Sekali lagi mendapat pukul diwajahnya. Magma memegangi rahangnya, sedikit bergeser mungkin. Ngilunya tak seberapa dibandingkan harus menahan nafsu yang sudah berada dipuncak.
Mengusap wajah kasar. Sekolah mulai sepi, Magma juga seharusnya sudah pulang. Tapi, sedari tadi pria itu hanya memandangi foto calon tunangannya.
"Maaf..." lirihnya.
"Apa saya salah jika menempatkan dua hati dalam satu tempat?"
"Memang gila, saya malah menyukai seorang anak laki-laki."
"Saya merasa benar-benar tertarik padanya." Mungkin saja, ini waktu yang tepat setelah 9 tahun tak pernah membuka hati untuk orang lain.
Magma akan mengunjungi makam calon tunangannya besok, meminta persetujuan secara langsung.
•••
Sesuai jadwal yang telah ditentukan. Hari ini adalah jadwal private yang Magma tentukan. Maka, disini pria itu sekarang. Di ruang tamu rumah Tuan Naratama.
Magma disambut oleh Tama dan Ratna. Dua pasangan suami istri itu sedang ada di rumah, kata Jenggala sangat jarang, tapi mereka kebetulan bertemu sekarang.
"Sekali lagi, saya mohon bantuan anda, Pak Magma." Tama sudah memohon berapa kali di depan Magma. Jikalau bisa, pria itu ingin berlutut.
Mengangguk paham. Dilihat dari wajah kedua orang tua Jenggala, pasti kelakuan anak itu selama ini sudah diluar jangkauan orang tuanya.
"Sedari pulang sekolah, Jenggala belum keluar dari kamarnya," ujar Ratna. Menyahuti percakapan diantara mereka berdua.
Wajah wanita itu nampak khawatir. Bagaimana tidak, tadi pagi putranya sudah uring-uringan dan mengatakan bahwa dia sedang jatuh cinta. Saat kembali dari sekolah, putranya terlihat lesu, matanya memerah dengan bibir bengkak. Pasti ada masalah yang serius telah terjadi.
Ratna menyerahkan kunci cadangan kamar Jenggala. "Ini, kamarnya di kunci." Dia yakin, Jenggala akan menuruti gurunya itu. Sangat yakin.
Magma memohon pamit untuk menyusul Jenggala di kamarnya. Sebisa mungkin, saat membuka pintu, tak menimbulkan suara yang dapat membangkitkan jiwa mahluk di dalam kamar itu.
Daun pintu sedikit bergeser. Terbuka secara perlahan. Magma masuk ke dalam dengan hati-hati. Lihat, anak itu sedang tertidur pulas rupanya.
Kembali menutup pintu dengan hati-hati. Saat berhasil masuk, Magma berdiam diri sebentar. Mengamati anak itu secara diam-diam.
Kening Magma berkerut. Cuaca sangat panas sekarang, tapi Jenggala menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut sampai batas leher.
Melangkah pelan, semakin mendekati hingga berhenti di sisi ranjang. Posisinya, Jenggala memunggungi Magma.
Semakin diamati, semakin Magma sadar. Jenggala tidak tertidur, tubuh anak itu sedikit bergetar dan mengeluarkan isakan kecil dari mulutnya.
"Jenggala?" panggil Magma pelan dan lembut.
"Pergi!" teriak Jenggala kesal.
Jenggala sadar akan kehadiran Magma. Dia tau, hari ini jadwal private mereka. Demi menghindari bertemu, anak itu ingin berakting dalam keadaan marah dan tak ingin diganggu oleh siapapun. Yah, walau nyatanya dia memang marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
MaJe (Magma and Jenggala) END
RandomWarning 21+ (BxB) Hanya cerita kecil nan lucu, kisah asmara biasa dengan bumbu-bumbu pertengkaran sebagai pelengkap. Benci jadi cinta, perasaan yang sudah biasa dirasakan oleh sebagian umat manusia. Ini, antara Magma dan Jenggala. Guru dan Murid. (...