10. Extremely Pain

172 14 11
                                    

Kemarin Adam terlalu sering tidur daripada beraktivitas ringan. Salah satu penyebab terjadinya Emboli Paru-paru dari sisa operasi yang membuat darahnya menggumpal.
Adam memang sangat tidak diizinkan mengangkat beban berat atau beraktivitas ekstrim, tapi dia juga tidak diizinkan menjadi manusia hibernasi. Memang benar-benar merepotkan, tidak jelas, dan sangat tidak dimengerti oleh anak-anak sepertinya.

Hari ini Adam merasa dirinya lumpuh. Tangan dan kakinya tidak bertenaga sama sekali, padahal dia ingin meringkuk karena itu adalah posisi yang membuatnya nyaman saat kesakitan.

Adam yang tidak bertenaga atau dia benar-benar tidak bisa bergerak lagi?

Gawai keluaran tahun lalu itu berbunyi, siapa yang meletakkannya jauh di sofa? Adam tau itu Hana, bagaimana keadaan gadis itu setelah dikecewakan. Adam juga rindu, ingin mengadu kalau dokter yang dipuji-puji Hana karena tampan itu telah membuat dadanya robek, intinya dia ingin berbicara.

Hal kacau yang terjadi adalah Damar ke kantor dan Sania keluar untuk istirahat. Penggumpalan darah yang terjadi di pembuluh kaki dan tangan membuat Adam sangat tidak berdaya, di sisi lain ponselnya itu berbunyi dengan berisik.

Adam tidak peduli, sekarang dia sedang mencengkram tiang infusnya. Tangan saja bergetar hebat, tapi tekat anak usia lima belas memang tidak ada tandingannya.

"Sialan!" gumam Adam, tubuhnya ini sepertinya sudah tidak memiliki privasi lagi. Banyak alat yang membuatnya bertahan.

Adam melepas alat bantu pernapasan, emboli paru-paru memang berbahaya tapi kemungkinan sembuhnya besar. Kedua kaki lemas itu menyentuh lantai tapi sayang saking kebas dan tak bertenaganya Adam jatuh.

"Ahhkkk!" rintihnya.

Pandangan Adam adalah gawainya yang dari tadi bergetar hebat. Adam meraih apa pun yang bisa dia gapai, tapi sayangnya untuk berdiri lagi Adam benar-benar tidak bisa.

"Maaaa!" Adam berteriak meski tak terlalu kencang.

***

"Happy birthday, Hana." Hana meniup kue ulang tahunnya lesu.
Tidak ada yang spesial meski banyak orang mengelilinginya, dengan banyak kado di sisi kiri dan kanan yang pasti akan mahal isinya karena yang datang adalah anak-anak elite di sekolah.
Banyak juga pemuda-pemuda berdarah blasteran atau pemuda asli pribumi dengan latar belakang keluarga wakil rakyat. Semuanya datang untuk memberikan Hana selamat karena dapat kembali bertemu lilin di atas kue tart yang hanya akan dia temui setahun sekali, atau tidak sama sekali karena mati.

"Mana pacar lo? Kok belum sembuh?" Masih ingat Kevin yang menyebalkan itu? Ternyata dia masih sedikit punya harapan untuk Hana yang botak ini? Well, mungkin Hana selalu memakai wig. Namun, Kevin sudah tidak muncul ke permukaan saat Hana sakit.

"Apa, sih?" tanya Hana risih.

Mereka merayakan ulang tahun di sebuah cafe indah di dekat rumah Adam, bahkan rumah Adam terlihat dari sini.
Sengaja agar jika Adam mau menyusul tidak terlalu jauh, sayangnya Adam sama sekali tidak menggubris pesannya.

"Adam sudah operasi, 'kan? Tapi dia nggak mau datang, dia cari cewe yang nggak botak, Hana."

Hana murung, mungkin memang sebaiknya begitu.

***

"Adam?!" Sania menemukan Adam tergeletak di lantai dengan keadaan yang kurang enak. Makanan yang dia beli dari kantin jatuh berserakan di lantai, Ibu satu anak itu lantas berlari menghambur ke arah anaknya.

Tergeletak lemas di lantai dengan bercak darah yang berasal dari mulut Adam.
Saat Sania membawa kepalanya ke pangkuan pun dapat dengan jelas dilihat darah sedang membuat jalur yang mengalir dari ujung bibir ke pipi, Adam berdarah lagi.

"DOKTER! SUSTER!" Adam tidak mendengar suara Ibunya dengan jelas, bahkan penglihatannya pun kabur. Kepala Adam ringan, napas tidak beraturan.

Sebenarnya apa yang Adam harus percaya. Tidak boleh beraktivitas berat, harus berjalan, sekarang begini karena berjalan.

"Mahhh," rintih Adam putus asa.

Beberapa orang dewasa akhirnya bisa memindahkan Adam ke ranjang.

"Maa!!" Adam terlihat ketakutan, entah kenapa batinnya sangat cemas. Tangan Adam mencari-cari di mana Ibunya untuk mendapatkan kehangatan. Anak itu sedang ketakutan.

"Ini mamanya di sini, Dam." Sang Dokter mencoba membiarkan Ibu menggenggam tangan Adam, andil untuk menjadi tim penolong non medis sekarang.

"Adam mau dibawa ke mana, Ma?" Adam berbicara tidak jelas, Sania takut. Apakah hari ini Adam harus pergi?

Segala macam alat-alat medis mulai diberikan ke Adam termasuk masker oksigen, sebelum memakainya dada Adam membusung kemudian untuk yang terakhir kalinya Adam muntah darah.

"Adam!" Sania panik, tangan yang menganggur membungkam mulutnya sendiri. Matanya terbelalak, mulut dan leher anaknya sedang dinodai darahnya sendiri.

Jangankan Sania, tenaga medis pun tegang sekarang.

Detak jantung Adam sangat lemah dokter memerlukan oximentry yang dijepit pada jarinya untuk memantau keadaan.
Macam-macam obat seperti aspirin disuntikkan ke tubuh Adam, berharap anak itu merasa lebih baik.

Mata indah Adam tertutup diiringi dengan bunyi panjang yang menakutkan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BABYBREATH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang