Chapter 4

10 1 0
                                    

Berjuang adalah keharusan yang kau lakukan, melupakan adalah pilihan yang akan menentukan. Entah kau atau dia, siapa yang benar-benar mampu bertahan?”

-Arthur


Dengan perjuangan Sean, akhirnya ia bisa menemui Zoey hari ini. Sebenarnya Julia akan ikut, tetapi hari ini dia sedang sibuk mengurusi acara yang akan kelas mereka lakukan disalah satu rumah sakit. Sean memaklumi hal itu, jadi ia pergi sendiri menjenguk Zoey.

“Bagaimana keadaanmu sekarang?” tanya Sean.

Tanpa menatap Sean, Zoey mencoba berbicara tapi bibirnya terasa kaku.

“Kenapa, apa bibirmu masih kaku?”

Zoey mengangguk.

“Tidak apa-apa, kau harus cepat sembuh. Dikelas sunyi jika kau tidak ada,” ucap Sean mencoba menghibur Zoey.

“Terima kasih,” walaupun tidak jelas, Sean bisa mengerti apa yang dikatakan Zoey.

“Apa? Aku tidak bisa mendengarmu, kau menyukaiku?” Sean sengaja melakukan itu.

Zoey sedikit tertawa mendengarnya, ia juga mencoba memukul Sean, tapi tidak berhasil. Dengan ide Sean, ia meraih tangan Zoey dan menuntunnya untuk memukulnya lagi, kali ini berhasil.

“Awwww” Sean meringis seolah-olah Zoey memang memukulnya.

Tawa Zoey semakin menjadi, walaupun ia berusaha untuk menahannya.

“Benar-benar Julia, aku selucu ini dikatanya kaku” ucap Sean pelan.

“Kau lucu, Sean” kata Zoey yang berhasil membuat Sean salah tingkah.

“Benarkah? Kata Julia aku kaku sama sekali tidak lucu”

“Julia temanmu yang sering kau bicarakan itu?” Sean mengangguk dengan wajahnya yang terlihat seperti anak kecil sedang mengadu pada orang tua.

“Aku lucu bukan?”

Zoey menghela napas. “ Barusan kau lucu, tapi kemarin-kemarin kau kaku” Sean tidak percaya, bahwa perkataan Zoey sama persis dengan apa yang dikatakan Julia.

“Baiklah, sekarang katakan kau butuh apa, biar aku bantu” ucap Sean yang menyudahi pembahasan itu.

“Tolong ambilkan air itu” pinta Zoey.

Sean memberikannya sembari membantu Zoey untuk minum.

“Entah perasaan atau mimpiku saja, aku mendengar suara perempuan beberapa hari yang lalu disini” ujar Zoey setelahnya.

“Siapa, kau melihatnya?”

“Tidak, aku hanya mendengar ia bicara dengan seseorang. Awalnya aku pikir itu Ibuku dan Dokter. Tapi perkataan perempuan itu terdengar aneh.”

“Terus?”

“Dia mengatakan ‘tetap hidup adalah harapannya’ Saat itu aku mengira telah di surga” jelas Zoey.

“Jangan dipikirkan lagi, kau harus sembuh. Dan jangan pikirkan tugasmu, aku telah mencatat banyak untuk ujian final kita nanti”

Zoey menarik pelan Sean duduk di sampingnya, ia tersenyum dengan mata berkaca-kaca. Dengan menangkup wajah Sean, ia sedikit membelai rambutnya. Sean hanya diam seribu bahasa, ia terpesona dengan wajah pucat Zoey yang masih terlihat cantik baginya.

“Terima kasih telah bersamaku, Sean. Aku senang mengenalmu”

Mata Sean membelalak ketika Zoey mencium pipinya, Zoey juga memeluk Sean lama, ia menangis disana. Di pundak Sean, ia terus menangis tanpa suara, Sean hanya bisa membalas pelukan rapuh Zoey.

You Are My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang