06. Ayah?

273 38 4
                                    


Halooo, sebelum lanjut baca boleh aku minta tolong?

eumm kalo ga keberatan as a feedback boleh aku minta vote dan comment nya? boleh juga dishare supaya makin banyak yang baca

Thankyou ya!! Selamat membaca!!

Feel the words, and loving around paragraph.

____________

"Pada kemana sih? Inhaler mas mana?"

"Eh? Mas sesak lagi? Asma nya kambuh?"

"Ini orang-orang rumah pada kemana sih? Masa mas datang sudah ditinggal aja."

"Maaf ya mas, Ren sama yang lain pergi dulu keluar beli makan sebentar. Inhaler mas kalau gak salah ingat sih disimpan di laci meja nakas kamar."

"Tapi mas-"

Sambungan telepon ditutup secara sepihak. Belum juga lawan bicaranya itu menyelesaikan dialognya, tiba-tiba saja terputus. Alisnya bertaut, menandakan dirinya sedang dilanda perasaan kesal.

"Tunggu sebentar ya," Kedua tangannya bergerak cepat membopong tubuh ringkih itu ke posisi duduk mencari posisi senyaman mungkin.

"Dadanya sakit?"

Yang ditanya lantas mengangguk. Dadanya naik turun mengembang kempis dengan cepat nampak susah payah guna meraup banyak oksigen. Langkah jenjang itu ia bawa ke ruangan bernuansa putih abu, seperti yang dikatakan Renald tadi, pandangannya mengabur, namun iris gelap itu langsung menangkap meja nakas yang berisikan inhaler disana. Raut mukanya sempat menegang beberapa detik saat barang yang tengah dicari tak ada di dalam sana.

"Dimana sih?"

Monolognya jengkel sambil meremat rambutnya sendiri. "Mas Marvel? Cari apa?"

Itu suara Hajun. Atensinya alun-alun tertuju pada sumber suara yang sontak memicingkan mata. Walau nampak kabur dan tak terlihat begitu jelas, kentara sekali Hajun yang berada di ambang pintu kamar turut bingung. Geming, hanya suara pergerakan riuh Marvel yang mengikis keberadaan kedua kakak beradik itu.

Hajun lantas menggeleng melihat Marvel,  kakaknya itu kalang kabut sendiri.

"Pakai dulu kacamata nya, nih."

"Makasih."

"Kenapa dilepas, sih? Kalau ada apa-apa kan jadi kesusahan sendiri, untung ada gue."

Di sela ucapan dongkolnya, sang kakak kembali menatap iris gelap milik Hajun, menatapnya tak suka. "Habis darimana kamu?"

"Dari wc, kebelet tadi."

"Bohong, ngapain kamu?"

"Ya kencing lah mas! Masa mau makan sih!"

"Kamu udah gak sayang sama mas? Udah gak sayang sama yang lain?" Pertanyaan mendadak itu sukses mengintimidasi si lawan bicara. Hajun lantas mengernyit tak mengerti, ucapan Marvel benar-benar aneh.

"Apasih, mas? Tiba-tiba bilang kaya gitu."

Marvel merotasikan bola mata, jengah. "Daridulu kamu itu susah banget dibilangin. Sudah mas bilang berapa kali buat gak ngerokok? Mau mas mati?"

Tanpa menunggu jawaban dari Hajun, segera langkah jenjang itu membawanya kembali ke ruang tv, dimana pertama kali ia tangkap sosok Jendra yang tengah susah payah mengambil napas. Hajun mematung beberapa saat, kata-kata terakhir Marvel sukses membuatnya memutar otak.

Hajun menghela napas kasar. "Lebay banget ngerokok bawa-bawa ajal."

"Jun, ayah saja berhenti merokok demi mas kamu. Dia kan punya riwayat asma, yang sewaktu-waktu kalau aja asapnya gak sengaja kehirup bisa langsung sesak parah."

Selamat tidur, anak mama.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang