IV

54 7 3
                                    

"HAH!!" Teriak Jisoo terkejut dan berjalan mundur menjauh dari Haein yang terduduk di ranjang Jisoo.

"Ahjussi, kau?? Ternyata benar kau bukan manusia" Kata Jisoo santai, dia sudah tidak terkejut lagi sebenarnya ia sudah tau sejak setelah kejadian kuku hitam Haein yang keluar tadi dan lagi kekuatan yang dapat melempar orang sangat jauh itu sudah jelas.

"Kau tidak terkejut??" Tanya Haein heran.

"Diamlah sebentar ahjussi aku obati lukamu" Jawab Jisoo mendekat ke Haein mengobati goresan di legannya. "Apa ini, sudah sembuh??" Kata Jisoo terkejut melihatnya.

"Ra-ehm Jisoo, Kim Jisoo?? Jisoo-ya tak perlu begitu bahkan bila pedang menancap dilenganku aku tak akan mati kalau bukan kau yang menancapkannya di lubang hitamku" Jelas Haein yang mendapatkan tatapan kebingungan dari Jisoo.

"Jisoo bolehkah aku memelukmu sebentar" Lanjut Haein mendapatkan tatapan tajam dari Jisoo.

"Apa kau sudah gila?!? Ahjussi benar-benar ingin mati cepat??" Saut Jisoo menjauhkan diri dari Haein.

"Benar, aku sudah lelah hidup ribuan tahun mencarimu. Aku hidup selama itu dengan rasa menyesal dan bersalah atas semua ingatanku yang telah membunuhmu ratuku karena,perbuatanku sendiri"Jawab Haein berdiri dan berjalan mendekat ke Jisoo.

"Jangan mendekat, ahjussi apa kau pasien rsj yang melarikan diri?? Dan juga aku tak mengerti apapun maksudmu ratu atau apapun itu" Kata Jisoo. Haein yang terus mendekati Jisoo hingga akhirnya Jisoo menabrak lemari miliknya.

"Jangan bergerak jika tak ingin mati beneran" Ucap Jisoo lagi.

"Apa kau tak mengingatku sama sekali?? aku sedikit lega tapi juga sedih kau melupakan hari-hari kita bersama dengan putra kita tapi itu tak mengurangi sama sekali rasa menyesalku atas dosa yangku perbuat" Jawab Haein semakin mendekat ke Jisoo.

"Sedang apa kalian" Ucap seorang lelaki saat melihat kamar anak perempuannya yang terbuka lebar dan sepatu hitam asing yang ada di depan.

"Appa, sudah datang" Kata Jisoo terkejut mendorong Haein dengan keras.

"Hmm, ada apa ini sejak kapan kalian berkencan??" Lanjut Daesung ayah dari Jisoo dan Junkyu.

"Ayahanda" Gumam Haein yang masih mematung.

"Ada apa dengannya? kenapa bicaranya seperti seorang kakek-kakek??" Tanya Daesung pada Jisoo. 

"Entahlah, dia sudah aneh sejak tadi" Jawab Jisoo dan pergi keluar ke Junkyu yang baru datang membeli makanan. "Jadi kalian benar berkencan?? dan sudah berani membawanya pulang bahkan?? cepat sekali anak perempuanku ini tumbuh" Kata Daesung mengikuti Jisoo dan menggodanya. 

Jadi, mereka masih menjadi keluarga bahkan saat ini. Semakin besar rasanya dosaku telah memisahkan keluarga damai ini. Jisoo, ayah maafkan diriku, Batin Haein.

"Ahjussi kau tak makan!!" Teriak Jisoo dari ruang tamu.

"Ya!! tunjukkan sisi wanitamu saat bersama kekasihmu" Goda ayahnya. "Appa dia bukan kekasihku, kita tidak kenal" Jawab Jisoo dan memulai makannya.

"Kesinilah, lelaki tampan. Berapa usiamu?? Kau tampak sangat tampan sekali, dengarkan aku anak tampan. Jangan berani mempermainkan perasaan anakku jika kau tak ingin mati di tangankku. Jadi kapan kau akan menikahi anakku" Kata Daesung panjang.

"APPA!!" Teriak bersamaan Jisoo dan Junkyu setelah mendengar ucapan ayahnya.

"Why?? bukankah sudah waktunya untukmu menikah"Lanjut Daesung.

"Sesegera mungkin" Jawab Haein santai duduk di sebelah Junkyu yang menatapnya tajam sejak tadi. 

"AHJUSSI!!" Teriak lagi Jisoo dan Junkyu. "Apa kau sudah gila?!?" Lanjut Jisoo. "Apa kau sudah lelah hidup?!?" Saut Junkyu.

"Jisoo, Junkyu lihat kalian kasar sekali pada tamu kita. Maafkan mereka, mereka memang agak kasar ketika bicara" Kata Daesung ditengah pertengkaran itu dan memukul kepala Jisoo dan Junkyu menggunakan sendok.

"Appaaa" Rengek keduanya. Haein tersenyum, setelah ratusan tahun ia tak pernah tersenyum akhirnya ia merasakan gejolak bahagia dalam hatinya. Ingin rasanya ia tetap tinggal disini dengan keluarga kecil nan bahagia ini. 

Tapi apa boleh buat, mereka akan selalu mendapatkan masalah jika Haein tetap disini karena, banyaknya orang yang membenci ratunya dan rajanya dulu bahkan mereka masih mengejar hingga kini. Entah itu suruhan ibu sang raja yang sejak dulu membenci ratunya atau entah siapa. Dan yang pasti itu akan membuat Haein semakin kesakitan tiap malamnya, lubang hitam akan selalu terasak gatal dan panas membara dengan darah hitam pekat yang selalu keluar jika dia tidak segera mengakhiri ini. Tapi, dia telah mengubah pikirannya setelah melihat ratunya yang hidup bahagia dengan senyum lebarnya yang manis dan cantik. Haruskah aku tinggal saja disini, Batin Haein.

"Ahjussi tak makan, anda membuang uang noona saya jika tak memakannya" Ucap Junkyu sinis, tatapan Junkyu memang tak mengenakkan sejak awal mereka bertemu. Bagaimana tidak pria aneh tiba-tiba datang di kehidupan mereka, belum lagi pengalaman sebelumnya tiap lelaki yang datang pasti mengincar kakaknya. Wajar jika ia merasa tak nyaman.

"Maaf saya tidak makan ini" Jawab Haein singkat dan memilih untuk melihat-lihat berbagai foto di samping tv.

"Lalu kau makan darah" Kata Junkyu ketus. "Kim Junkyu!!" Saut Jisoo menatap tajam Junkyu. 

Mereka kembali makan dan membiarkan Haein dengan urusannya sendiri. Haein masih menatap, mengambil, menaruh semua foto-foto, dirinya kemudian tertarik dengan foto pada bingkai kecil yang ada bagian fotonya terobek atau sengaja dirobek itu. Bukan pada robekannya, tapi pada anak lelaki yang duduk dengan senyum manisnya di sebelah anak perempua yang menatap adiknya dengan penuh sayang.

"Kenapa?? Kau ingin bertanya kenapa foto itu disobek??" Tanya Daesung yang melihat Haein memegangi foto dalam bingkai kecil tepat di sebelah jendela.

"Wanita itu pergi menginggalkan kita karena, gila uang" Saut Junkyu santai dan tenang.

"Kim Junkyu!! itu ibumu" Kata Jisoo memukul Junkyu dengan sendoknya. "Noona kau jorok sekali, seperti appa" Jawab Junkyu.

"Kalian berdua tidak lelah bertengkar, sudah hentikan. Lalu kenapa kau ingin bertanya sesuatu?"  Lanjut Daesung.

"Anak lelaki ini, siapa dia??" Tanya Haein menunjuk anak kecil lelaki satu-satunya disitu.

"Aku" Jawab Junkyu santai dengan tetap fokus pada makanannya yang hampir habis.

Putraku, Batin Haein. Tanpa sadar berlinang siap meneteskan air mata. Bagaimana tidak, putra kecil satu-satunya yang tak pernah diberikannya kehangatan sekalipun, bahkan ia mengusirnya kini telah dewasa dan duduk tepat di depannya.

"Ahjussi kau menangis??" Tanya Jisoo.

◇◇◇

Terima kasih sudah membaca ♡. Jangan lupa vote dan semoga kalian menyukai ceritanya.

Tbc

eternalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang