PART 14. Kembali Merindukanmu

26 8 1
                                    


Drrrt Drrrt Drrrt

"Hallo, Assalamu'alaikum Risa", gagal sudah rencana Embun dari awal, padahal ia sudah berencana akan membaca Al-Qur'an sebentar sembari menunggu waktu Isya, namun saat hendak mengambil Al-Qur'an tangannya refleks berubah arah dan memilih meraih handphone yang terletak di atas meja belajar di samping Al-Qur'an dikarenakan handphonenya itu yang tiba-tiba berdering.

"Wa'alaikumussalam EMBUNNNNN", teriak Risa di seberang sana, hingga refleks Embun menjauhkan benda pipih itu dari telinganya. Baiklah Embun akan menebak kalau pembahasan Risa nanti tidak akan jauh-jauh dari sang ketua OSIS IATHS yang terkenal sangat tampan itu.

"Nggak usah teriak-teriak bisa kan?", kesal Embun sembari memilih berbaring di ranjang tidurnya menunggu apa yang akan disampaikan oleh sahabatnya itu.

"Lah malah marah, nih aku mau cerita kalau besok aku bakal ke kantin bareng Altair", ucapnya riang.

Embun yang terkejut refleks bangun dari posisi berbaringnya menjadi duduk di atas ranjang tidurnya, karena penasaran bagaimana bisa seorang Altair Damaresh sang Ketua OSIS yang terkenal sangat-sangat sibuk itu mau meluangkan waktunya untuk Risa.

"Eh kok bisa?".
"Bisa dong, jadi tadi tuh pas di sekolah aku bilang kalau aku ada tugas bahasa Indonesia tentang wawancara, terus aku di suruh wawancarai kamu, eh terus dia bilang ya udah besok di kantin ya, AAAAAAA EMBUNNNNN AKU MAU TERBANG AJA, SENENG BANGET POKOKNYA".

"terbang aja terbang, lama-lama kuping Embun budek gara-gara teriakan maut Risa".

"Biarin, pokoknya aku seneng banget", ucapnya masih dengan nada senang sedikit berteriak, seolah membagikan aura kebahagiaan pula kepada Embun, tentu saja Embun sangat senang mendengar berita dari sahabatnya itu. Embun tau, sebenarnya Risa senang bukan hanya karena tugasnya akan selesai lebih cepat, namun ini juga berhubungan dengan Risa yang akan makan berdua di kantin bersama Sang Ketua OSIS.

"Wih senang yah udah bisa langsung wawancara, Embun mah belum", ucapnya murung, dapat dibayangkan oleh Risa kalau Embun saat ini sedang menundukkan kepalanya dengan ekspresi murung.

"Kamu tenang aja, aku pasti bakal bantu kamu sekalian nanti aku tanya ke Altair".

"Beneran yah Ris", ujar Embun antusias.

"Iya Embun sayang kamu tenang aja".

"Sayangnya ke Altair aja, jangan ke Embun".

"Itu lain lagi ceritanya Mbun".

"Terserah deh Embun mau sholat Isya dulu", setelahnya Embun mematikan sambungan telepon lalu mengambil posisi hendak melaksanakan sholat Isya, karena tepat saat adzan Isya tadi berkumandang Embun memilih mengakhiri sambungan telponnya.

Setelah melaksanakan sholat Isya, Embun memilih turun menuju meja makan untuk melaksanakan kegiatan makan malam bersama sang ibu, saat Embun baru saja sampai di meja makan, tampak sang ibu sedang menghidangkan makanan di atas meja. Seperti makan malam sebelumnya, saat ini mereka juga hanya berdua, karena Tama sang kepala keluarga harus berangkat keluar kota karena ada rapat yang mesti dihadiri.

"Ayah,,Embun kangen", ucapnya sembari mengusap pelupuk matanya agar bulir bening itu tak jatuh lagi. Tampak tangannya bergetar memandangi sebuah foto seorang pria tampan bernetra biru sama sepertinya sedang tersenyum kearah kamera.

"Embun mau ketemu Ayah sekali lagi aja".

Lagi, bulir bening itu jatuh di atas bingkai foto yang sedang ia genggam, tampak air matanya tak bisa dibendung lagi. Hari ini adalah genap 3 tahun sang Ayah meninggalkan keluarga kecil mereka menghadap sang maha Kuasa.

"Ayah bahagia kan di sana? Embun selalu doain Ayah soalnya, Embun udah punya Ayah baru, tapi tetap beda rasanya", semakin deras cairan bening itu keluar menghantam kaca pada bingkai foto itu, Embun yang tadinya duduk di meja belajarnya kini memilih pindah dan berbaring di atas ranjang tidurnya.

"Setelah Ayah pergi banyak orang yang nggk suka sama Embun, bahkan teman-teman di sekolah pun nggak cuma ngatain Embun, tapi juga ngebully Embun", kali ini ia kembali terisak di kala bayangan tentang teman-teman di sekolah mengatainya dan bahkan melakukan kekerasan kepadanya, yah bayangan Azel dan teman-temannya terlintas dipikirannya.

"Di sekolah Embun cuma punya 1 teman, Embun selalu berbuat baik kepada semua teman-teman Embun, tapi mereka nggak ada yang mau menerima keberadaan Embun", tubuhnya makin bergetar hebat mengingat perilaku teman-teman sekolahnya. Perilaku mereka berubah drastis semenjak sang Ayah tiada, apalagi semenjak Azel dan teman-temannya semakin gencar menyebar gosip tentang kedekatannya dengan seorang pria yang sudah cukup berumur yang sebenarnya pria itu adalah Ayah sambungnya.

Hingga Embun tak lagi terisak di kala itu juga nafasnya berhembus teratur dan ia mulai berpetualangan dialam mimpinya berjumpa dengan orang-orang yang tak pernah ia kenal di dunia seakan sangat akrab di alam sana.

Malam ini cahaya rembulan malam begitu terang, seolah memberi semangat kepada keluarga kecil yang sedang berduka ini, tak ada hujan yang akan menyayat hati, tak ada petir yang akan melukai hati dan tak ada badai yang akan membolak-balikkan kenangan masa itu. Rembulan malam seakan paham akan luka yang belum terobati itu, akan sedih yang belum lenyap itu dan akan kisah yang belum sirna itu.

"Embun tetaplah Embun, dia tetap putri kecilmu yang akan selalu menyambut kepulanganmu dengan senyum terlebarnya, kini genap 3 tahun kamu ninggalin kami, tapi Embun masih saja merindukan kamu meskipun sudah ada Mas Tama yang juga sangat menyayanginya. Kasih sayang kamu itu lain, aku aja sampe sekarang nggak bisa ngasih kasih sayang seperti yang kamu kasih ke Embun begitu juga Mas Tama. Kamu itu punya tempat spesial di hati Embun yang nggak bisa di ganggu gugat", ntah kenapa air matanya mengalir begitu saja membasahi bingkai foto yang barusan ia ambil dari pangkuan Embun, jujur dia sedih melihat Embun sedih dan tentunya 3 tahun bukanlah waktu yang lama, rasanya baru kemaren mereka bermain bersama dan melihat tawa Embun di kala bermain bersama Almarhum suaminya itu, tapi sekarang malahan sudah terhitung 3 tahun waktu berjalan.

"Aku janji akan selalu menjaga putri kita, Embun satu-satunya putriku dan aku janji sama kamu akan selalu berusaha menerbitkan senyum yang selalu terpancar diwajahnya ketika 4 tahun lalu, dan aku berharap kamu juga bahagia di alam sana", lagi air matanya mengalir, sepertinya malam ini ia akan menemani putrinya tidur, sembari naik ke atas ranjang dan mulai berbaring di samping sang putri, tampak mata putrinya itu sembab, entah sejak kapan ia menangis, namun di lihat dari matanya yang sembab serta hidung yang memerah, sepertinya cukup lama. Kemudian Lastri membawa sang putri ke dalam pelukannya dan perlahan menyusul Embun menuju alam mimpi.

Selamat membaca.....
Happy Reading,,,
Salam hangat dari Author,,,
By: ~Hujan Rinai

SEBENING EMBUN SEHANGAT SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang