Setelah mendengar kabar insiden anaknya itu, Laras segera menancap gas mobilnya untuk pergi ke sekolah. Mau tak mau ia harus menemui wali kelas baru Jendra. Sepanjang perjalanan ia hanya mendumel tak jelas, bagaimana bisa anaknya menjadi gampang cengeng dan lemah seperti itu?Rahangnya sontak mengeras, saat mengingat kembali isi chatting nya dengan orangtua si pelaku, ibu Tresha namanya. Rasanya kesal sekali saat lawan bicaranya itu menganggap remeh akan dirinya, Laras sangat tak suka bahkan benci terhadap orang-orang yang menganggap dirinya remeh ataupun lemah. Letak harga diri Laras tentu berbarengan dengan gengsi nya yang super tinggi.
Awalnya sengaja Laras tak mau datang, karena enggan melihat anaknya yang lemah menangis kesakitan. Jadi, Aeera selaku wali kelas baru nya Jendra memutuskan untuk memberikan ruang bagi kedua orangtua anak muridnya itu melalui chat karena Laras tak berkenan hadir. Justru hal itu, membuat Laras memutuskan untuk datang, hasratnya sangat ingin berbicara empat mata dengan orangtua yang dianggap pelaku yang telah mematahkan lengan anaknya itu.
Sungguh, akibat kelakuan Elios waktu belajar Jendra jadi terganggu. Begitu pikirnya.
“Apa? Kompensasi? Enak saja dia ganti langsung pakai uang. Emangnya dia lagi berhadapan sama siapa? Seenaknya saja.” Sepanjang mengemudi, tak henti-hentinya Laras bergumam sendirian, saking kelewat kesal.
"Dasar gak waras. Sakit diganti sakit lagi, mana bisa diganti sama uang, dikira dia lagi berhadapan sama orang miskin? Gak mampu gitu?" Nada bicara Laras semakin gondok.
Namun dibalik itu, Laras masih memutar otak. Ia masih berpikir keras bagaimana caranya agar Elios bisa keluar dari sekolah anaknya tersebut. Semakin dipikirkan, semakin Laras pening dibuatnya. Tangannya bergerak, secara tak sadar ia menggigit ibu jarinya.
“Sialan.” Umpatnya di sela-sela rasa bimbang.
Sesampainya di sekolah, Laras bergegas pergi menuju ruang guru. Irisnya langsung menangkap sosok wanita paruh baya yang tengah berbincang dengan Aeera, yang Laras yakini bahwa itu wali kelas baru Jendra. Tak ingin membuang waktu, sejurus langkah Laras menghampiri mereka yang tengah sibuk berbincang.
Tidak, Laras tak mendapati wali kelasnya itu banyak berbincang. Justru lawan bicaranya yang kelimpungan sendiri, kalut akan perbuatan sang anak hingga memohon-mohon memintanya untuk bernegosiasi dengannya kali ini saja. Di depan meja itu, Laras melihat dengan sangat jelas. Sebuah amplop cokelat yang cukup tebal yang nominalnya diyakini pasti cukup besar. Laras sudah tahu, Tresha pasti berniat untuk memberikan amplop itu sebagai imbalan agar wali kelasnya tutup mulut.
Di sela-sela kondisi yang menegang, Laras tertawa sumbang setelahnya. “Hebat ya, setelah kamu ngemis ke saya pakai uang, sekarang kamu ngemis-ngemis ke wali kelas?”
Suara Laras sontak membuat atensi keduanya beralih pada dirinya. Mendengar itu, Tresha menatap manik Laras tak suka.
“Jangan ikut campur kamu! Urus saja anak kamu pembawa sial itu!” Sentak Tresha, dibalas tatapan nyalang oleh Laras.
Rahang Laras lagi-lagi mengeras, senang sekali manusia satu ini menyulut emosi serta kesabarannya yang tipis bagaikan satu lembar tisu yang dibelah dua. “Anak kamu tuh, udah muncul jiwa-jiwa kriminal! Bisa-bisanya lho masih kecil sudah berbuat begitu!” Sahut Laras enggan kalah, berapi-api.
Belum selesai bicara, kini tatapan Laras beralih pada Aeera, wali kelas.
“Bu, seharusnya murid seperti Elios ini yang harus dikeluarkan dari sekolah. Kalau sekolah terus-terusan pelihara anak ringan tangan dan hobi membuat keributan seperti dia, yang ada hanya buat citra sekolah semakin buruk.” Final Laras terdengar puas.Alis Tresha bertaut, “Apa? Pelihara? Anak saya bukan binatang ya! Jangan sembarangan kamu!”
Sebetulnya, keributan yang dibuat Elios selepas jam istirahat tadi tidak begitu terlalu gaduh, sebab Aeera yang buru-buru melerai. Guru-guru pun belum sepenuhnya tahu terhadap insiden yang menimpa Jendra tadi. Karenanya, Tresha mengambil kesempatan itu untuk menutup mulut Aeera dan beberapa guru dengan sejumlah nominal uang yang cukup besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selamat tidur, anak mama.
FanfictionDanaka Jendra berpikir bahwa dirinya hanyalah bagaikan selembar kapas yang menyerap rasa sakit dari jahatnya semesta. Sosok mama sudah lebih dari cukup sebagai plester luka nya, walaupun beracun, Jendra yakin penderitaannya akan hilang saat kembali...