3. Kata Pengantar

149 18 4
                                    

"Tuh, 'kan? Hana! Gue dipilih olimpiade fisika. Salah siapa coba?" tanya Adam mengomel pada gadis yang mendahuluinya keluar sekolah.

"Kalau kalah kan juga gak apa-apa."

"Adam Darmawangsa tidak ditakdirkan kalah, ya!" Adam menarik tangan Hana. Diajaklah gadis itu untuk belajar di tempat yang tenang, cafe yang bisa dibilang masih tidak banyak orang tahu. Suasananya hangat dan tenang.

Mereka duduk berhadapan dengan tumpukan soal fisika di depannya. Adam mengerutkan dahi, dia tidak terlalu bodoh tapi karena Hana selalu memanjakan tugasnya dia harus sedikit bekerja lebih keras.

"Do you need any help?" tanya Hana menawarkan bantuan kepada Adam yang berhenti mengerjakan.

Adam melepaskan pensil yang ia genggam, ia alih fungsikan untuk memegang dadanya. Diremat kuat sesuatu yang terasa berat itu, Adam kesulitan bernapas.
"Adam? Lo kenapa?" tanya Hana lantas memegang punggung pemuda seusianya itu cemas.

Entah bagaimana, tapi Hana juga merasakan hal yang sama pada dadanya. Sesak hampir mencekik dan memblokir udara mereka berdua. Apa ruangan ini beracun?

___

___

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-----

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-----

"Oh my god, after a long time!! I feel so honor because I can dedicated my food for my King

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Oh my god, after a long time!! I feel so honor because I can dedicated my food for my King." Suara Hana menggema setelah Mr.Frank meninggalkan kelas, sebuah kotak makan tersaji tepat di depan Adam.
(Trans: ya Tuhan, setelah sekian lama akhirnya aku merasa terhormat karena aku bisa mendedikasikan makananku untuk rajaku).

"Thank you!"

"Ayo dong makan."

"Hana," panggil Adam selagi mencoba membongkar isi bekal.

"Ya?"

"You treat my like a king everyday. Let me treat you like a queen for tomorrow." Wajah Hana memerah, begitu juga dengan Adam. Pemuda itu makan masakan Hana dengan lahap. Perlu diketahui sebenarnya Hana tidak bisa masak, tapi jika untuk Adam makanan yang dia bawa haruslah sempurna entah bagaimana pun caranya. Berlaku untuk semua hal, apapun untuk Adam adalah yang paling baik.

(Trans: Kamu memperlakukanku seperti raja setiap hari. Biarkan aku memperlakukanmu seperti ratu besok)

_____

Hari Minggu, nampaknya akan menjadi hari yang sempurna untuk kencan pertama. Seperti yang Hana duga, orang yang maniak reboisasi seperti Adam akan membawanya ke alun-alun kota. Adam sangat suka pohon dan Hana tak mempermasalahkannya.

Saat ini Hana duduk di kursi taman sambil mengamati ciptaan Tuhan yang satu itu. Siapa lagi kalau bukan Adam.

"Kamu sukanya apa, sih, Han?" tanya Adam. Jujur saja dia yang act of service bertemu dengan yang lebih act of service merasa energinya berbenturan.

"Sukanya kamu."

"Cara meratukan kamu itu gimana?" tanya Adam.

"Ya gimana, sih? Kamu katanya mau meratukan aku."

Adam memberikan buku setebal dua ratus halaman. Judulnya Jenggala, tulisan pertama Adam. Apa ini? Menjadi Adam saja sudah membuat Hana hampir mati kenapa dia bisa menciptakan buku juga? Adam dan buku adalah dua hal yang mendominasi hati Hana.

"Untuk kamu dan menceritakan tentang kamu, Hana."

"Kamu apaan, sih. Kok bisa?" tanya Hana, matanya berkaca-kaca.

"Karena meratukan kamu tanpa mengabadikannya adalah dusta."

___

Puas dengan memandangi cover buku yang terkesan klasik itu. Hana tengkurap di atas kasurnya, membuka halaman pertama Jenggala.

Kata Pengantar


Beberapa patah kalimat syukur dan terima kasih ditunjukkan kepada semua yang telah mendukung saya dalam pembukuan ini.

Tanpa Tuhan, baik saya mau pun Anda tidak akan pernah bertemu Jenggala. Terima kasih Tuhan.

Tanpa orang tua saya tidak akan pernah yakin untuk menulis barang satu paragraf saja. Terima kasih gramatikal checker, my parents.

Tanpa Hana, saya tidak akan menulis apa-apa. Terima kasih Hana Kalana, abadilah di dalam sini.

Sincerity

Adam Darmawangsa

Hana tersenyum lebar. Hampir mati rasanya, kenapa semanis ini? Bisakah ini berhenti? Perutnya terasa tergelitik saking manisnya Adam. Tidak disangka Adam bisa merangkai aksara sebaik itu.

Sedetik kemudian Hana terdiam, ada sensasi menusuk di dadanya. Rasa itu lagi, dia tak bisa bernapas.

Hana butuh pertolongan, sayangnya tidak ada yang ada di rumah. Badan Hana tergeletak di atas ubin, berlahan kesadarannya menghilang.

BABYBREATH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang