1

404 30 4
                                    

Udara dingin pada sepertiga malam membuat sekujur tubuh Darma meremang. Wajahnya bersinar setelah melaksanakan shalat tahajud di masjid pinggir jalan saat dirinya hendak pergi ke pasar untuk bekerja. Remaja 16 tahun itu melipat sarung yang baru saja dipakainya lalu menumpuknya bersama seragam sekolah di jok motor. Pekerjaan apa pun akan Darma lakukan demi memenuhi kebutuhan ibu dan adiknya di rumah, karena itu Darma menyampingkan ego untuk bersenang-senang layaknya remaja lain. Salah satu pekerjaan yang Darma tekuni sekarang adalah menjadi tukang parkir di pasar, tidak terlalu buruk, toh, Darma juga lumayan mahir dalam mengatur lalu lintas dan menertibkan kendaraan.

"Darma, ntar sebelum pergi sekolah nyarap dulu di rumah, gue udah siapin nasi uduk sama teh anget." Haji Oka, pemilik toko sembako yang sudah tidak familiar dengan sosok Darma menepuk pundak kokoh itu yang baru saja sampai. Darma yang sedang membuka jaket tebalnya tersenyum sumringah menyambut kebaikan pria baya di hadapannya.

"Makasih Pa Haji, ntar Arma makan. Omong-omong Mang sholeh belum dateng?" Darma memerhatikan Haji Oka yang kembali sibuk mengkilo telur. Mang Sholeh sendiri adalah karyawan tetap di toko sembako haji Oka. Sudah menjadi kebiasan Darma menyimpan motor supranya di pekarangan toko sembako itu karena sudah mendapat izin dari pemiliknya.

"Belom, die izin katanya, mau nemenin istrinya lahiran."

"Hebat bener mang Sholeh udah mau jadi bapak. Arma bantuin pa Haji, itung itung bayaran nasi uduknya." Darma terkekeh renyah menyiapkan baskom besar untuk wadah telur.

"Alah, kayak sama siapa aja lu. Udah kagak usah, ntar lu bau anyir. Udah diem aja. Lagian lu harus mulai ke area parkir bukannya?"

"Harusnya, tapi masih sepi pa, lagian ada shift malem sih, bang Rojak. Itung-itung ngaso dulu."

"Ya udah dah, terserah lu aja." Haji Oka menyerah, membiarkan Darma melakukan apa yang dia mau.

"Belajar yang bener ye Ar, lu harus jadi orang sukses, biar hidup lu enak. Mau kayak gue nggak lu?" celetuk Haji Oka.

"Mau lah pak, coba do'ain Arma biar kecipratan berkahnya."

"Selalu, lo udah gue anggep kayak anak gue. Kalau bisa lu nikah aje sama si Ryuki, gue restuin langsung dah."

"Buset, Arma masih sekolah."

"Berarti kalau udah lulus mau ni? Kalau iya, biar gue langsung ngomong ke si Ryukinya." Jelas panik lah Darma ditawari hal di luar nalar seperti itu, lagian memangnya Ryuki mau berjodoh dengannya yang tidak punya apa-apa.

"Serius bener pak, Arma degdegan jadinya." Kegiatan itu mereka lakukan sembari berbincang ringan sesekali Haji Oka melontarkan lelucon yang ditanggapi heboh oleh Darma.

Terkadang, Darma kerap belajar dari orang orang dewasa di sekitarnya perihal hidup, dibanding materi padat sekolah yang begitu memusingkan.

*****

Jam pertama masih aman, Darma sebisa mungkin memperhatikan guru di depan yang sedang menjelaskan meskipun pedih di mata meraksuk. Sayangnya pada jam selanjutnya Darma sudah tidak tahan, kantuk mulai menyerang, bahkan Keivano teman sebangkunya beberapa kali mencubit lengan Darma agar tidak tertidur di pelajaran Pak Subroto karena beliau tidak akan segan menghukum muridnya.

"Ntar aja tidurnya, lo apa kagak serem liat pak Subroto tuh bawa rotan runcing?" Keivano berbisik dan Darma hanya berdehem tidak jelas.

"Lagian tadi lu di pasar sampe jam berapa? Banyak orderan ya lu?" Kei pura-pura mencatat saat Pak Subroto meliriknya.

"Cape banget, Kei. Ini kalau sambil dipeluk pasti tidur gue nyenyak," racau Darma didengar oleh seluruh murid termasuk pak Subroto. Keivano menepuk jidat, begitu pula dua teman satu geng Darma yang langsung memalingkan wajah. Talaga Laut dan Candra Kuda.

Satya DarmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang