"AYAH!"
Seperti pasukan tentara yang sedang gerak jalan, Sora telah mendekat dengan langkah keras dan cepat.
Aura kekesalan yang menyeruak sangat jelas dari tubuh kecilnya, seketika saja membuat Naruto memisahkan diri dan memberi dorongan agar Hinata dapat sedikit menjauh.
Hinata sempat mulai meragukan teori Tenten tentang 'Seorang ayah yang akan lebih tunduk pada anak perempuannya'. Tapi, saat melihat Naruto sangat gelagapan seolah baru saja tertangkap basah berselingkuh, Hinata sadar bila konsep 'Ayah-Ayah Takut Anak' memang nyata bisa terjadi.
Mungkin, Hinata saja yang terkena sial karena harus berasal dari benih seorang Hyuga Hiashi. Karena hal itu membuatnya tak termasuk kedalam jejeran anak yang dapat membuat ayahnya ketakutan.
Lagu pula, apakah pasukan kecebong Hiashi begitu lemahnya sampai bisa kalah oleh Hinata ketika dalam masa pertarungan untuk menduduki singgasana biji telur?
Baiklah, Hinata tak ingin terlalu memusingkan yang sudah berlalu, hanya saja, kalau diingat-lagi, rasanya begitu tidak adil.
"Apa yang kalian lakukan?!"
Suara bentakan Sora cukup mengejutkan. Nada tidak ramahnya bahkan membuat Hinata meringis dalam hati. Ia melirik pada Naruto, dan ternyata Naruto juga sedang melirik padanya.
"Tidak ada apa-apa, tadi hanya terjadi sedikit kecelakaan. Jangan salah paham." Naruto berusaha menjelaskan keadaan sebisa mungkin. Sepertinya, dia merasa tidak enak dengan sikap Sora yang bisa membuat Hinata tersinggung.
"Tidak ada apa-apa?" Sora mengulangi. Matanya tertuju sangat tajam pada satu hal yang membuat kekesalannya semakin naik hingga ke ubun-ubun. "Lalu, itu apa?"
Secara bersamaan, Naruto dan Hinata menunduk ke arah dimana jari Sora menunjuk. Secara kompak, mereka tertegun.
Naruto memang sempat mendorong Hinata untuk menjauh, tapi ternyata, tangannya masih setia menggenggam pergelangan perempuan tersebut.
Mata mereka sempat bertemu. Namun, buru-buru Naruto maupun Hinata saling menjauhkan diri dengan gelagat salah tingkah.
Pipi Hinata bersemu. Masih terbesit dalam ingatannya betapa hangat tubuh Naruto saat mendekapnya.
Sial. Dia merasa ketagihan.
"Tadi, Hinata hampir saja terjatuh, jadi, Ayah hanya mencoba untuk menangkapnya," Naruto masih mencoba menjelaskan.
Tak ingin membuat pria itu berjuang sendirian, Hinata ikut mengangguk.
"Benar, Dora--ma-maksudku Sora. Jangan salah paham."
Menerima perjelasan itu? Tentu saja tidak.
Sora sudah memasukkan Hinata kedalam daftar hitam kehidupannya. Segala penjelasan yang dia berikan hanya terkesan seperti bualan di telinganya. Bisa saja Hinata memang sengaja berpura-pura jatuh supaya bisa menyentuh ayahnya.
"Bibi,"
Pelipis Hinata berkedut. Apa katanya? Bibi?
Meski Hinata sering berkata jika dirinya sudah dewasa, namun, panggilan ini terasa kurang pantas di telinganya.
Hinata tak terlihat setua itu hingga anak belia seperti Sora berani memanggilnya Bibi.
Hinata bahkan sering memberi ancaman pada anak sepupunya agar cukup memberi panggilan 'Kakak' jika tak mau telinganya dipelintir.
Apalagi Sora? Umur mereka bahkan hanya terbentang beberapa tahun.
"Sudah kubilang, jangan dekat-dekat dengan ayahku!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Look Here, Darling! [ NaruHina ]
FanfictionKetika masih bergelut dengan dunia mimpi pada hari libur, Hyuga Hinata dibangunkan oleh suara bising yang berasal dari bangunan di sebelah rumah. Apa yang dia dapati? Namikaze Naruto; seorang pria tampan dan menawan dengan kharisma yang luar biasa...