Bab 4

168 24 2
                                    

Selasa, 20-06-2023

Happy Reading

.
.
.

Hari ini dua mahluk itu kembali menjelajahi hutan. Karena kemarin rencana keluar dari hutan gatot alias gagal total, maka hari ini mereka berniat pergi menjelajahi hutan sambil bersenang-senang.

"Wow, apa itu. Leo ayo ke sana," Seru Aleta semangat saat melihat sebuah benda bercahaya terang menerang dari dalam sungai.

Aleta menarik Leo menuju pinggir sungai. Tampak di dasar sungai yang jernih sebuah tombak biru bersinar menunjukan keagungannnya. Jika dilihat baik-baik tak ada hal yang janggal. Semuanya normal, tidak ada jebakan. Namun yang menjadi pertanyaan, mengapa tombak seperti itu bisa ada di sini. Kelihatannya tombak itu bukanlah tombak biasa.

Perlahan tapi pasti Aleta masuk ke dalam air, dinginnya air menyambut kulit, ia menahan nafas dan berenang ke dasar sungai. Biarlah tubuhnya sekarang basah kuyup, asalkan ia bisa mendapatkannya tombak itu.

Percobaan pertama gagal, badannya terpental kuat saat ia berusaha menggenggam tombak. Percobaan kedua, ketiga hingga percobaan kedelapan juga gagal. Ia masih saja terus terpental ke atas.

Kali ini percobaan kesembilan, kalau sampai gagal, ia akan membiarkan tombak itu di sini. Sebelum itu Aleta mengambil nafas ke permukaan. "Aku harus bisa, do'akan aku Leo semoga berhasil mengambil tombak ajaib itu," katanya pada Leo penuh harap.

Setelahnya Aleta kembali menyelam ke dasar sungai.

Saat hendak mengambil tombak Aleta memejamkan mata, takut-takut kalau ia terpental lagi. Tangannya terasa menggenggam sesuatu.

Suatu benda keras, tapi ringan.

Ah apakah ia berhasil kali ini.

Sungguh.

Mata yang terpejam kini dibuka. Menampakan manik hitam kebiruan yang indah.

Tampak jelas binar senang dan raut wajah tak percaya yang tidak dapat di sembunyikan.

Cepat-cepat ia berenang ke atas menuju permukaan dan langsung naik ke daratan. Diangkatnya tinggi tombak itu seraya berteriak, "Leo, aku berhasil. Lihat ini tombaknya sekarang di tanganku"

"Roar," Leo balas meraung lalu menciumi wajah Aleta yang basah.

Namun, langit cerah kini berubah gelap. Awan hitam menghiasi langit siang. Dalam sekejap matahari menghilang di tutup awan. Suasana hutan berubah seram.

Di ikuti petir yang menyambar-nyambar.

Kilatan cahaya dengan kecepatan kilat tertangkap oleh netra gelap Aleta.

Tombak tadi terangkat dengan sendirinya, berputar-putar lalu masuk menembus tubuh Aleta. Tubuh Aleta ikut terangkat dan bersinar terang, dan setelahnya semua kembali ke keadaan semestinya. Bahkan baju yang tadinya basah, sekarang mengering seperti semula.

Namun, langit mulai menumpahkan air. Menjatuhkan tanpa ampun ke bumi.

Tanah mulai basah. Dan lama kelamaan menjadi genangan lumpur.

"Selamat untuk yang terpilih, kamulah pemilik tombak ini. Saat kamu ingin memakai tombak, tinggal bayangkan saja, maka tombak itu akan ada di genggamanmu," Suara berat penuh wibawa mengalun indah di indera pendengarannya. Hanya ia yang mendengar suara itu. Karena Leo tidak menunjuk tanda-tanda mendengarnya.

"Tombak ini bernama tombak Alam, tiap gerakan tombak mewakili alam. Kamu dapat mengetahui kejadian lampau dengan tombak Alam. Karena tombak ini berhubungan erat dengan Alam,"

"Tombak Alam juga dapat berubah bentuk menjadi apapun, tanpa ada batasan. Dan hanya kamu seorang yang bisa mengendalikan tombak ini,"

Tubuhnya terasa lebih ringan dan lebih lincah sekarang. Bahkan, semua luka di tubuhnya menghilang dalam sekejap mata. Tak hanya itu kulitnya pun bertambah bersih dan halus.

Dalam hati Aleta mengucapkan satu permintaan.

'berubahlah menjadi cincin ruang'

Dan bom.

Muncul sebuah cincin cantik dengan ukiran dan tambahan kristal biru. Cincin itu terpasang elok di jari tengah bagian kanan. Dan seperti permintaannya, cincin ini dapat menampung barang dalam ruangnya.

"OMG, ini beneran, berarti aku bisa menyimpan apapun di sini dong," celetuknya sambil menahan kedutan senyum di bibir.

"Hahaha," pecah sudah tawa girang Aleta.

Ia memejamkan mata sambil membayangkan rumah pohonnya.

Lalu muncullah rumah pohon ajaib yang berisi barang zaman modern dengan bentuk minimalis.

"Leo, kita harus masuk ke rumah pohon sebelum hujan bertambah deras," Aleta berucap keras, lantas menggendong peliharaannya itu masuk ke rumah pohon.

"Rooaarrr"

Sesampainya di dalam rumah, Aleta segera mandi dan berganti pakaian. Sebab, pakaiannya tadi sudah basah akibat hujan deras.

Udara ruangan yang hangat membuat dinginnya hujan tak lagi terasa. Dari dalam rumah pohon, tampak jelas petir berkali-kali menyambar. Cahaya kebiruannya itu sungguh menakutkan, juga suara gemuruh menambah keseraman pada hari ini.

Leo dengan bulu basahnya itu segera dikeringkan oleh Aleta. Setelahnya Leo di letakan dalam sebuah keranjang beralaskan kain tebal berbulu, berguna untuk menghangatkan jaguarnya itu.

Tak lupa, Aleta dengan cekatan mengambil daging untuk Leo makan, juga makanan untuk dirinya.

Di dalam kulkas berisi semua kebutuhan makanannya. Dan akan terisi dengan sendirinya kalau habis.

Makan mie instan ditambah telur rebus saat hujan terasa lebih nikmat. Apalagi menonton tv di atas tempat tidur dengan selimut tebal.

Membayangkannya saja sudah membuat perut Aleta bergemuruh keroncongan, minta diisi.

Namun, sayang seribu sayang. Di sini tidak ada tv dan heanphone.

Namun, beruntung Tuhan masih bagitu sayang padanya, sampai memberikan tempat untuk ia tinggali. Juga teman seekor anak jaguar lucu.

Selesai makan Aleta tertidur karena kantuk yang menyerang. Dengan kasur luas yang empuk di tambah selimut tebal dan ruangan bersuhu hangat membuat Aleta dengan segera terlena.

Matanya terpejam.

Menjelajahi lautan mimpi yang panjang dan indah.

Begitu pula Leo yang sudah mendengkur keras.

.
.
.

Makacih udah bacaa

Vote dan koment yaaa

Masuk Ke Novel ChinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang