Bismillah", ucapnya setelah menghirup udara pagi dalam-dalam lalu menghembuskannya secara perlahan.
"Meskipun cuaca mendung namun pagi merupakan hari terbaik untuk memulai hari dengan senyum terbaik agar hari ini menjadi hari yang terbaik, semangat Embun", ucapnya meyakinkan dirinya. Kemudian berjalan santai melewati lapangan hijau yang cukup luas menuju gedung sekolah dengan terus menebarkan senyum hangat kepada teman-teman yang berpapasan dengannya.
Namun seketika senyum hangat itu kian memudar digantikan senyum tipis yang sedikit dipaksakan di kala ia mendengar bisik-bisik tidak mengenakkan dari teman-temannya.
'Itu Embun kok masih sekolah di sini yah, kan dia sudah jatuh miskin'
'Dengar-dengar sih sekarang si embun itu kerja yang nggak bener gitu'
'Nggk benar gimana maksudnya?'
'Si embun kan main sama om-om kaya raya supaya tetap bisa bersekolah di sini'
'Duhhh jijik banget dengarnya, untung kita nggk sekelas yah sama dia'.
Dan masih banyak bisik-bisik lain yang menemani perjalanan Embun menuju gedung sekolah yang sudah lumayan dekat.
Yang mereka maksud Embun jatuh miskin itu sebenarnya salah. Dahulu saat Ayah kandungnya masih hidup, Embun hidup sederhana karena sang Ayah hanya bekerja sebagai supir taksi yang gajinya hanya cukup untuk makan sehari-hari. Alasan Embun bisa bersekolah di IATHS ini adalah karena bujukan dan sedikit paksaan dari sang Nenek yang merupakan Ibu kandung dari Ayahnya yang berada di Finlandia dengan jaminan semua biaya sekolah dibayar oleh sang Nenek. Semua teman-teman seangkatan Embun tahu bahwa embun merupakan keturunan Finlandia yang tentu saja merupakan orang kaya, namun mereka semua tidak tau yang sebenarnya. Setelah Ayahnya meninggal dunia sang nenek masih mengirimkan biaya sekolah untuk Embun, namun setahun setelah kematian sang ayah ibunya menikah kembali dengan pria yang dapat dikatakan cukup kaya. Setelahnya sang nenek tidak lagi mengirimkan uang untuk biaya sekolah Embun karena Tama yang merupakan Ayah sambung embun mengatakan kepada sang nenek bahwa ia yang akan membiayai semua kebutuhan Embun termasuk biaya sekolahnya.
Kini bisik-bisik tadi tidak terdengar lagi karena saat ini ia sedang berada di eskalator lantai 1 menuju lantai 2, tentu saja Embun tidak lagi mendengar bisikan-bisikan aneh mengenai dirinya, dikarenakan adik kelasnya cukup sopan dan sangat menghormati kakak kelas.
Namun ketika ia menginjakkan kaki di eskalator lantai 2 menuju lantai 3 bisikan itu kembali terdengar hingga saat ini ia sedang berada di lorong menuju kelasnya, banyak tatapan mata yang mengarah kepadanya, namun Embun membalas tatapan itu dengan senyum hangat miliknya.
'Eh itu si Embun masih sanggup sekolah di sini'
'Dengar-dengar sih dia kerja yang nggak benar gitu'
'Haduhhhh orang kek gitu mah mending keluarin aja'
Dan masih banyak lagi, kini ia sudah berada di depan kelasnya. Jika dilihat dari luar, tampak kelas belum begitu ramai pasalnya hari masih menunjuk pukul 08.02 WIB, yang berarti masih ada waktu sekitar 28 menit lagi sebelum bel masuk berbunyi. Embun yang hendak melangkahkan kakinya memasuki kelas, tiba-tiba dihadang oleh 3 orang gadis yang lebih tinggi darinya. Sebenarnya ketiga gadis ini memang sudah berdiri dari tadi di depan pintu, namun Embun tidak menyadarinya.
Senyum tipis yang sedari tadi ia pertahankan seketika pudar saat melihat ketiga gadis yang kini berada di depannya. Embun menundukkan kepalanya guna menghindari kontak mata dengan gadis yang berada tepat dihadapannya saat ini, jujur ia sangat takut saat ini. Paginya yang cerah berubah mendung mengikuti cuaca di luar sana, bahkan di langit sudah mulai turun rintik hujan membasuh hijaunya lapangan IATHS
Selamat membaca....
Happy Reading😉
Salam hormat Author ^_^
KAMU SEDANG MEMBACA
SEBENING EMBUN SEHANGAT SENJA
RomanceSEBENING EMBUN SEHANGAT SENJA Menceritakan tentang seorang gadis bernetra biru yang bernama Embun dengan segala kesederhanaannya, namun sifatnya yang terlalu sederhana membuatnya selalu jadi bahan bullian diantara teman-temannya, karena mereka beran...