakal laku keras. Kakak liat sendiri kan, kentang goreng kemarin malah lebih laku dari yang kita kira," jelas Ameera. Felix nampak berpikir sejenak.

"Kamu bener. Tapi kalo soal makanan biar tetap panas kita bisa bawa tungku kok. Gerobak keledai kita masih bisa angkut sampe 1 ton," balas Felix.

Ameera kemudian mulai berpikir tentang keledai yang mereka punya. Jika mereka ingin membawa barang banyak, setidaknya keledai mereka juga harus sehat dan kuat. Sedangkan untuk gerobak, mereka butuh yang baru. Melihat gerobak itu Ameera merasa sedikit khawatir tentang hal tersebut.

"Yang buat gerobak itu Bapak, kan?" tanya Ameera.

"Iya. Emang kenapa, Dek?"

"Nanti kita bikin gerobak yang baru dan lebih luas. Soalnya menurut prediksiku nanti di masa depan kita bakalan bawa barang banyak juga," Felix setuju dengan itu. Pasalnya gerobak mereka memang perlu banyak diperbaiki.

Mereka sudah sampai di rumah. Alvin kini sedang bermain di halaman rumah. Melihat kedua kakaknya pulang membawa ikan Alvin menjadi girang.

"Kak Felix bawa ikan banyak lagi," serunya sambil melihat ikan yang besar-besar di dalam ember.

"Kak Ameera," panggilan itu membuatnya menoleh. Ternyata anak-anak yang ia pintai untuk menangkap lobster dan udang berdatangan. Masing-masing dari mereka membawa banyak udang dan lobster. Bahkan pakaian mereka sudah sangat kotor sekali.

"Kak, liat. Kami sudah tangkap udang sama lobster nya," ucapan Bayu sambil menyodorkan hasil tangkapannya.

"Kalian hebat banget. Tunggu sebentar, kakak ambil sesuatu dulu di dalem yah," Ameera mengambil buku catatan usang yang kosong untuk mendata. Bagaimanapun juga ia kadang lupa dan ingin mencatat beberapa hal.

"Nah ayo sini. Kalian antri dulu, kakak timbang tangkapan kalian," Ameera mulai melihat bawaan mereka yang sangat memuaskan.

Felix dengan segera meletakan ikan itu dan membatu adiknya menimbang tangkapan dari anak-anak itu.

"Bayu dapet lobsternya dua kilo setengah sama udang nya tiga kilo. Sesuai kata kakak tadi lobster satu kilonya seribu sembilan ratus dan udang seribu delapan ratus. Jadi jumlahnya Sepuluh ribu dua ratus," setelahnya Ameera memberikan uang kepada Bayu. Anak-anak yang lain mulai berbisik tidak percaya akan bisa mendapatkan uang dengan mudah.

"Wah beneran dapat uang," seruan tidak percaya itu terlihat dari mereka. Di sisi lain mereka juga senang bisa mendapatkan uang.

Kemudian Ameera juga menimbang hasil tangkapan anak-anak yang lain. Dan terakhir adalah Rere. Si bocah kecil yang paling miskin di antara anak-anak yang lain. Meski begitu hasil tangkapan Rere lah yang paling banyak.

Dengan malu-malu ia menyerahkan hasil tangkapannya. Sesekali ia melihat ikan di dalam ember hasil tangkapan Felix.

"Nah, Rere bawa enam kilo lobster sama lima setengah udang. Jadi uangnya dua puluh satu ribu tiga ratus. Ini uangnya," Ameera menyerahkan uang kepada Rere.

"Kak Ameera, boleh nggak ikan yang kak Felix tangkap aku beli dua ekor. Soalnya Ibu di rumah nggak ada makanan buat di masak," Ameera merasa sedih mendengarnya. Ia pun memberikan dua ekor ikan dengan harga seribu tiga ratus.

Anak itu tampak sangat senang sekali mendapatkan ikan sekaligus uang. Ia tidak pernah menyangka akan mendapatkan uang sebesar itu. Rata-rata pendapatan orang di desa perbulan hanya sekitar empat sampai sepuluh ribu.

Ameera tampak semangat untuk menyiapkan dagangannya besok. Felix membantu Ameera memindahkan lobster dan udang ke dalam wadah yang terpisah. Itu memudahkan agar tidak susah nantinya.

****

TBC...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 05, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Life In 1990Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang