Her!

730 172 7
                                    

Mimpi menjadi gadis kaya ternyata sanggup membuat Ara bergairah di kantor. Bukan main. Auranya yang berkejora kelihatan terbaca lingkungan.

"Seger bener, Ra?" Cetus Jessi, sekertaris Chika bertubuh jangkung dan berkulit putih yang punya kebiasaan tetap setiap pagi. Sarapan bubur ayam.
Ara membalas pujian Jessi dengan senyum sedikit

Sementara Eli sibuk di depan komputernya. Tapi ujung matanya melirik ke arah Ara

"Tumben penuh senyum. Udah dapet pencerahan lu?" Wajah kurusnya tertawa. Tapi sebentar kemudian dia sudah sibuk di depan komputernya.

"Komputer gue ngadat lagi nih. Hei, dengarkan suara rakyat! Kantor canggih begini, masa komputer masih keluaran zaman purba!" Eli memaki dengan suara nyaring. Tentu karna ia tahu Chika belum nongol

"Hati-hati rusak Ceu!" Sahut Olla dari mejanya "Di suruh ganti rugi nanti nangis lu di awal gajian!"

"Ya elu bayangken aja, tiap nyalain komputer mesti di tepok dulu! Udah mau ngalahin tv jadul!" Eli makin berapi-api. Pagi-pagi sudah mendapati problem model begini emang bikin mood jelek.

"Jangan sembarangan lu, Jessi intel! Doi kan sekertarisnya Ndoro. Kalo sampe di aduin tamat riwayat lu..."  Mira menatap Jessi dari sebrang meja kerjanya.

"Ya bodo amat deh lu orrang pada mau ngomongin apa, gue gak dengerrr!" Jawab Jessi cuek dengan pelapalam huruf R di akhir kalimat yang kurang jelas

Ara melenggang tak perduli. Baju seragamnya hari ini memang terlihat lebih licin dan rapi. Nggak lecek seperti hari-hari sebelumnya yang nggak kena setrika. Di mejanya, ia menyapu pandangan ke seantero sudut meja. Hmm terlalu sederhana untuk gadis yang siap kaya. Bolpoin kacangan, agenda murahan, dan satu bingkai foto bersama teman-temannya nangkring di sebelah komputer miliknya. Ironisnya, foto itu ada di setiap meja temannya juga. Katanya biar kelihatan solid banget.

"Mir, kalau teks nggak bisa di save, gimana ngakalinnya ya?" Eli masih klenger dengan komputernya. Lalu dengan prilaku primitif, tangan kurusnya mulai memukul-mukul pinggiran monitor komputer.

"Dasar monitor jangkrik. Makin di gebukin makin bego. lihat nih hoi, layarnya malah kedip-kedip kaya bintang di langit!" Eli menggerutu lagi

Dan, seperti halnya budaya yang sudah berlaku di kantor ini sejak dulu kala, tak ada sebiji perasaan pun yang merasa terketuk keluh kesah Eli. Ia pun nampak tak peduli pada sekitar. Teriakannya makin menjadi-jadi. Dan di akhiri satu kalimat berbobot keperihatinan tinggi.

"Lama-lama gue sama gilanya kaya lu deh Ceu" Lulu menpali tanpa memalingkan mukanya dari layar komputer

"Idih gedeg gua! Gimana mau ngasih gaji bagus. Nyediain komputer aja yang kelas fosil begini!"

Ara tak memperdulikan kehebohan Eli. Matanya lalu menyeruduk ke arah tumpukan berkas di kiri meja. Proposal kerja sama dengan majalah LEO untuk acara meet & greet idola, belum lagi di bereskan. Sekertaris majalah LEO dari kemarin susah di hubungin. Agaknya sekertaris di sana nggak pada betah nempel di meja. Masih beruntung Jessi selalu siap siaga dalam hal apapun.

Buk! Buk!
Rupa-rupanya Eli makin ganas menggebuki monitor. Mira tak membantunya, sepertinya temannya satu itu juga tengah sibuk mengerjakan sesuatu. Justru yang bergerak hanya Olla. Bukan gerakan sebuah pertolongan, tapi semprotan maut yang bikin nyali seorang Eli mendadak menciut

"Woi Ceu! Mending lu pindah meja aja deh!" Cetusnya dengan wajah jengkel.  "Kerja bareng di pos sekuriti aja sana, berisik banget dari tadi dah!"

Eli merunduk pura-pura sibuk. Yang lain malah terkekeh menahan tawa. Olla kalau sudah ngamuk lagaknya emang agak serem.

KOST REDAKSI!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang