7

214 37 10
                                    

"LU APA-APAAN HAH?" Darma membentak keras menarik atensi semua orang. Bukan hanya Darma yang marah, tetapi semua temannya ikut pasang badan.

Siapa yang tidak marah jika tiba-tiba saja ada yang sengaja menumpahkan teh panas ke tubuhnya? Darma bukan tipe laki-laki yang akan memaklumi kesalahan semua orang lalu tersenyum memaafkan saat dia meminta maaf, setidaknya dia harus memberi pelajaran terlebih dahulu agar jera terlebih pelakunya sendiri adalah Abello, siswa baru yang sok merasa superior dan selalu mencari masalah dengan Darma. Abello hanya tersenyum manis tanpa perasaan bersalah, bahkan dia sempat menyeringai puas melihat Darma kesakitan.

"Gue nggak sengaja," jawab Abello santai. Darma menaikan sebelah alisnya kesal karena tidak ada itikad baiknya sama sekali dari Abello.

"Terus kalau lu nggak sengaja, lu nggak harus minta maaf gitu?" Suara Darma masih santai, meskipun di dalam hatinya berusaha keras menahan kedongkolan.

"Maaf. Udah, kan? Selesai. Dengan gue minta maaf, lu bisa balikin minuman gue yang udah jatuh ke tubuh lu nggak?" Abello semakin meremehkan Darma.

"Punya otak mikir, tolol! Lu yang numpahin tuh minuman ke gue, ngapa gue yang harus ganti rugi?" Darma semakin emosi.

"Nggak ada yang harus diributin, gue udah minta maaf dan minuman gue juga udah berceceran." Abello semakin menyukai ekspresi kesal Darma. Memang dia sengaja menyulut emosi Darma. Karena itu sesuatu yang sangat menyenangkan.

Melihat bibit pertikaian yang akan terjadi di antara Darma dan Abello, Talaga yang sejak tadi hanya diam sembari membaca buku, kini melirik Abello dengan pandangan skeptis. Dia melemparkan kulit kacang sehingga mengenai pelipis Abello dan kini perhatian laki-laki bule itu sepenuhnya kepada Talaga.

"Nyali lu gede juga boy. Gue nggak ada masalah sama lu." Abello menatap Talaga tajam sembari mengepalkan tangan.

"Lu pikir sejak lu masuk pindah ke sekolah ini, Darma nyari masalah sama lu?"

"Nggak usah ikut campur! Ini urusan gue sama Darma!"

"Lu yang nggak usah sok asik sama temen-temen gue. Urusan lu sama Darma, itu sama aja kayak urusan lu sama gue." Talaga berucap tajam tidak main-main dengan semua ucapannya. Sebenarnya Talaga hanya risih, semenjak Abello datang, hidupnya semakin tidak tenang dengan Abello yang terus mengganggu Darma.

"Dengan lu bersikap gini, itu semakin menunjukan kualitas dari parenting orang tua lu." Keivano menanggapi yang disetujui oleh Chandra.

"Lu sebenarnya orang miskin Bell. Miskin hati dan jiwa. Minta maaf sama Darma." Chandra memerintah Abello yang semakin geram karena dia kalah telak oleh teman-teman Darma, sedangkan di seberang sana Satya hanya diam menatap keributan itu tanpa mau ikut campur. Abello mengernyitkan dahi melihat Satya yang tidak berminat menolongnya sama sekali.

"Goblok lu semua, kenapa gue harus minta maaf sama orang tolol kayak Darma? Tolol!" Abello membentak seraya mendorong kursi Darma.

"Gue diem dari tadi mau liat seberapa sadarnya lu udah buat kekacauan ya anjing. Gue liat liat dari pertama kali lu masuk kok songong banget, hah? Tai!" Darma menggulung lengan seragamnya seraya menyampingkan dasinya ke pundak, dia siap memberi pelajaran kepada Abello.

"Minta maaf sama gue, sebelum gue pukul lu." Darma semakin geram melihat Abello semakin meremehkannya.

"PUKUL GUE!" bentak Abello sudah benar-benar marah. Sebelum Darma hendak meninju Abello, dari arah belakang Jema suda lebih dulu memukul kepala Abello menggunakan nampan makanan dan menendeng tulang keringnya.

"Bacot juga lu, berisik! Ganggu gue makan aja." Jema berkata demikian yang membuat semua orang tidak percaya. Abello meringis kesakitan dan Satya langsung menghampiri keributan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Satya DarmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang