22. Dreams, or Delusions.

207 25 5
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Memandangi jendela dengan tatapan memelas, Sylvia menumpu wajahnya dengan cakupan penuh telapak tangan kanannya. Menerima angin luar yang menerpa lembut wajahnya untuk memberi kesegaran sementara.

Netranya memandang lembut gemulai angin yang menari bersamaan dengan ranting pohon, organ ber-iris amethys itu lalu menutup pelan. membiarkan pendengarannya menangkap gesekan ranting dengan daun yang saling menyapu, berdampingan membawa sayu.

Ketenangan yang ia miliki tak lama kemudian terusik, kala ketika membuka mata, Ia mendapati Irina memasuki kamarnya dengan langkah arogan.

"Mendapatkan ketenangan saat keadaan luar sedang kacau, eh?"

Sylvia mendengus pelan, sarkasme yang kerap Ben lontarkan padanya tidak akan pernah berdampak seperti sarkasme Irina kepadanya.

"Lalu apa yang kau harapkan dari Putri Kecil-mu ini?" 

"Hah— bukankah ada hal lain yang harus kau lakukan?" Irina menghela nafasnya, menatap Sylvia dengan iris maklum.

"Apa?" Sylvia berbalik menatap Irina, mengingat bahwa ia tidak bisa melakukan apa-apa karena mana miliknya masih ditahan Irina, Sylvia jadi melupakan orientasi waktu dan tugasnya.

"Kuingatkan bahwa kau juga sedang menjadi murid seseorang, Sylvia." Irina menjeda kalimatnya. Perempuan yang sudah berganti gaun menjadi putih gading itupun mendudukkan dirinya di kasur Sylvia.

"Dan kurasa, kau sudah hampir sebulan lebih tidak berlatih dengan guru lainmu." lanjut Irina kemudian dengan bergerak menyilangkan kaki dalam duduknya.

Sylvia memaku ditempat, bulu-bulu halus dibadannya kemudian berdiri sendirinya.

"Sialan, aku lupa." 

Ben pasti, seratus persen, mengamuk.

Dan pada saat itu terjadi, Sylvia tidak akan bisa melakukan apa-apa kecuali menurut seperti anjing yang sedang di disiplinkan oleh tutornya. 

Sial, membayangkannya saja sudah terasa horror bagi Sylvia.

" Irina, kembalikan Mana-ku!"

Tatapan tidak percaya terpatri di wajah Sylvia ketika Irina dengan jelas menggeleng pelan, "Tidak sampai kau jera dengan kelakuanmu."

"Aish, sial, sial, sial!"

Andai saja sihirnya sedang tidak ditahan oleh Irina, mungkin Sylvia sudah bisa kabur di hari pertama ia sadar telah menginjakkan kakinya di Istana Raja dan pergi menemui Ben. Tentu berada di ruang lingkup Ben akan terasa lebih familiar baginya daripada lingkup Istana yang sekarang menyelimutinya.

Dan bagi Syvia, omelan-omelan Ben sebelumnya bisa dia abaikan. Namun untuk kali ini, firasatnya tidak enak. Kemarahan Ben untuk kenakalannya ini pasti akan menjadi keseriusan yang akan lebih merepotkan bagi Sylvia ketika berlatih  nanti.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 25, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Princes of Natuality Kingdom [MAJOR EDITED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang