Phase 4 🌗 Hakim Jalanan

172 34 3
                                    

"... Dazai-san." William terdengar seakan dia harus berusaha untuk sekadar bersuara. Mulutnya mendadak pahit. Tangannya gelisah mencari kotak rokok yang tidak dia bawa serta.

"Hm?"

Dazai menoleh, mengamati tingkah lawan bicaranya yang mendadak resah. Dia tersenyum kecil seolah menyadari semua isi pikiran William yang makin berisik saja.

"Da--"

"Moriarty-san." Dazai bicara sebelum sempat William menyampaikan maksudnya, "kau tidak akan mendapat apa-apa dari menghakimi diri sendiri."

Sekali itu William tergagap. Tidak bisa lagi dia keluarkan kata-kata. Semuanya seakan lenyap, tertelan saran Dazai yang tepat sasaran. Namun, bagaimana dia tidak menghakimi diri sendiri jika dirinya telah menjelma hakim jalanan bagi para bangsawan laknat?

Sekali lagi, keheningan yang muram menemani mereka berdua.

Dazai mengalihkan atensinya pada sudut-sudut gelap yang dijejali kedai-kedai prasmanan. Kau harus menukarkan sebuah barang berharga untuk hidangan berisi racun mematikan. Pasti hidangan yang lezat, pikir Dazai sambil mengamati seorang gadis bergaun biru yang sedang menata dagangannya dengan senyum terkembang.

Kedai yang gadis itu tempati sedikit berbeda. Alih-alih bohlam kekuningan yang kadang berkedip seperti ekor kunang-kunang tua, cahaya yang menerangi barang-barang dagangnya berwarna ungu dan biru teduh. Redupnya melena mata.

Mungkin aku harus mampir ke sana sebelum pulang, pikir Dazai sekali lagi.

Lalu dia kembali melirik William. Dilihat sekilas pun orang akan tahu apa yang sedang berlarian dalam batok kepala lelaki pirang itu.

Ah, ralat.

Mungkin hanya Dazai, di antara para tamu perjamuan saat itu, yang dapat memahami William semudah membaca sebuah buku terbuka. Dan melihat lawan bicaranya terus saja diam, pikiran iseng mulai bermain dalam benak Dazai.

"William James Moriarty." Lelaki berambut ikal itu bergumam. Suaranya yang dalam dan muram hanya dipedulikan oleh William, sedangkan tamu lain mulai berlarian ke lantai dansa. "Putra kedua Keluarga Moriarty. Pengajar matematika di sebuah universitas. Sekaligus seorang konsultan." Iris cokelat Dazai seolah menghujam tepat ke inti jiwa William, "kau punya banyak pekerjaan terhormat untuk orang yang selalu bermain di dunia bawah."

William diam saja, menunggu apa yang hendak Dazai sampaikan. Namun kalau boleh jujur, senyum percaya diri milik lelaki muda di hadapannya membuat dia kesal.

Kenapa Dazai terus tersenyum di tengah kegilaan ini?

Tahu apa detektif itu tentang hidupnya?

"Aku tahu." Lagi, seolah-olah Dazai mampu membaca pikiran lawan bicaranya. "Kamu menghakimi orang-orang dari kalangan atas yang tidak tersentuh hukum. Benar-benar pekerjaan yang mulia."

Dazai menekankan kalimat terakhirnya dengan sorot paling memuakkan yang pernah William lihat. Suaranya rendah dan dingin; dia serupa iblis kecil yang senang bermain-main dengan pikiran lemah manusia. Senyum percaya diri yang dihiasi tatapan cerdik membuatnya tampak tak terkalahkan.

Namun semua orang akan mati jika ditikam.

William melirik pisau buah di dekatnya. Dia bukannya ingin membantai orang, tetapi Dazai Osamu tahu terlalu banyak. Itu amat berbahaya. Dan lagi, dia datang ke pesta bunuh diri, pastilah niatnya hendak mereguk nikmat dari cawan kematian.

William tidak akan terlalu berdosa jika membunuh orang yang memang ingin mati, bukan?

Namun Dazai adalah seorang detektif---orang yang bekerja untuk keadilan, bukan penjahat yang bisa William hakimi.

Tidak bisa.

Entah bagaimana, lelaki itu mendapatkan kembali seluruh ketenangannya. Dia tatap Dazai dengan sorot mengintimidasi. Namun Dazai sangat terbiasa dengan darah, kematian, dan dendam. Tatapan William tidak mempengaruhinya.

Lagi pula, Dazai sudah pernah berhadapan dengan seorang iblis yang mengaku sebagai utusan Tuhan.

Apa yang bisa lebih buruk dari itu?

"Ada sesuatu yang ingin kau katakan." Dazai meraih sebiji apel dan memakannya tanpa peduli apakah buah itu telah dibubuhi racun---seperti dalam kisah Putri Salju, "Dan sepertinya kau salah paham terhadapku, Moriarty-san."

Meskipun detektif, Dazai Osamu selalu bekerja di zona abu-abu. Dia pun sama sekali bukan orang baik. []

____🥀

Perjamuan Duka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang