Waktu adalah hal paling lucu di dunia. Detik ini kita bahagia, detik berikutnya kita bisa kehilangan tawa. Setiap detik yang terlewat, mampu membawa perubahan bagi kehidupan manusia. Entah itu baik, ataupun buruk. Karena nyatanya, selain lucu, waktu adalah hal yang paling tidak bisa ditebak.
Segala fikiran tentang waktu yang berkelibat di otaknya, tanpa sadar mampu menciptakan tawa bagi Chaewon. Hanya saja, tidak ada nada bahagia yang keluar dari tawa itu. Yang ada hanya alunan melodi penuh kesedihan, yang membuat siapapun yang mendengar merasa dada mereka sesak.
Chaewon, sang pemilik tawa, tak berhenti. Ia terus tertawa, mengalunkan melodi pilu yang tak bisa disuarakan dengan kata. Puas dengan tawa, gadis itu menunduk. Kakinya yang melemas, membuat tubuh kecilnya meluruh. Menyatu dengan lantai dingin yang mendekap pilu.
Tanpa bisa dicegah, buliran bening keluar dari pelupuk matanya. Bak perlombaan, bulir demi bulir air melaju saling mendahului—hanya untuk terjatuh dan menggenang di lantai dingin yang ia duduki. Chaewon kembali membuka mulutnya, menyuarakan pedih yang membelenggu hati. Sayang, suara yang biasanya ia banggakan itu tengah pergi—tak mau keluar meskipun ia berusaha sekeras diri.
Ia mengangkat tangannya yang terkepal, mengarahkan kepalan itu ke arah dadanya. Dengan kuat, ia memukul dadanya. Berusaha memberikan rasa sakit bagi fisiknya, memancing suaranya agar dapat keluar. Tapi, sekeras apapun ia berusaha, suara indahnya sama sekali tak ada.
Jadi, ia lakukan apa yang ia bisa—berteriak tanpa suara, dan membiarkan lara hatinya keluar meskipun tanpa ada kata.
Sungguh, Chaewon tak mengerti apa yang salah dengan waktu. Takdir memang kejam bagi mereka yang tengah mendapat ujian. Tapi, bagi Chaewon, waktu adalah hal paling kejam yang manusia punya. Waktu adalah hal paling jahat yang manusia terima.
Waktu adalah hal paling tak terduga yang Tuhan berikan.
“Chaewon-ah,”
Sungguh, Chaewon mendengar suara yang menyapa telinganya. Otaknya pun dapat dengan cepat mengenali sang pemilik suara. Hanya saja, perasaan sedih yang memeluk membuat Chaewon abai terhadap sekitar. Yang ia ingin sekarang adalah, mengeluarkan perasaan sesak yang tengah membelenggu—menyalurkan rasa sakit yang datang tanpa ditunggu.
“Kim Chaewon.”
Suara itu kembali menelusup telinganya, kali ini lebih tegas. Lagi, Chaewon abai, dan berfokus pada rasa sakitnya. Berfokus pada rasa sesak yang memeluk sukmanya.
“KIM CHAEWON!”
Kali ini, fokus Chaewon berpindah, tak lagi terarah pada perasaan pilu yang ia rasa. Melainkan pada sosok di hadapannya, yang kini tengah mencengkram kuat kedua lengannya. Memaksa Chaewon untuk berfokus padanya.
“Yunjin-ah,”
Akhirnya, suara yang sejak tadi ingin ia keluarkan kembali. Dengan suara serak yang bergetar, Chaewon menyebut nama perempuan dihadapannya.
“Aku—kami semua, tau kalau kau sedih. Kami semua pun sama.” Yunjin menelan ludahnya kasar. Ia mendongakan kepala, berusaha sekuat mungkin agar air matanya tak kembali turun. “tapi, Chaewon-ah, Sakura-unnie tidak akan suka jika kita seperti ini.”
Sakura-unnie.
Kala nama itu masuk ke telinganya, Chaewon merasa dadanya kembali terhimpit. Ia kembali menunduk, kali ini berfokus pada lantai dingin yang menyelimuti kakinya. Pipinya yang belum kering kembali basah, dihujani oleh buliran air yang turun secara bersamaan dari kelopak matanya.
Untuk kesekian kalinya, Chaewon kembali tertawa. Menertawai waktu yang berjalan tanpa terduga. Menertawai waktu yang begitu singkat tanpa bisa ditambah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story Compilation
FanfictionJust a bunch of Miyawaki Sakura-centric (and some of Le Sserafim) Short Story.