2

177 24 6
                                    

Dulu tidak begini, Satya sangat menyayanginya lebih dari apa pun. Satya orang pertama yang akan marah membabi buta jika ada yang menyakiti si adik kesayangan, Satya juga orang pertama yang akan merajuk jika keduanya dijauhkan. Namun, sekarang kebalikannya, meski pun bukan yang pertama memberikannya luka, Satya berhasil menghancurkan hatinya lebih dari apa pun.

Darma menyuap pelan nasi uduk dingin yang sengaja tidak dia makan saat pagi tadi agar bisa makan berdua dengan Satya, mungkin Darma lupa jika Satya berasal dari kalangan berada dan mulai jijik akan makanan dingin. Ketiga temannya diam memerhatikan Darma tidak seheboh biasanya. Ada kehampaan tersirat di tatapan gamang Darma. Talaga dan Chandra turut prihatin atas apa yang dialami oleh Darma, pertama kali mendengar insiden tadi dari Keivano, Talaga marah, sempat ingin menghajar seniornya jika tidak langsung ditenangkan oleh Chandra.

"Mau gue beliin batagor nggak, Ar?" tawar Chandra meringis melihat nasi uduk yang sudah tidak berbentuk.

"Boleh, dua porsi ya Chan?" Darma mengangkat dua jari sembari terkekeh renyah. Chandra berdecak sebal, tetapi hatinya lega jika Darma baik baik saja.

"Minta hati dikasih jantung lo."

"Goblok, dikasih hati minta jantung harusnya." Talaga membetak jidat Chandra hingga memerah, Keivano dan Darma melihat itu meringis. Pasti sakit, kulit putih Chandra seketika memerah karena menahan sakit ulah Talaga.

"Sakit anjing, sini gantian lo Talaga bangsat." Talaga berhasil mengelak saat Chandra mulai melancarkan aksinya, akibat dari itu keduanya malah memulai segala kericuhan hingga menjadi pusat perhatian penghuni kantin. Termasuk mencuri perhatian Jema dan Satya.

Satya menatap Darma yang tidak seceria biasa. Wajahnya sedikit pucat, saat matanya melirik ke arah bungkus nasi berisikan nasi uduk milik Darma, dadanya dipenuhi sesak, meski begitu Darma tetap memakannya hingga tuntas.

"Dia adek lo kan?" Jema membuka suara. Menebak apa yang menjadi objek penglihatan sang sahabat.

"Bukan," jawab Satya ketus berusaha mungkin agar napasnya terdengar netral dan tidak bergemuruh.

"Iya, dia adek lo, gue liat-liat mirip tuh."

"Lo pernah ketemu adek gue, Jem."

"Si Abello?" tebak Jema mengingat pertemuannya dengan adik Satya.

"Iya lah, adek gue cuma dia."

"Tapi lo sama Abello kayak langit dan bumi, ya? Secara dia kayak bule gitu mukanya, sedangkan lo kayak maling." Jema tertawa terbahak-bahak saat melihat wajah kerung Satya.

"Jangan kurang ajar ya lo, Jem. Kayak maling juga cewe kelas 12 naksir semua sama gue." Satya mengalihkan perhatiannya dari Darma saat keduanya bertemu pandang, saking bahagianya Darma, tidak sadar dia melambaikan tangan sembari tersenyum senang yang dibalas oleh dengusan sebal Satya.

Keduanya menghabiskan waktu istirahat dengan  saling melempar guyon dan berdiskusi ringan tentang rencana masa depan yang akan mereka ambil setelah lulus sekolah. Semenjak keduanya bertatapan, Satya tidak lagi memerhatikan Darma, cukup dia tahu bahwa Darma dikelilingi orang baik dan teman-teman yang begitu peduli.

"Tapi Sat, lo sama Darma kagak ada hubungan apa-apa gitu? Saling kenal?" Kini Jema yang mulai penasaran akan kejadian tadi pagi saat Darma yang terlihat sangat antusias saat bertemu dengan Satya.

"Nggak, tolol. Udah jangan bahas dia."

"Kok dia bilang lo abangnya?"

"Mabok kali bocahnya." Satya berdecak kesal melanjutkan makan.

"Kok nggak asing ya mukanya?" Satya melemparkan tatapan tajam dan tidak suka pada Jema saat terus menerus membahas tentang Darma. Jema pun terkekeh sumbang merasa diintimidasi oleh tatapan Satya.

Satya DarmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang