Chika memburu

818 174 9
                                    

Kedekatan antara Ara dan Chika semakin tak terbantahkan. Mereka kerap sekali menghabiskan waktu bersama. Di mulai dari makan siang bareng sampai kadang-kadang pulang  juga bareng. Ara bukan tidak tahu reaksi curiga dari teman-temannya sering kali membuatnya sedikit takut.  Ia hanya berusaha bersikap sewajarnya, toh, hubungannya dengan Chika juga tidak sejauh yang teman-temannya duga. Mereka masih di batas wajar. Bedanya, Ara tidak lagi menggunakan panggilan formal ketika sedang berdua dengan Chika. Selebihnya, jika di kantor Ara dan Chika kembali menjadi dua orang biasa sebagai mestinya. Sewajar hubungan Atasan dan seorang bawahan.

Meski semakin hari, Ara merasa Chika semakin terus memburunya. Mengikatnya. Mengawasi seluruh kegiatannyan. Apa yang Ara lakukan, pandangan Chika kadang-kadang tak lepas meneropongnya. Begitu pula dengan perasaannya yang semakin hari semakin di aliri perasaan membingungkan. Sewaktu-waktu Ara merasa tak nyaman, tapi ia juga tidak pernah bisa menolak semua permintaan Chika.
Lantas di sebut apakah hubungan keduanya kalau seperti ini?

"Kamu bisa ke ruangan saya kalau nggak lagi sibuk" Suara Chika terdengar hati-hati. Ia tersenyum sedikit sebelum mengantar Ara sampai pada mejanya.

"Mungkin kita bisa makan siang bareng, saya malas makan sendiri"

Ara hanya mengangguk, ia membiarkan punggung Chika menjauh. Barulah ia sampai di mejanya.
Dan ocehan Eli sudah menyambutnya di sana. Suaranya sewot

"Gue dari kemarin ngubah-ngubah program yang sudah di setujui sebelumnya. Soalnya tahu-tahu aja, Oniel minta gue bikin perubahan di sana-sini, karena mendadak direksi nggak sreg sama rancangan program yang udah dibuat. Sinting, kan? Mana gue udah kirim-kirim ke relasi. Udah koordinasi sama orang iklan. Mencret gue!

Dari mejanya, Mira langsung menghardik "Kalo ngomong ati-ati dong. Bakmi gue belum habis nih!" Bentakan Mira yang paling anti mendengar kata-kata menjijikan saat makan. Lalu perhatiannya berlaih pada Ara yang sudah sibuk mengotak-atik komputer

"Lu, kayaknya tadi akrab banget sama Bu Chika, Ra!" Mira mengarahkan pandangan penuh selidik

"Gue ribet ngurusin jumpa pers. Bu Chika cuman nanya kesiapannya udah sampe mana"
Semakin sering dan mahir pula Ara mencari-cari alasan.

"Ah, nggak. Gue lihat tadi muka lu kesenengan kok. Biasanya kan lu panikan" Mira tak puas

Ara merengut "Nggak usah mengada-ngada deh, lu mikirin apa emangnya?"

"jangan-jangan Bu Chika emang target lu.." Mira menggoda

"Tapi gue lihat dia sering banget ngeliatin lu diem-diem, Ra. Tapi gue nggak pernah ngasih tau lu, takut lu kesenengan" Mira mengelap mulutnya dengan tisu.

"Makin ngaco Mir!" Ara meleberkan senyum sedikit. Lalu ia menyadari sesuatu.

"Lu lihat Bu Fiony nggak sih. Mir? Kok sekarang gue jarang lihat doi ke kantor sih"

"Lu nggak tau gosipnya emang?"

Ara menggeleng

"Dalam waktu dekat, Bu Fiony kayaknya nggak di kantor sini lagi deh. Tapi ada dua kemungkinan antara resign sama pindah kantor" Mira menatap perubahan wajah Ara yang terkejut.
"Lu beneran nggak tau Ra?"

"Kok bisa? Kenapa?"

"Kan, ada Bu Chika..."

Ketika jam makan siang, seperti biasa Ara lebih sering memisahkan diri dari teman-temannya. Pembahasan mengenai target sudah tak Ara pikirkan. Seharusnya ia menemui Chika, tapi mendengar Fiony hendak hengkang dari kantornya yang sekarang. Membuat ia sedikit khawatir. Maka tujuannya kali ini adalah mencari Fiony, ia ingin mendengar kebenaran yang sesuangguhnya.

KOST REDAKSI!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang