6 - Fate

244 28 0
                                    

6 – Fate

Beberapa bulan kemudian ...

Kalia memperhatikan Laksa yang suasana hatinya tampak bagus setelah mendapat telepon dari Remy tadi. Pasalnya, itu adalah telepon undangan makan malam di mana Lana yang akan memasak makan malamnya.

"Kita mampir dulu untuk mengambil pesanan bungaku," Laksa tiba-tiba berkata.

"Apa, Pak? Bunga apa?" Kalia terkejut karena dia sama sekali tidak mendengar ini sebelumnya. Terlebih, biasanya jika ada kebutuhan seperti ini, Kalia juga yang menyiapkannya.

Laksa berdehem. "Dia suka bunga, tapi aku nggak tahu kenapa dia cuma beli lukisan bunga aja," Laksa berkata. "Mama dulu juga suka bunga, jadi aku yakin dia juga suka bunga."

Kalia tersenyum mendengar itu. Mungkin untuk orang-orang, Laksa tampak seperti kakak yang tak peduli dan tak menyayangi adiknya. Namun, di dunia ini, tak ada yang lebih penting bagi Laksa selain Lana.

"Tapi, apa Pak Laksa sudah menyiapkan hadiah untuk Pak Remy?" tanya Kalia.

Laksa mendengus kasar. "Untuk apa?" sengitnya. "Bukannya dia udah dapat hadiah yang luar biasa dengan menikahi adikku?"

Kalia berusaha menahan senyum gelinya mendengar itu. Yah, Laksa tidak mengatakan hal yang salah. Bagi Laksa, tak ada hal yang lebih berharga di dunia ini selain Lana.

"Oh, nanti di sana, kamu jangan lupa cek keperluan bayi yang belum ada di rumahnya Remy," Laksa mengingatkan Kalia.

Kalia tersenyum dan mengangguk. "Baik, Pak."

Laksa kemudian menghela napas, ekspresinya berubah. "Aku tahu Remy udah menjamin keamanan Lana, tapi ... aku masih belum bisa sepenuhnya tenang," ungkap pria itu. "Terutama karena sekarang Lana hamil. Dan Remy juga pasti punya beberapa orang yang ngincar dia buat balas dendam. Aku juga belum nyelesaiin masalah di kantor."

"Jika itu tentang Pak Remy, Pak Laksa sepertinya tidak perlu khawatir," Kalia menenangkan Laksa. "Terlepas dari banyaknya musuh Pak Remy atau banyaknya orang yang membenci Pak Remy, tapi tidak semua orang cukup bodoh untuk membuat masalah dengan Pak Remy. Sejauh ini, tidak ada satu pun musuh Pak Remy yang menyerangnya, tanpa nasib mengerikan di akhirnya. Bahkan meski itu masih kerabat, keluarga, atau siapa pun, Pak Remy tak segan untuk menghukum mereka yang berusaha mengusiknya.

"Sementara, tentang masalah perusahaan kita, saat ini kita sudah mengumpulkan semua bukti dan saksi. Dalam waktu dekat, begitu orang-orang itu tertangkap, kita bisa menghukum mereka untuk semua kejahatan yang telah mereka lakukan."

Laksa mengangguk. "Bahkan orang-orang di perusahaanku pun takut sama dia," dengusnya. "Tapi ... karena aku nggak bisa setegas Remy, aku nggak bisa ngelindungin siapa pun. Nggak Lana, nggak Remy. Bahkan, karena aku terlalu lemah, Remy harus turun tangan dan sekarang, Lana pun jadi sasaran. Seandainya aku bisa sedikit aja setegas Remy sejak awal, mungkin aku bisa melindungi Lana lebih baik."

"Mengenai ketiga eksekutif yang menjadi terduga pelaku, setelah penculikan Bu Lana digagalkan, mereka bertiga menghilang. Tapi, orang-orang kita sudah bergerak untuk mencari mereka," Kalia melaporkan. "Dan sepertinya, alasan mereka berani menyentuh Bu Lana adalah karena mereka sudah tidak punya jalan lain setelah tahu kita mengumpulkan bukti dan saksi. Mereka berencana menggunakan Bu Lana untuk mencelakai Pak Laksa dan Pak Remy. Itu akan membereskan semua masalah.

"Dan berdasarkan informasi yang saya dapatkan, bukan hanya mereka bertiga yang terlibat dalam hal ini. Karena itu, saya masih harus mencari tahu siapa-siapa saja yang terlibat. Tapi, dengan menghilangnya mereka bertiga, sepertinya akan sulit untuk menemukan yang lainnya."

Laksa menghela napas. "Apa ada kemungkinan orang-orang dari perusahaan Remy terlibat?" tanya Laksa.

"Saya belum bisa memastikan itu. Tapi, saya meragukan itu," ucap Kalia. "Pak Laksa tahu sendiri kekuatan Pak Remy di perusahaannya."

Laksa mengangguk sembari tersenyum getir. "Seandainya aku bisa bersikap setegas Remy sejak awal ..."

Tidak. Laksa tidak mungkin bisa melakukan itu. Karena tak seperti Remy yang hanya harus melindungi dirinya sendiri, Laksa punya Lana. Apa yang dilakukan Remy itu tidak akan bisa dilakukan Laksa karena dia harus melindungi Lana. Karena itu, menghadapi situasi seperti itu ... tidak ada yang bisa Laksa lakukan selain terpaksa tunduk pada para eksekutif perusahaannya. Karena itu untuk keselamatan Lana.

***

Ketika Asha tiba di rumah Remy, Beni memberitahu jika Remy dan Lana ada di dapur. Asha meninggalkan putranya di ruang tamu bersama Beni untuk pergi ke dapur. Namun, ia mengerutkan kening heran melihat Remy dan Lana duduk berjongkok di samping pintu dapur. Apa yang mereka lakukan?

Samar ia mendengar Remy mengatakan jika ia menyuruh seseorang ke sini, tapi Asha datang ke sini karena undangan Lana.

"Siapa yang kamu suruh ke sini?" tanya Asha begitu ia tiba di depan mereka.

Remy dan Lana mendongak bersamaan menatap Asha. Pemandangan ini benar-benar lucu.

"Dan ngapain kalian berdua duduk di situ?" tanya Asha geli.

Alih-alih menjawab Asha, Remy dan Lana tampak saling berbicara pelan hingga Asha sulit menangkap isi pembicaraan mereka.

"Apa yang kalian omongin? Kenapa kalian bisik-bisik gitu di depanku?" omel Asha.

Remy menghela napas, lalu berdiri dan mengangkat kedua tangan. "My bad. Aku yang salah di sini dan aku akan menerima hukuman apa pun."

Asha mengerutkan kening heran. "Apa maksudmu?"

"Aku ngundang Laksa ke sini," Remy berkata.

Asha membelalakkan mata mendengar itu. Laksa ... akan datang kemari? Hal pertama yang ada di pikiran Asha adalah Akas.

Tidak. Asha tidak akan membiarkan pria itu melihat Akas. Asha bergegas kembali ke ruang tamu.

***

"Kayaknya mereka ngundang orang lain selain aku," singgung Laksa ketika ia turun dari mobil.

Sebuah mobil lain terparkir di depan rumah itu, itu pun mobil yang tak dikenali Laksa. Namun, bukankah ini seharusnya acara makan malam keluarga? Siapa yang diundang Lana selain Laksa?

Dan Laksa mendapatkan jawabannya ketika ia masuk ke rumah itu. Setelah Beni menyambutnya, Laksa kemudian melihat seorang anak yang duduk sendirian di sofa ruang tamu rumah itu. Namun, anak itu ...

"Pak Laksa, anak itu ... mirip seperti anak laki-laki yang ada di foto keluarga Pak Laksa," ucap Kalia.

Laksa mengernyit. Laksa tidak bisa membantah kata-kata Kalia itu. Laksa sendiri sangat familiar dengan wajah itu. Mengingat wajah itulah yang berada di foto keluarga yang selalu ada di meja kerjanya.

Namun, bagaimana bisa ...?

Ketika anak itu mendongak dan menatap Laksa, tatapan mereka bertemu. Namun, kaca mata yang dipakai anak itu ... mengingatkan Laksa pada orang lain. Laksa mengerutkan kening. Tidak mungkin ...

Hingga tiba-tiba, seseorang muncul dan menutup pandangan Laksa dari anak itu. Laksa terkejut mendapati kehadiran seorang wanita yang ...

"Ugh ..." Laksa mengerang sembari memegangi dadanya yang terasa sakit. Wanita yang baru tiba itu memakai kacamata dan Laksa tak mungkin salah mengenalinya. Wanita yang selalu muncul dalam mimpinya ...

"Asha ..." Kalia memanggil wanita itu.

Laksa mengerjap. Ia kembali mengamati wajah itu dan menyadari. Wanita itu, tak lain dan tak bukan adalah sekretaris Remy. Hanya saja, kali ini ia tak memakai make up ataupun berpenampilan seperti biasanya dan ... memakai kacamata.

"Kamu ..."

Asha tiba-tiba berbalik dan menggendong anak berkacamata di ruang tamu itu, lalu tanpa mengatakan apa pun pada Laksa, dia pergi.

***

A Cold MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang