Buku yang berisi tentang siswa-siswi yang bermasalah di sekolah. Ada beberapa nama yang asing dan tak asing baginya. Salah satunya, anak yang selalu menganggu pikirannya akhir-akhir ini.
"Menarik," kata Magma. Setelah membaca beberapa halaman.
Jenggala Naratama, nama yang tertulis di sana. Berandal sekolah yang katanya telah mematahkan tulang ekor, bahkan sampai membuat temannya memakan sendal jepit bekas.
"Tapi, penakut dan gampang dibodohi," tambahnya kemudian.
"Rasanya, buku ini perlu diperbaiki."
"Ah, sebelum itu, mari kita perbaiki pemiliknya."
Magma meletakkan kembali buku itu, tangannya menopang dagu di atas meja. Dia sedang menunggu kedatangan anak nakal. Sembari melirik ke arah pintu, dengan menghitung detik dari arloji.
Brak!
Suara pintu terbuka dengan bantingan keras. Magma menggeleng pelan, tau siapa pelakunya. Tak lama menunggu, batang hidung seorang yang dia tunggu-tunggu, akhirnya muncul juga.
"Mau apa lo manggil gue?" tanyanya. Dengan wajah tak enak dipandang.
"Dimana sopan santun anda, Tuan Muda Jenggala Naratama?" sindir Magma langsung.
Jenggala mendengus kesal. Menarik kursi kosong di depan Magma, duduk di sana dengan kaki terangkat satu. Melihat itu, Guru muda hanya bisa tersenyum tipis. Melepas topangan dagunya, bersandar di kursi dengan tangan terlipat di depan dada. Magma menantang Jenggala.
"Saya ingin berkunjung ke rumah kamu nanti," kata Magma. Langsung menyampaikan niat dan tujuannya memanggil Jenggala ke ruangannya.
"Hah?!" Tidak. Jenggala tak salah dengar. Sangat jelas penyampaian Magma tadi, dia ingin berkunjung ke rumahnya.
Jenggala terdeteksi mulai panik. Pasalnya, kedua orang tuanya sedang berada di rumah. Jika mereka bertemu, mungkin Magma akan mengadu tentang kenakalannya.
Kepala Jenggala menggeleng pelan. "Nggak! Orang tua gue lagi nggak di rumah," tolaknya. Dengan berbohong kepada Magma.
"Sayang sekali, Jenggala. Saya tidak bisa kamu bohongi," ucap Magma yakin.
Magma lebih dulu menelpon kedua orang tua Jenggala tadi, mengatakan dia akan berkunjung sebagai guru pembimbing anak mereka yang baru.
Mata Jenggala membulat sempurna. Pertama kali dia kalah telak, orang di depannya seolah punya remote control yang mampu mengontrol semua tindakannya.
"L-lo boleh datang. Tapi, jangan ngadu macam-macam ke orang tua gue!" kata Jenggala kesal.
Magma itu terlihat tenang, namun menghanyutkan. Jenggala tak bisa bermain-main dengan Guru barunya itu.
"Hm, saya tidak akan mengatakan apa-apa, jika kamu bersedia bersikap baik terhadap saya. Bagaimana, Jenggala Naratama?" Semakin lama, semakin Magma tau apa kelemahan Jenggala. Maka, dia akan memanfaatkan semuanya dengan baik.
Mulut Jenggala sampai menganga lebar. Tak tau harus mengatakan apa lagi, otaknya seketika tak berfungsi.
"Kenapa semua orang mau gue berubah jadi baik?! Gue bukan pendekar rajawali kali," kata Jenggala sinis.
"Nggak orang tua gue, nggak guru-guru lama, bahkan guru baru juga mau gue berubah!" sambungannya kemudian.
Walaupun wajah Jenggala terlihat kesal, Magma masih melihat kesedihan dalam manik mata anak itu.
"Kamu lapar?" tanya Magma tiba-tiba.
Jenggala yang sempat mengalihkan pandangannya, kini kembali menatap Magma dengan penuh curiga. Berpikir, apakah Kanibal itu mulai merasa lapar setelah berbicara dengannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
MaJe (Magma and Jenggala) END
RandomWarning 21+ (BxB) Hanya cerita kecil nan lucu, kisah asmara biasa dengan bumbu-bumbu pertengkaran sebagai pelengkap. Benci jadi cinta, perasaan yang sudah biasa dirasakan oleh sebagian umat manusia. Ini, antara Magma dan Jenggala. Guru dan Murid. (...