Ayo Kita Lihat!

868 186 25
                                    

Perasaan kacau memang sulit diselimuti. Ara tidak bisa sarapan, apalagi ngobrol ngalor-ngidul dengan teman-temannya. Ashel yang sedang norak-noraknya menyiapkan skripsi, dengan menggalakkan akting begadang, agar di kira pusing beneran memeras otak semalaman. Ia melihat berkas kuliahnya bertebaran di sekitar tubuhnya yang tidur dengan gaya kalajengking. Adel teman terdekatnya juga sedang pulas di bawah sopa. Sungguh perjuangan seorang teman yang wajib di acungi jempol!

Tapi pagi ini, kebingungannya sama sekali tidak  mungkin malih rupa jadi sebuah jawaban. Semalam otaknya bekerja dengan desakan emosi. Perilaku Chika terhadapnya beberapa hari ini berani Ara kategorikan sebagai kekurangajaran. Tapi sialnya ia sama sekali tidak merasa di rendahkan. Ia senang karna ada beberapa hal yang membuat kebutuhannya tercukupi.
Sesungguhnya Ara hanya ingin meyakinkan diri. Apa yang membuat dia, Chika, mendaratkan kecupan di bibirnya.
Chika pikir, gadis berdaya lemah seperti Ara adalah manusia lugu yang bakal mencium tanah jika diperlakukan semalam. Enak saja, ara berpikir...

"Ra..."  Lamunan penuh kebingungan itu dihentikan aroma tak mengenakan yang Ara kenali dengan baik. Mira tanpa permisi mendaratkan pantatnya di kursi panjang balkon lantai 2 dengan pakaian lusuh, wajahnya polos tak dipolesi apapun.

Mira seperti sedang membaca pikiran Ara. Buru-buru ia memalingkan wajah
"Tumben lu nggak luluran?"

"Males ada Anak kecil berisik banget dari tadi main sama Christy. Anak-anak ngajak ke Sogo. Lu ikut nggak?"

Ara nampak berpikir. Ia tidak mungkin ikut karna Chika pasti menyuruhnya untuk menemaninya.

"Gue tebak!" Mira berseru tiba-tiba. Matanya menatap tajam pada ponsel baru Ara yang tergeletak disampingnya

"Jadi dugaan gue bener selama ini kalau lu sekarang udah dapet sumom orang kaya... "

"Mir... "

"Lu sekarang udah jarang banget ikut kumpul, tiap makan siang aja lu sering ngilang. Malem-malem lu sering banget keluar. Lu nggak mau berbagi apapun sama gue?"

Ara menoleh. Merasa tak ada yang salah dengan kalimat yang baru saja Mira katakan. Ia memang sering menghilang ketika yang lain sedang berkumpul.

"Lo.... " Mira mulai merancang kata-kata "Lo... Sering keluar sama Bu Chika kan?"

Ara agak pucat. Kenapa Mira menebak dengan begitu mudah? Padahal Ara selalu memastikan kalau kedekatan keduanya tidak di endus siapapun. Sinyal mencurigakan mulai kencang menjaring siapa saja yang mudah terkoneksi.

"Lo udah tau ya..." Akhirnya Ara tidak punya kalimat bagus untuk mengelak. Karna mau sehebat apapun ia bersembunyi, temannya yang satu ini tidak mudah di bobongi

"Bahkan ketika Bu Chika nyium pipi lu aja gue tau. Dia beneran target lu?"

Ara sempat shock beberapa saat. Mira pantas di hindari " Sumpah Mir, gue nggak pernah menargetkan dia sebagai bahan tawanan gue. Dia yang datang sendiri..."

"Iya gue tau. Dari cara dia natap lo aja udah ketahuan..." Mira mengalihkan pandnagannya pada handphone Ara dengan senyum menggoda
"Udah dapet handphone baru aja gue lihat... "

"Sama sekali bukan gue juga yang minta, dia yang ngasih"

"Lo mesti cari orang lain" Katanya singkat

Ara menoleh "Maksud lo, gue harus jauhin Chika?"

Mira menggeleng "Bukan jauhin. Tapi perasaan lu yang harus di kuatin. Tiap hari berurusan sama Chika doang bisa bikin lo jadi hilang ingatan"

Ara menggigit bibir. Rumus yang sudah ia mengerti, tetapi tetap tak bisa dia yakini

"Terhadap Chika, Gimana respon lo?"

Ara menghela napaa

"Lo memberikan sesuatu?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 25, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KOST REDAKSI!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang