Juni 2022
Entah sudah berapa banyak laki-laki yang di kenalkan Ulfa pada Maya, namun tak ada satu pun yang sreg dengan gadis keturunan Sunda-Betawi itu. Tepatnya sih, Maya yang tidak terlalu excited menanggapi mereka. Katakanlah Maya masih agak trauma, dia takut jika dia terlalu berharap akan berakhir dengan kekecewaan. Intinya sekarang, Maya akan menerima seorang laki-laki jika dia datang langsung ke rumahnya.
“Kamu kenal sama si Dika, kan, May? Anak Mang Ruslan itu,” tanya Ulfa. Wanita berusia 37 tahun itu masih memperkenalkan Maya dengan teman laki-lakinya.
“Iya, kenal. Emang kenapa?” Jelas Maya mengenal si Dika tersebut, rumahnya tidak jauh dari rumah Maya. Masih satu kampung, hanya terhalang beberapa rumah saja, namun Maya sudah lama tak mengetahui kabar keluarga Dika dan Maya juga tidak terlalu dekat dengan tetangga jauhnya itu.
“Semalam aku ngobrol sama ibunya si Dika. Kebetulan aku dekat dengannya. Dia setuju kalau anaknya di jodohkan dengan kamu,” tutur Ulfa. Saat ini Ulfa sedang main ke rumah Maya.
“What?!” seru Maya. Di jodohkan dengan Dika? Yang benar saja, dia tahu Dika lebih muda darinya. Malah yang Maya ingat wajah culun Dika waktu kecil.
“Ya elah, May, biasa aja kali mukanya.” Ulfa terkekeh melihat wajah kaget sang teman.
“Kamu ga salah, emang si Dika udah gede, ya?” tanya Maya. Ulfa langsung menoyor kepala temannya itu.
“Udah bujangan kalee.” Ulfa memutar bola matanya malas.
“Kata Emaknya si Dika, sekarang dia jadi pendiam, di suruh married ga mau. Emaknya pengen dia ada yang urus.”
Janda satu anak itu lalu menjelaskan secara rinci apa yang dia tahu tentang Dika pada Maya. Ulfa mengatakan jika ibunya Dika memang sedang mencari calon istri untuk sang putra sulung.“Saat aku bilang, bagaimana kalau Dika di jodohin sama kamu aja, eh, Emaknya langsung setuju.”
Ulfa kembali berkata,” Gimana? Kamu mau ga sama Dika?”
Maya diam, usia Dika lebih muda darinya. Apa nanti mereka cocok? Belum lagi kata ibunya Dika, bujangan itu jadi lebih pendiam. Apa keluarga Maya akan setuju Maya berhubungan dengan dia?“Ga tau, Fa. Kita lihat saja nanti. Aku ga yakin anak itu mau sama aku,” ujar Maya. Dia tidak ingin terlalu berharap.
“Ya kalau kamu mau, nanti aku bilangin lagi sama emaknya.”
“Iya, bilangin aja. Kalau kami tidak cocok, ya, ga bakal diterusin.”“Oke. Nanti aku telepon lagi emaknya si Dika.”
Untuk kesekian kalinya, Maya tidak ingin berharap pada sesuatu yang belum pasti. Dia hanya berdoa semoga Tuhan mengirim laki-laki yang pantas untuknya. Yang mana nama pria itu sudah tertulis di Lauhul Mahfuzd sebagai jodoh Maya.
***
Tak terasa sudah dua bulan berlalu Maya berada di tanah air. Hari-harinya dihabiskan untuk berkumpul bersama keluarga, sahabat dan temannya. Menggantikan moments yang terlewatkan bersama orang-orang tercintanya. Soal asmara, Maya tidak terlalu ambil pusing meski sampai detik ini, dia belum mendapatkan pengganti pacar online nya.
Oh, ya, Maya tidak melanjutkan perkenalannya dengan Dika karena sejak awal dia sudah merasa tidak sreg dengan tetangganya itu. Untuk saat ini, Maya menyerahkan semuanya pada Yang Maha Kuasa, dia yakin jika sudah saatnya tiba, laki-laki yang akan menjadi jodohnya akan segera datang padanya. Karena rezeki, maut, jodoh, hidup dan mati sudah ada yang atur. Mereka akan datang bila waktunya sudah tiba.
“Assalamualaikum!” Suara lantang seorang pria paruh baya terdengar sampai dapur, kebetulan Maya sedang masak.
“Waalaikum salam,” jawab ibu Maya, Anis. “Eh. Ada apa ya, Pak?” tanya Anis saat pada orang yang bertamu itu.
“Enggak. Cuma mau main aja,” jawab pria itu. Mereka berdua lalu duduk di teras.
Maya hanya melihat dari pintu dapur siapa yang datang ke rumahnya, ternyata pria paruh baya itu sepupu ibu Maya yang bernama Anwar. Katakanlah, Anwar ini sesepuh kampung Maya. Dia sangat di segani di kampungnya. Sekilas Maya mendengar percakapan dua orang tersebut meski tidak terlalu jelas.
“Maya! Tolong kesini dulu sebentar!” seru Anis pada putrinya. Maya pun bergegas menghampiri Anis dan Anwar.
“Ada apa, Mak?” Maya ikut duduk bersama dua orang tua tersebut.
“Ini. Ada yang mau Bapak omongkan ke kamu,” jawab Anis.
Anwar mulai menatap Maya serius, “Gini, May. Ada yang mau kenalan sama kamu,” ujarnya.
“Wah, kalau Pak Anwar yang ngomong pasti laki-laki itu serius, nih,” batin Maya.
“Kemarin dia nanyain kamu sama Bapak. Katanya dia ingin dekat sama kamu. Gimana ? Kamu mau ga? Dia duda, punya anak 3, tapi sudah pada dewasa semua,” jelas Anwar.
“Soal kerjaan ga usah di ragukan lagi. Dia udah mapan, punya peternakan ikan. Kamu tau, kan, empang yang ada di sana?” sambung pria berbadan jangkung itu.
Maya mengangguk. Pergi meninggalkan kampung halaman selama hampir 13 tahun, membuat Maya merasa asing di tanah kelahirannya sendiri. Kampungnya sudah banyak berubah dari terakhir kali Maya tinggal di sini.
“Nah, kemarin aja dia panen dapat ikan berton-ton.” Anwar kemudian menceritakan tentang keberhasilan pria itu pada Maya dan ibunya. “Tapi kata dia, itu kalau kamu mau padanya, kalau enggak juga ga apa-apa. Dia bilang ga akan maksa.”
Maya tampak berpikir, mungkin ini memang saatnya dia membuka hatinya kembali, dia yakin, Anwar tidak akan salah pilih. Sesepuh kampung tersebut pasti mengenal pria itu dengan baik. Itulah yang ada di pikiran Maya sekarang.
“Pikir-pikir aja dulu. Dia pria baik-baik, mapan, kamu ga usah khawatir. Zaman sekarang banyak bujangan diluar sana, namun soal kerjaan mereka jauh kemana-mana.”
Memang, di usianya yang sudah menginjak kepala tiga, Maya tidak akan pilih-pilih soal pendamping, mau bujangan atau duda tak masalah lagi bagi Maya. Yang terpenting laki-laki itu mencintainya dan bertanggung jawab.
“Kamu gimana, Nis?” tanya Anwar pada sepupunya.
Ibu Maya menghela nafas, dia memang menginginkan yang terbaik untuk putrinya,”Saya sih, terserah Maya. Kalau dia setuju, ya, saya juga setuju. Emang siapa laki-laki itu?”“Mang Diman,” jawab Anwar.
“Mang Diman?” batin Maya. Mungkin karena terlalu lama di negeri orang, wanita itu sudah lupa dengan nama dan orang-orang di daerahnya.
“Untuk saat ini, saya tidak mau pilih-pilih soal pendamping, Pak. Kalau ada lelaki yang mau dengan saya dan menerima saya apa adanya, saya sih mau-mau aja sama dia,” ujar Maya.
Dan kalimat yang barusan terucap dari bibirnya, akan mengubah hidup Maya selanjutnya. Dia sama sekali tidak tahu siapa pria yang ingin berhubungan dengannya.
Bersambung,
Cerita ini ditulis berdasarkan pengalaman pribadiku, beberapa waktu lalu. Wkwkwk
Semoga puasanya lancar ya!
Senin, 27 Maret 2023
THB

KAMU SEDANG MEMBACA
MY DESTINY
NouvellesPerawan tua! Ya, mungkin itu gelar yang Maya sandang saat ini. Bagaimana tidak, di usianya yang menginjak kepala tiga, Maya masih betah melajang. Di saat hampir semua teman sekolahnya sudah memiliki buntut. Bahkan dari mereka sudah ada yang mempu...