- Belajar -
Pagi-pagi Gilang terbangun karena suara ramai yang bersumber dari ruang keluarga rumah nenek. Ketika melihat jam ternyata sudah menunjukkan pukul enam pas. Gilang segera bangkit dari ranjang kemudian berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya agar lebih segar.
Agaknya air di desa dan di kota berbeda. Di sini airnya lebih jernih dan terasa lebih dingin karena air diambil langsung dari sumber mata air pegunungan di desa ini.
Setelah merasakan segar di seluruh badannya, Gilang segera keluar hanya dengan menggunakan celana panjang, bagian atas badannya dibiarkan terpampang jelas. Kebiasaan dari kota seperti itu. Lalu lanjut mulai memilih baju yang sekiranya cocok dengan cuaca saat ini. Diambilnya satu kaos polo berwarna biru putih bermotif belang-belang. Tidak lupa menata rambutnya yang setengah basah dengan sisir sang ayah dan terakhir menyemprotkan parfum miliknya yang sudah di siapkan saat akan berangkat keluar kota.
Kriittt
Pintu terbuka menampilkan keluarganya yang sedang berbincang-bincang ringan, pantas saja Gilang terbangun akibat suara ramai-ramai ini.
"Eh, Gilang?" Ternyata mba Ica yang pertama kali menyadari entitas Gilang saat sedang berjalan menuju ruang keluarga.
"MasyaAllah cucu Nenek yang ini udah wangi aja. Mau kemana?" Tanya nenek seraya merangkul pundak Gilang agar duduk di sebelahnya.
Gilang memberikan senyumnya kepada semua anggota keluarga. Rasanya sangat senang memiliki keluarga seperti ini. Gilang sudah sangat lama tidak merasakan keharmonisan ini. Keputusan ayahnya membawa Gilang ke sini benar-benar tepat, tidak melenceng sedikitpun.
"Ketemu sama Tuhan harus wangi kan?"
Jawaban Gilang mengundang banyak kekehan dari beberapa orang di sana, terutama Husain yang sejak malam memang sudah menyempatkan diri pulang ke rumah, "Mau belajar sholat?"
Gilang mengangguk untuk menjawab pertanyaan saudaranya. Berbeda dengan mba Ica yang justru malah memicingkan mata ke arah Gilang, "Hmmm, mau cepet-cepet masuk ke Islam ya? Biar bisa apa, Dek?"
Bryan tersenyum, mengerti apa maksud perkataan mba Ica, "Biar cepet nikah sama Arum."
Seluruh anggota keluarga tertawa puas mendengar jawaban Bryan. Sedangkan yang di goda bersemu malu, mukanya memerah sampai ke telinga. Ayah dan bibinya benar-benar suka menggoda!
"Tapi sebelum kamu bener-bener belajar sholat, Om saranin biar kamu tau dulu apa aja rukun di dalam Islam." Kali ini om Rendi ikut mengeluarkan suara.
Di sebelah pria itu ada mba Ica yang menganggukkan kepala, "Bener. Biar kamu paham gimana sebenarnya agama Islam itu. Selain itu tujuan tau rukun Islam juga biar mantepin niat kamu untuk masuk ke agama Islam."
"Rukun Islam?" Bryan bergumam membuat seluruh atensi manusia di sana beralih menatapnya, "Syahadat?"
"Sholat, puasa, zakat, naik haji." Papar om Rendi menambahkan. Dan dapat di lihat anggukkan kepala Bryan tanda ia mengerti, karena yang Bryan tau rukun Islam itu hanya syahadat saja.
"Ibadah di dalam Islam tuh banyak loh, kalian sanggup?" Masih om Rendi yang berbicara.
"Ashar, isya, maghrib." Timpal Gilang.
"Lebih tepatnya subuh, zuhur, ashar, maghrib, isya." Sosor Husain.
"Lima kali sehari?" Tanya Gilang sambil menunjukkan tanda angka lima di jarinya sendiri.
Om Rendi mengangguk mantap, "Semua itu harus di laksanain tanpa ada yang kelewat sedikit pun. Apalagi sholat adalah rukun Islam yang ke dua."
"Tapi Om, apa ga keteter sama waktu kerja kita?"
KAMU SEDANG MEMBACA
STRUGGLE
Teen FictionBagaimana jika kita memiliki hubungan beda agama? Masalahnya bukan lagi tentang perasaan, tetapi menyangkut hubungan dengan Tuhan. Bagaimana perjuangan Gilang Argantaro yang sejak lahir sudah bukan seorang muslim akan menjadi muslim karena cintanya...