- Tujuan -
Cahaya matahari yang masuk dari jendela kamar membuat Gilang membuka matanya perlahan, mencoba beradaptasi pelan-pelan dengan cahaya. Satu entitas yang pertama kali di lihatnya adalah sang ayah yang sedang berdiri di depan kaca besar sambil melihat-lihat penampilannya yang hanya menggunakan kaos polos berwarna biru dongker dan celana training untuk olahraga. Hari selasa masa mau olahraga? Sedang kesambet apaan ayahnya ini?
"Eh, udah bangun?" Tanya Bryan ketika berbalik badan dan menemukan Gilang yang menatapnya heran. Respon Gilang hanya mengangguk mengiyakan, "Ayo ke depan, yang lain udah pada nungguin. Ada Husain juga."
Kali ini Gilang mengerutkan alis heran. Setau dirinya, kemarin Husain bilang kalau dia tinggal di pesantren tapi kenapa sekarang malah ada di rumah nenek? Oh, mungkin untuk ketemu sama omnya, Bryan.
"Lagi mikirin Arum?"
Gilang melonjak kaget saat Bryan tiba-tiba sudah ada di tepi ranjang, kemudian menggeleng pelan.
Pria paruh baya itu tersenyum tipis, "Ya udah cepetan ke depan yang lain udah nungguin." Titahnya di balas anggukan oleh Gilang.
Setelah obrolan singkat itu selesai, Bryan segera meninggalkan Gilang yang masih setia duduk di kasur. Sedangkan Gilang menyempatkan diri terlebih dahulu untuk sekedar cuci muka dan sikat gigi saja, tidak mandi. Lagi pula untuk apa Gilang mandi? Toh dia juga masih bingung mau melakukan aktivitas seperti apa di desa ini.
"Saya masih nggak nyangka kalau Maudi meninggal dengan cara seperti itu."
Satu kalimat yang Gilang dengar dari mulut mba Ica membuat Gilang menghentikan langkah kakinya menuju ruang keluarga di rumah nenek. Gilang memilih diam terlebih dahulu untuk mendengarkan apa yang mereka bicarakan tentang kematian bundanya.
"Kecelakaan?! Cuma kecelakaan?" Suara cempreng mba Ica membuat Gilang semakin menajamkan telinganya. Sepertinya sang ayah memberitahu bahwa lelaki yang sudah membunuh bunda telah meninggal karena kecelakaan.
Gilang mendecih, pikirannya di bawa ke waktu dimana dia lah yang sebenarnya sudah membunuh lelaki bajingan itu dengan menggunakan pistol sebagai senjata akhirnya lelaki bajingan itu mati di tangan Gilang. Namun ternyata kabar yang beredar adalah lelaki itu meninggal karena kecelakaan, bagus kan? Itu artinya Gilang aman dari polisi dan penjara.
"Khm, selamat pagi semua." Sapa Gilang setelah bergabung dengan anggota keluarga lainnya.
Di kursi paling ujung nenek tersenyum tidak sempurna, menatap Gilang teduh dan menyuruh Gilang untuk duduk di samping kanannya sedangkan di samping kiri ada Husain yang sudah duduk dari tadi.
"Ya ampun seneng ya rasanya nambah keluarga kaya gini," Ujar mba Ica sumringah, "Terus sekarang ada dua laki-laki ganteng lagi yang bisa nambah selera makan saya nih."
Semua tertawa mendengar penuturan mba Ica yang seperti itu, termasuk nenek yang melihatkan dalam mulutnya yang sudah ompong.
"Ya sudah, ayo di makan." Itu nenek yang berujar, dan dengan segera para manusia di ruangan itu mengambil makan secara bergantian dan memakannya pelan-pelan. Tidak banyak perbedaan dari sarapan pagi kali ini, yang berbeda hanya cara berdoa mereka dan cara berdoa Gilang maupun Bryan. Jika mereka berdoa dengan cara mengadahkan tangan tetapi Gilang dan Bryan berdoa dengan cara menggenggam tangan, kemudian semuanya makan sampai akhirnya yang pertama kali membuka obrolan adalah mba Ica.
"Mba belum tau tujuan kamu datang ke sini, jadi untuk apa?" Pertanyaan itu di arahkan kepada Bryan.
Bisa Gilang lihat sang ayah tersenyum setelah menelan makanannya dan meneguk sekali air putih di gelas, yang lainnya menunggu Bryan berbicara termasuk nenek yang sudah tau lebih dulu tujuan Bryan dan Gilang datang ke sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
STRUGGLE
Teen FictionBagaimana jika kita memiliki hubungan beda agama? Masalahnya bukan lagi tentang perasaan, tetapi menyangkut hubungan dengan Tuhan. Bagaimana perjuangan Gilang Argantaro yang sejak lahir sudah bukan seorang muslim akan menjadi muslim karena cintanya...