Strategi!

782 173 12
                                    

Pembicara mengenai perbaikan hidup mulai digosok di antara mereka. Maksudnya, di geng Ara. Kelompok bokek forever itu. Ara, Mira, Eli, Lulu, Dey, dan Olla. Seperti biasa, Dey selalu menjadi moderator paling bernafsu.

"Jadi, sebelum kita bergerak, kita musti paham dulu, siapa dan dimana posisi kita," Kata Dey dengan suara jenderal.

Mereka duduk berenam mengelilingi meja segi empat di ujung ruangan yang sering jadi arena ngerumpi dan ngemil, jika sedang suntuk bekerja. Sebenarnya ini kumpul-kumpul iseng setelah mereka berenam merasa kekenyangan setelah menyantap pecel lele dengan masing-masing dua porsi nasi di warung tenda depan kantor. Dan tak ada lain legiatan yang lebih menyenangkan setelah itu selain ngobrol ngalor-ngidul dan menyeruput kopi hitam buatan office boy kantor ini.

Tapi celetukan Dey, tentang strategi menjaring orang-orang tajir, membuat kumpul-kumpul iseng ini menjadi arena diskusi dengan ketegangan siaga satu. Paras mereka mirip pasukan yang siap mengepung markas musuh. Dan Dey pemimpin pasukannya.

"Maksud lu, kita mesti kenal lagi sama diri kita sendiri, gitu?" Lulu mengejek

"Ya, bukan, bencong.  Kalo lu belum kenal siapa diri lu, berarti emak lu dulu lupa ngasih nama!" Sambar Dey kesal.

"Begini," katanya lagi " Kita nih, mesti tahu, orang-orang kayak kita ini sebenernya ada di kelas mana dalam tatanan masyarakat" katanya serius.

Ara berdehem "Udah kaya belajar Sosiologi ya mba"

Dey menampar belakang kepala Ara dengan gemas "Pinter emang orang miskin satu ini!"

"Idih, sakit bego!"

"Gue tau!" Mira menyahut menyudahi aksi rusuh Ara dan Dey

"Maksud lu, kalau di lihat dari jumlah gaji, dan di lihat secara umum kita masuk warga menengah. Tapi kalau ditilik dari kebutuhan kita di tengah lingkungan kita yang banyak kebutuhan dan kepingin hidup glamor, sebenarnya nasib kita tergolong warga kelas bawah, begitu?"

"Cakep!"

"Jadi?" seperti biasa Eli  adalah insan yang lemah dan lamban dalam penangkapan maksud.

"Aduh lu mesti kurang-kurangin minum marimas deh,  udah kagak bener tuh efeknya" Olla tertawa

"Kalian kaga capek apa,  setiap akhir bulan, kita mengalami cobaan yang sama. Belangsak dan bokek. Belum lagi mikirin bayar kost, ngasih orang tua, makan sehari-hari, dan antek-anteknya. Bukannya bisa nabung, problematika kita masih di situ-situ aja" Tandas Dey

Ara jadi semakin tertarik. Pembicaraan ini akan menajamkan pikirannya yang seminggu ini di penuhi dengan niatan untuk memperbaiki nasib.

"Tapi, apakah kita semenderita itu, Dey? Maksud gue, toh kita punya banyak kesenangan hidup macam ngopi-ngopi di cafe, ngejar diskonan, nongkrong di pinggir jalan atau masih sanggup buat belanja-belanja di mall..." Kata Mira

"Iya. Tapi semua kita lakukan dengan beban perhitungan kan? Tiap habis main mesti ngeributin uang patungan"

"Udah deh, ke intinya aja! Gue nggak bisa kalau udah bertele-tele kayak gini" sambar Eli tak sabar.

Dey menghela napas "Kita akan meneropong diri kita, untuk menakar sampai sejauh mana batas kemampuan kita untuk bisa menggaet orang berduit!"

Demi mendengar kalimat sakti itu, serentak mereka ber lima menjadi tersihir untuk diam. Menajamkan indera pendengaran

"Begini" lanjut Dey makin bersemangat "Bukan karna kebutuhan, kita jadi terlihat gampangan. Maksud gue kalau kebutuhan lu pada banyak, lu mesti nyari yang tajir melintir. Tapi lu juga jangan lupa sama kemampuan dan kelebihan lu yang bisa lu jual. Dalam artian lu harus punya daya tarik yang memikat..."

KOST REDAKSI!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang