05.00

5 1 2
                                    

Gue belum pernah ngerasain Gila seperti ini. Bahkan nikotin nggak bikin gue segila ini.

Dia pernah dirudung, gue tahu. Dan gue suka ngelihat wajah dia ketakutan. Gue suka lihat bibirnya bergetar.

Bibir merah muda yang kian merekah saat bicara rasanya ingin gue melumat.

Matanya yang dulu menunduk takut, kini menatap sayu. Gue nggak bisa.

Bongkahan bokongnya yang menggeliat pelan.

Rasanya dia Nikotin baru buat gue.

"Eungh"

Fuck!

..

"Membolos huh? "

Mama, dia menyilangkan kakinya anggun di sofa. Menatapku dengan tatapan tajamnya.

Menatap penampilan ku yang jauh dari kata rapi. Kemeja putihku dan rokku yang sedikit basah, rambut ku yang  berantakan akibat terkena air, Almet ku yang ku jinjing, dan jaket denim milik Gali yang kupakai.

"Siapa laki-laki yang mengantarmu barusan?" Suara mama lembut namun nadanya terdengat dingin.

"Teman" Jujur aku takut. Aku takut mama melakukan kekerasan fisik padaku lagi.

Mama berdiri dari duduknya. Berjalan kearahku.

Plak..

Panas, pipiku panas nyaris kebas.

"Sudah ku peringatkan, Alva! Jangan pernah berhubungan dengan laki-laki, bahkan kakekmu! "

Dia berteriak. Mati-matian aku menahan tangis.

Sakit.

"Cukup turuti ucapan mama, Alva. Belajar dan jadi cantik" Mama mencengkeram daguku. "Laki-laki hanya akan menyakiti kamu! "

Bibirku sudah bergetar. "Aku bukan mama yang disakiti Papa" Kalimat itu meluncur seperti bom, membuat mama mencengkeram kuat daguku.

Bahkan kurasa kuku panjang nya menembus kulitku.

Plak..

"Itu hukuman untuk kesopanan mu" Dia menyentak ku. Meninggalkan ku. Mama berjalan keluar, menghidupkan se putung rokok.

Aku mendongak, aku tak ingin menangis sungguh.

Tapi sekuat apapun aku menahan air mata, pada akhirnya rasa sakit dibenakku meluncurkan genangan dipipiku.

..

Vivien menatap pantulan dirinya dari cermin. Sangat kacau. Dagunya rasanya nyeri, puffy eyes yang kentara.

"Aku nggak ikut Camp" Dia menutup ponselnya.

Memoles kan make up untuk menutupi luka di dagunya. Perih.

Vivien berjalan menuju ranjang, mengambil laptop dinakas. Lama is memandang layar laptop.

Meraih ponselnya. "Bisa saya Bertemu dengan Tuan O'Brien nya? "

Setidaknya ia tahu alasan papanya meninggalkan Mama.

Sepuluh menit Aku menunggu di dalam Caffe. Sekali aku menghela nafas. Aku yakin Papa datang.

Aku tersenyum kala seorang wanita menghampiri ku.

"Nona Alva? "

Aku membalas uluran tangannya. "Vivien saja"

Wanita berambut bob itu tersenyum. "Saya Bella, Sekretaris Tuan O'Brien. Saya menyampaikan langsung bahwa Tuan O'Brien ada kunjungan khusus ke Moscow"

Senyumku pudar. "Kenapa anda tidak menelpon ku saja? "

SUNSHINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang